Senin, 02 Juli 2012

PSIKOLOGI PEMBELAJARAN DALAM AL – QUR’AN


PSIKOLOGI PEMBELAJARAN DALAM AL – QUR’AN
MAKALAH
DisusunGunaMemenuhiTugas Akhir Semester IV
Program Strata Satu (S.1) Tarbiyah
Kelompok Kelas : IV D
Mata Kuliah: Psikologi Pembelajaran
Dosen
Drs. H. Ari Tasiman, M. Pd









Oleh
Muhammad Syaeful Abdulloh                                   2103958



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(STAINU) KEBUMEN
2012
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Psikologi Pembelajaran dalam Al – Qur’an” dengan lancar. Dalam penulisan makalah ini kami tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terimakasih kepadaDrs. H. Ari Tasiman, M. Pd. Selaku dosen pembimbing mata kuliah Psikologi Pembelajaran, dan semua pihak yangtelah membantu selesainya penyusunan makalah ini.
            Kami sadar bahwa sebagai manusia tentu mempunyai kesalahan dan kehilafan. Oleh karena itu kami selaku penyusun makalah ini mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan para pembaca yang budiman pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Kebumen ,......Juni 2012

Penyusun


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ ......... i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ......... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. ......... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ ......... 1
A.    Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 1
B.     Perumusan Masalah ....................................................................................... ......... 1
C.     Tujuan.................................................................................................................      1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... ......... 2
A.    PengertianPsikologi ..................................................................................... ......... 2
B.     Belajar........................................................................................................... ......... 3
C.     Proses Pengetahuan .....................................................................................           4
D.    Motivasi ......................................................................................................            5
E.     KesulitanBelajar ..........................................................................................           6
F.      BimbingandanKonseling ....................................................................................... 7
G.    BeberapaKondisiRiil di Lapangan .......................................................                 7
H.    Hal-hal Yang PerluPerhatian .......................................................................           8
BAB III PENUTUP ................................................................................................. ......... 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... ......... 11

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
            Alam ini diciptakan oleh Allah SWT dengan mekanisme yang sangat menakjubkan, tanpa cacat, semua bermanfaat tanpa ada yang sia-sia, dengan keanekaragaman hayatinya saling mempengaruhi dalam menopang kehidupan. Salah satu makhluk yang paling menakjubkan adalah manusia, bahkan dijadikan sebagai khalifah yang harus memakmurkan bumi. Sebagai khalifah ia harus belajar dari lingkungan hidupnya  dan berkreasi sedemikian rupa  agar kehidupannya dapat berkembang selaras dengan pengetahuan yang ia miliki.

B.     Perumusan Masalah
1.      Apa Psikologi pembelajaran itu ?
2.      Siapakah yang pertama kali mencetuskan Psikologi ?
3.      Bagaimana Pandangan islam tentang psikologi ?

C.     Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
Supaya kita mengetahui siapakah yang pertama kali menggunakan istilah psikologi dan kita mau mengkaji Al-Qur’an sehingga menambah khasanah keilmuan kita.











BAB II
PEMBAHASAN
PSIKOLOGI PEMBELAJARAN DALAM AL-QUR`AN
A.    Pengertian Psikologi
Psikologi Secara harfiah Berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata yaitu : psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Jadi, psikologi berarti ilmu jiwa[1]. William Jamesmenganggap psikologi sebagai ilmu pengetahuan tentang kehidupan mental[2] John B. Watson mengubah definisi psikologi menurut James menjadi ilmu pengetahuan tentang tingkah laku (behaviour) organisme[3]. Caplinmendefinisikan psikologi sebagai“..... the science of human and animal behavior, the study of of the organisme in all its variety and complexity as it responds to the flux and flow of the physical and social events which make up the environment”[4](Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia dan hewan, juga penyelidikan terhadap organisme dalam segala ragam dan kerumitannya ketika mereaksi arus dan perubahan lingkungan).Edwin G. Boring dan Herbert S. Langfeld mendefinisikan psikologi sebagai studi tentang hakikat manusia[5]. Poerbakawatja dan Harahap membatasi psiklogi sebagai “cabang ilmu pengetahuan yang mengadakan penyelidikan aas gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa”. Dimana gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa tersebut meliputi respon organisme dan hubungannya dengan lingkungannya[6]. Jadi kesimpulan tentang pengertian psikologi dari beberapa definisi di atas, dimana psikologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan
Ilmu ini terpisah dari induknya, filsafat, baru pada tahun 1879 ketika Wilhelm Wundt melakukan banyak penelitian tentang tingkah laku manusia dan mengobservasi di dalam laboratorium sehingga ia dianggap Bapak Psikologi Dunia. Sejatnya, Al-Qur’an telah lebih awal berbicara tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan jiwa. Ditengarai lebih dari lima puluh persen ayat Al-Qur’an berbicara atau terkait dengan psikologi. Bahkan sampai sekitar tujuh puluh lima persen[7]. Psikologi Pembelajaran dikhususkan untuk mengetahui perilaku manusia yang terlibat dalam proses pembelajaran, khususnya interaksi peserta didik dalam pembelajaran.

B.     Belajar
Belajar merupakan aktivitas mental  yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkkan perubahan-perubahan yang relatif konstan (berbekas) dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Kata kunci pada proses pembelajaran adalah ‘perubahan’, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak bisa merasakan menjadi bisa merasakan. Belajar meniscayakan adanya interaksi dengan lingkungan baik lingkungan personal maupun lingkungan alam. Manusia dapat belajar dari dari alam[8] dan dari tingkah laku manusia di sekelilingnya melalui proses pelatihan, pembiasaan, nasihat, atau sekedar melalui pengamatan yang membawa pada imitasi.
Belajar melibatkan berbagai instrumen berupa modalitas yang dianugerahkan Allah SWT pada manusia[9] Sensasi, persepsi, berpikir, memori,  adalah rangkaian mekanisme rumit dan menakjubkan yang dimiliki manusia untuk melakukan transformasi pengetahuan. Di antara alat indera (sensasi) yang  dominan dalam transformasi pengetahuan adalah penglihatan dan pendengaran.  Tidak mengherankan kalau di dalam Al-Qur’an selalu digandengkan kedua sensasi itu[10] Penglihata dan pendengaran peserta didik perlu mendapat perhatian khusus secara berkala dari guru agar proses transformasi pengetahuan dapat berjalan dengan baik.
Belajar adalah suatu keniscayaan bagi manusia. UNESCO telah menetapkan perlunya belajar sepanjang hayat (lifelong education) yang sejatinya telah diperkenalkan oleh Islam.  Di dalam Al-Qur’an dijumpai pula banyak ayat yang memotivasi manusia untuk belajar, berusaha memahami apa yang belum dipahami dengan, misalