PSIKOLOGI
PEMBELAJARAN DALAM AL – QUR’AN
MAKALAH
DisusunGunaMemenuhiTugas Akhir Semester IV
Program Strata Satu (S.1) Tarbiyah
Kelompok Kelas : IV D
Mata
Kuliah: Psikologi Pembelajaran
Dosen
Drs. H. Ari Tasiman, M. Pd
Oleh
Muhammad Syaeful Abdulloh 2103958
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(STAINU) KEBUMEN
2012
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Psikologi
Pembelajaran dalam Al – Qur’an” dengan lancar. Dalam penulisan makalah ini kami tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu
pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terimakasih kepadaDrs. H. Ari Tasiman, M. Pd. Selaku dosen pembimbing mata kuliah Psikologi Pembelajaran, dan semua pihak yangtelah membantu selesainya
penyusunan makalah ini.
Kami sadar bahwa sebagai manusia tentu mempunyai kesalahan
dan kehilafan. Oleh karena itu kami selaku penyusun makalah ini mohon maaf apabila dalam
penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan.
Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami khususnya dan para pembaca yang budiman pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Kebumen ,......Juni 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ ......... i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ......... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. ......... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ ......... 1
A.
Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 1
B.
Perumusan Masalah ....................................................................................... ......... 1
C.
Tujuan................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... ......... 2
A.
PengertianPsikologi ..................................................................................... ......... 2
B.
Belajar........................................................................................................... ......... 3
C. Proses Pengetahuan
..................................................................................... 4
D. Motivasi
...................................................................................................... 5
E. KesulitanBelajar
.......................................................................................... 6
F.
BimbingandanKonseling
....................................................................................... 7
G. BeberapaKondisiRiil di
Lapangan
....................................................... 7
H. Hal-hal Yang
PerluPerhatian
....................................................................... 8
BAB III PENUTUP ................................................................................................. ......... 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... ......... 11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Alam
ini diciptakan oleh Allah SWT dengan mekanisme yang sangat menakjubkan, tanpa
cacat, semua bermanfaat tanpa ada yang sia-sia, dengan keanekaragaman hayatinya
saling mempengaruhi dalam menopang kehidupan. Salah satu makhluk yang paling
menakjubkan adalah manusia, bahkan dijadikan sebagai khalifah yang harus
memakmurkan bumi. Sebagai khalifah ia harus belajar dari lingkungan
hidupnya dan berkreasi sedemikian
rupa agar kehidupannya dapat berkembang
selaras dengan pengetahuan yang ia miliki.
B. Perumusan Masalah
1.
Apa Psikologi
pembelajaran itu ?
2.
Siapakah yang pertama
kali mencetuskan Psikologi ?
3.
Bagaimana Pandangan islam tentang
psikologi ?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
Supaya kita mengetahui siapakah yang pertama kali
menggunakan istilah psikologi dan kita mau mengkaji Al-Qur’an sehingga menambah
khasanah keilmuan kita.
BAB II
PEMBAHASAN
PSIKOLOGI PEMBELAJARAN
DALAM AL-QUR`AN
A. Pengertian Psikologi
Psikologi Secara
harfiah Berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata yaitu : psyche
dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Jadi, psikologi berarti
ilmu jiwa.
William Jamesmenganggap psikologi sebagai ilmu pengetahuan tentang kehidupan
mental
John B. Watson mengubah definisi psikologi menurut James menjadi ilmu
pengetahuan tentang tingkah laku (behaviour) organisme.
Caplinmendefinisikan psikologi sebagai“..... the science of human and animal
behavior, the study of of the organisme in all its variety and complexity as it
responds to the flux and flow of the physical and social events which make up
the environment”(Psikologi
adalah ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia dan hewan, juga penyelidikan
terhadap organisme dalam segala ragam dan kerumitannya ketika mereaksi arus dan
perubahan lingkungan).Edwin G. Boring dan Herbert S. Langfeld mendefinisikan
psikologi sebagai studi tentang hakikat manusia.
Poerbakawatja dan Harahap membatasi psiklogi sebagai “cabang ilmu pengetahuan
yang mengadakan penyelidikan aas gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa”.
Dimana gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa tersebut meliputi respon
organisme dan hubungannya dengan lingkungannya.
Jadi kesimpulan tentang pengertian psikologi dari beberapa definisi di atas,
dimana psikologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah
laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individu maupun kelompok,
dalam hubungannya dengan lingkungan
Ilmu ini terpisah dari induknya, filsafat, baru pada
tahun 1879 ketika Wilhelm Wundt melakukan banyak penelitian tentang tingkah
laku manusia dan mengobservasi di dalam laboratorium sehingga ia dianggap Bapak
Psikologi Dunia. Sejatnya, Al-Qur’an telah lebih awal berbicara tentang
masalah-masalah yang berkaitan dengan jiwa. Ditengarai lebih dari lima puluh
persen ayat Al-Qur’an berbicara atau terkait dengan psikologi. Bahkan sampai
sekitar tujuh puluh lima persen.
Psikologi Pembelajaran dikhususkan untuk mengetahui perilaku manusia yang
terlibat dalam proses pembelajaran, khususnya interaksi peserta didik dalam
pembelajaran.
B.
Belajar
Belajar merupakan
aktivitas mental yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkkan perubahan-perubahan yang
relatif konstan (berbekas) dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Kata
kunci pada proses pembelajaran adalah ‘perubahan’, dari tidak tahu menjadi
tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak bisa merasakan menjadi bisa
merasakan. Belajar meniscayakan adanya interaksi dengan lingkungan baik
lingkungan personal maupun lingkungan alam. Manusia dapat belajar dari dari
alam
dan dari tingkah laku manusia di sekelilingnya melalui proses pelatihan,
pembiasaan, nasihat, atau sekedar melalui pengamatan yang membawa pada imitasi.
Belajar melibatkan berbagai instrumen berupa modalitas
yang dianugerahkan Allah SWT pada manusia
Sensasi, persepsi, berpikir, memori,
adalah rangkaian mekanisme rumit dan menakjubkan yang dimiliki manusia
untuk melakukan transformasi pengetahuan. Di antara alat indera (sensasi)
yang dominan dalam transformasi
pengetahuan adalah penglihatan dan pendengaran.
Tidak mengherankan kalau di dalam Al-Qur’an selalu digandengkan kedua
sensasi itu
Penglihata dan pendengaran peserta didik perlu mendapat perhatian khusus secara
berkala dari guru agar proses transformasi pengetahuan dapat berjalan dengan
baik.
Belajar adalah suatu
keniscayaan bagi manusia. UNESCO telah menetapkan perlunya belajar sepanjang
hayat (lifelong education) yang sejatinya telah diperkenalkan oleh
Islam. Di dalam Al-Qur’an dijumpai pula
banyak ayat yang memotivasi manusia untuk belajar, berusaha memahami apa yang
belum dipahami dengan, misalnya, bertanya kepada ahlinya.
Bahkan pada ayat 9 Surah Al-Zumar, Allah memberi penyadaran kepada manusia bahwa orang yang
berilmu pengetahuan dengan yang tidak berilmu pengetahuan pasti berbeda.
Manusia belajar melalui
interaksi dengan lingkungannya sangat dipengaruhi oleh banyak hal. Secara garis
besar hal-hal yang mempengaruhi belajar dapat dikategorikan pada tiga hal.
a. Faktor pribadi
(personal), yaitu faktor-faktor yang datang dari diri manusia itu sendiri. Bisa
jadi merupakan bawaan sejak lahir, bisa juga karena sesuatu yang dialami
sesudahnya baik yang berproses sejak lama ataupun yang relatif masih baru.
Faktor-faktor yang masuk dalam kategori ini antara lain: inteligensi, ketajaman
indera, kesehatan dan kebugaran, bakat dan minat, dan kemampuan-kemampuan lain
yang dimiliki.
b. Faktor lingkungan,
yaitu faktor yang datangnya dari lingkungan alam maupun personal dari orang
lain. Dari lingkungan alam misalnya: faktor alam (cuaca), noise (bising,
berisik) dari suara kendaraan yang lalu lalang, dsb. Dari lingkungan personal:
guru dan orang tua (apalagi jika orangtua divorce, teman sebaya,
keluarga batih, suasana kelas misalnya terlalu berdesak-desakan– crowded,
dll.)
c. Faktor Instrumental, yaitu faktor-faktor pendukung
yang berkaitan dengan peralatan yang tidak termasuk pada faktor pribadi dan
lingkungan. Faktor ini antara lain kesesuaian antara perkembangan peserta didik
dengan materi ajar, penggunaan audio-visual aids, alat peraga dan media,
dsb
C.
Proses Pengetahuan
Pengetahuan manusia merupakan suatu rangkaian proses
yang melibatkan banyak hal, antara lain: sensasi, persepsi, ingatan, berpikir,
dsb. Informasi yang diterima oleh indra, sebagai input fisik diteruskan ke
dalam memori jangka pendek (short term memory) dalam beberapa saat,
kemudian sebagian diteruskan ke memori jangka panjang (long term memory)
dan sebagian lagi hilang di tengah perjalanan. Memori jangka pendek adalah
tempat informasi transit untuk kemudian diteruskan ke gudang memori.
Kapasitasnya amat sangat terbatas. Apabila sudah penuh lalu masuk informasi baru
maka informasi lama akan tertindih dan keluar dari ruang itu alias lupa.
Kecuali, apabila informasi itu diteruskan ke memori jangka panjang yang
kapasitasnya hampir tak terbatas.Selamanya ia akan terus berada di sana.
Perjalanan informasi dari memori jangka pendek ke
jangka panjang, menurut Santrock, ada yang bersifat otomatis (automatic
processing) dan ada pula yang mesti diupayakan (effortful processing).
Yang bersifat otomatis adalah peristiwa-peristiwa yang sangat berkesan,
traumatik, melibatkan emosi yang sangat dalam sehingga tanpa diperlukan banyak
usaha ia sudah meluncur ke dalam gudang memori jangka panjang. Sedangkan proses
yang diupayakan (efforful processing) adalah hal-hal yang sebenarnya
tidak begitu berkesan tetapi kita anggap suatu saat mungkin diperlukan,
misalnya bahan pelajaran untuk ujian, bahan ceramah Nuzulul Qur’an, dsb.
Manusia cenderung hanya memproses detil informasi ke dalam penyimpanan
memorinya hal-hal yang dianggapnya berguna untuk tujuan-tujuan praktis dalam
kehidupan. “Psychologists believe that humans tend to encode only the
details that they need for practical purposes”.
D.
Motivasi
Motif sering diartikan sebagai dorongan dari dalam
diri (drive). Dorongan ini penting untuk memberi energi kepada tingkah
laku. Misalnya seseorang sedang lapar maka ia terdorong untuk mencari makanan.
Lapar itu ketidakseimbangan, ketidakseimbangan menimbulkan kebutuhan, kebutuhan
mendorong tingkah laku (dalam hal ini, mencari makanan), kenyang adalah
kepuasan (kembali seimbang), sampai pada suatu saat lapar dan siklus ini
terjadi lagi. Keseimbangan pada diri manusia membawa kepuasan atau kebahagiaan.
Mekanisme keseimbangan ini sering disebut dengan homeostatis (equilibrium).
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam kondisi serba seimbang
setiap kali terjadi ketidakseimbangan manusia terdorong untuk melakukan
pemenuhan.
Secara umum motivasi dibagi menjadi dua:
a.
Motivasi intrinsik,
yaitu motivasi yang
muncul dari dalam diri sendiri. Karena sistem tubuh kita menghendaki
keseimbangan terus menerus (mekanisme homeostatis) maka setiap kali ada
yang mengganggu homeostatis itu kita cenderung melakukan
penyesuaian-penyesuaian yang menyenangkan. Ketika kita haus, sebuah faktor yang
terjadi dalam diri kita karena kekurangan cairan, maka kita termotivasi mencari
air. Seorang santri rajin sekali membaca berbagai kitab tafsir karena ia ingin
menjadi mufassir yang handal.
b.
Motivasi ekstrinsik
adalah motivasi yang
muncul disebabkan oleh hal-hal yang berasal dari luar diri sendiri. Seorang qari’
berlatih sepanjang hari agar bisa menjuarai MTQ Nasional karena sebelumnya ia
menginginkan pergi haji gratis sebagai hadiah bagi juara I. Terdorong
memperoleh hadiah pergi haji gratis itu lalu ia melakukan latihan keras.
Ada kecenderungan pada manusia selalu melakukan apa
yang menyenangkannya. Hukum ini diperkenalan oleh Thorndike dengan istilah ‘law
of effect’ (asas manfaat, atau hukum kepuasan)
Ingat: PAIKEM.
E.
Kesulitan Belajar
Tidak dapat diingkari bahwa kecepatan belajar pada
setiap manusia berbeda-berbeda. Ada yang cepat mencamkan atau memahami suatu
hal tapi ada juga yang sangat lamban. Tergantung pada banyak faktor, misalnya
faktor personal yang terkait dengan kemampuan inteligensi, kondisi fisik dan
mental, atau faktor-faktor lain yang terkait dengan instrumental dan lingkungan
yang dapat memengaruhi transformasi pengetahuan.
Ciri umum pada peserta didik yang mengalami kesulitan
belajar adalah prestasi yang terus menurun atau prestasinya sangat jauh di
bawah potensi sebenarnya (underachiever), tidak terjadi interaksi
positif pada hampir semua materi yang diajarkan, tingkah laku yang menyimpang.
Peserta didik yang mengalami hal ini boleh jadi mengalami kesulitan belajar (learning
disabilities atau learning difficulties).
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan, dengan
urutan sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi kesulitan belajar
b. Mendiagnosis sebab-sebab kesulitan belajar
c. Memutus faktor penyebab
d. Memberi solusi (treatment) terhadap
kesulitan belajar
e. Melakukan pengajaran remedial (remedial
teaching) untuk mengejar ketertinggalan mereka
Bagi peserta didik yang speed belajarnya
cepatmereka dapat diberikan pengayaan materi atau enrichment, sementara
yang lamban diberi remedial teaching,.
F.
Bimbingan dan Konseling
(guidance and counselling)
Bimbingan sering dimaknai sebagai proses pemberian
bantuan atau pendampingan kepada individu agar ia dapat memahami dirinya
sehingga sanggup menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan kehidupan pada
umumnya. Bimbingan dan konseling bertujuan agar individu mampu mengambil
tindakan tepat, memecahkan masalah yang dihadapinya dengan benar, dan mampu
mengembangkan potensinya secara optimal.
G. Beberapa Kondisi Riil
di Lapangan
Suatu kenyataan bahwa mutu sekolah-sekolah yang
berciri khas Islam dari tahun ke tahun masih berada pada peringkat bawah
(terlepas dari konten dan cara penilaian yang dilakukan oleh pemerintah, apakah
sudah tepat atau belum). Beberapa kondisi yang umum terjadi pada proses
kegiatan pembelajaran di sekolah/madrasah antara lain:
1.
Metodologi pengajaran
masih bersifat konvensional:
Ceramah, menyalin, menghafal secara rote memory,
tanpa mengetahui makna dan kegunaannya dalam kehidupan. Umumnya dimulai dari
dalil naqli yang disalin, diterjemah, lalu diterangkan sekedarnya tanpa
adanya korelasi dengan kehidupan aktual saat ini. Entering behavior
kadang-kadang tidak diperhatikan lagi karena terpaku pada ketuntasan materi
dengan metode yang monoton. Seolah-olah tidak ada lagi metode pengajaran selain
ceramah.
2.
Materi (konten) dan
contoh-contoh selalu sama
Yang ditampilkan dari itu ke itu sehingga nyaris tanpa
pengembangan. Bahkan ada kesan bahwa materi berikut contoh-contoh yang
diberikan tak pernah mengalami perubahan dari waktu ke waktu sejak gurunya guru
menjadi murid, misalnya contoh fardhu kifayah pasti mengurus jenazah.
3.
Penggunaan media sangat
minim,
Bahkan ditengarai bahwa PAI paling kurang dalam
memanfaatkan multimedia. Guru sering mengeluhkan hal ini dan menganggap bahwa
berbagai media kurang cocok untuk PAI karena sifatnya yang abstrak terutama
yang menyangkut aqidah.
4.
Interaksi benuansa tarhib
daripada targib.
Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan punishment
(hukuman) dan bukan reward (ganjaran). Peserta didik ditakut-takuti
dengan neraka lebih banyak ketimbang supporting rahmat Allah yang dapat
mengantarkan manusia menuju surga. Dengan pendekatan ini peserta didik
seringkali menggambarkan Tuhan sebagai algojo yang haus akan balas dendam.
H.
Hal-hal Yang Perlu
Perhatian
Dari persoalan-persoalan yang dikemukakan di atas ada beberapa
langkah menurut hemat penulis yang mendesak harus dilakukan agar Pendidikan
Agama Islam di sekolah/madrasah melalui ujung tombak pendidikan, yakni guru.
Melakukan kaji ulang terhadap berbagai strategi mengajar penting dilakukan agar
PAI, termasuk Tafsir-Hadis, memiliki makna bagi kehidupan peserta didik. Kaji
ulang itu meliputi antara lain:
1.
Melakukan Redefinisi
Berbagai
term yang selama ini dianggap 'paten' perlu ditinjau ulang karena bergesernya
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Term 'sunnah' tidak lagi bisa
didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang jika dilakukan mendapat pahala dan
jika ditinggalkan tidak apa-apa. Karena, anak sekarang akan mengambil 'tidak
apa-apa' itu. Seharusnya diubah menjadi: suatu perbuatan terpuji, dianjurkan,
dan berpahala jika dikerjakan. (Tanpa menyebut lagi kalau tidak dilakukan tidak
apa-apa). Pemahaman tekstual dan kontekstual dalam berbagai hal perlu diuraikan
secara jelas, fleksibilitas terhadap kekakuan fikih perlu dikembangkan.
2. Menampilkan
Kebermaknaan
Kebermaknaan
di sini dimaksudkan sebagai pembumian ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari
yang nyata. Ajaran
agama memiliki makna bagi siapa pun yang menjalankannya, bukan sekedar taklif
atau kewajiban menjalankan perintah Allah. Salat yang kita lakukan bukanlan
beban, tapi ia adalah bagian dari terima kasih kita kepada Allah yang telah
memberi banyak sekali nikmat. Mengapa kita wajib ihsan kepada orangtua
karena orangtua telah merawat, membimbing, mendidik kita sejak kecil. Mengapa
hewan tidak ada kewajiban itu, karena rata-rata hewan-hewan yang ada di
sekeliling kita pada umumnya tidak memerlukan perawatan begitu lama. Bahkan
banyak diantaranya hanya dengan hitungan menit sudah bisa berdiri dan langsung
cari makan. Hikmah-hikmah seperti ini yang penting digali untuk menyadarkan
manusia, baik yang berkait dengan intrapersonal (relasi manusia dengan dirinya
menyangkut sensasi, persepsi, berpikir, berkreasi, dsb), interpersonal (relasi
manusia dengan sesamanya), maupun metapersonal (relasi manusia dengan Tuhannya).
3.
Memberi Contoh Aktual
Dalam
banyak hal seringkali muncul kekhawatiran para guru dalam memberikan
contoh-contoh aktual ajaran agama. Cermatilah kebiasaan guru dalam memberi
contoh takdir, umumnya mereka menyebut kematian, rezeki, jodoh, dsb. Jarang
memberi contoh misalnya bentuk wajah kita, terlahir dari ayah dan ibu kita
(artinya itu merupakan ketetapan Allah), mata kita ada dua, dsb. yang sangat
dikenal dan dekat dengan kehidupan peserta didik.
4.
Melakukan Penetrasi
Interdisiplin
Dalam
kurikulum kita saat initerdapat istilah spider web (jaring laba-laba)
yang diharapkan menghubungkan suatu topik tertentu dengan berbagai disiplin
ilmu yang ada sehingga dalam kurun waktu yang sama semua bidang studi berbicara
tentang satu topik dengan sudut pandang masing-masing. Dengan interdisiplin
akan terjadi penetrasi ke berbagai bidang ilmu yang dapat mengantarkan
pemahaman mendalam tentang pelajaran agama yang dibahas. Keyakinan adanya
rasul, wahyu, hal-hal gaib dapat diterangkan dengan menggunakan disiplin ilmu
lain.
5.
Mendahulukan Pendekatan
Tabsyir
Pertanyaan
paling umum yang sering dilontarkan guru ketika pertama kali masuk kelas
adalah: siapa yang tidak masuk, siapa yang tak mengerjakan tugas, siapa yang
tidak …, tidak … dst. Pernahkah Anda mendengar guru memuji muridnya karena bisa
datang lebih awal dari yang ditentukan tata tertib, atau telah lebih dahulu
masuk kelas dengan tertib, atau makan dengan tertib dan berbasmalah atau
hal lain yang seharusnya mendapatkan pujian.
6.
Melakukan Kombinasi
Metode
Ada
satu ungkapan bahwa tidak ada satu metode yang pas untuk semua orang, sepanjang
waktu, dan di semua tempat. Metode harus dicaritemukan dengan melihat berbagai
variabel yang ada.Dalam penelitian ditemukan bahwa metode ceramah hanya
menyumbang (5 %) bagi efektivitas pembelajaran, dengan peragaan (30 %), dengan
melakukan atau praktek (75 %), dengan kemampuan mengajarkan kepada orang lain
(90 % efektif).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwapada
tahun 1879 ketika Wilhelm Wundt melakukan banyak penelitian tentang tingkah
laku manusia dan mengobservasi di dalam laboratorium sehingga ia dianggap Bapak
Psikologi Dunia. Sejatnya, Al-Qur’an telah lebih awal berbicara tentang
masalah-masalah yang berkaitan dengan jiwa. Ditengarai lebih dari lima puluh
persen ayat Al-Qur’an berbicara atau terkait dengan psikologi. Bahkan sampai
sekitar tujuh puluh lima persen. Psikologi Pembelajaran dikhususkan untuk
mengetahui perilaku manusia yang terlibat dalam proses pembelajaran, khususnya
interaksi peserta didik dalam pembelajaran.
B. Saran
Dalam
Al-Qur’an merupakan komunitas yang cukup kaya dengan literatur-literatur
Psikologi. Namun tampaknya kurang mendapat kajian yang cukup serius dikalangan
akademisi islam dan lebih condong mengambil referensi dari dunia barat. Oleh
karena itu, jika dilakukan pengkajian terhadap ayat-ayat Al-Qur’an tersebut
dimungkinkan akan lebih memperkaya dan sekaligus menghargai khazanah keislaman
sesuai dengan posisinya masing-masing. Untuk itu, menjadi penting jika
dilakukan pengkajian lebih lanjut tentang literatur Psikologi yang bersumber
dari Al-Qur’an yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ahmad Musthafa Al-Maragi. Tafsir al-Maragi.
Mesir: Musthafa al-Bab al-Halabi wa Awladuh.
2.
Al- ‘Aliyy. Al-Qur’an dan Terjemahannya,
cv Diponegoro, Jl. M. Toha 44-46 Bandung 40252.
3.
Muhammad Utsman Najati,
Psikologi dalam Al-Qur’an,
4.
M.Quraish Shihab, Wawasan
Al-Qur’an,
5.
Rani Anggraeni
Dewi, “Kepribadian (Psikologi Al-Qur’an)”, dalam www.pusakahati. com,
28 Desember 2009.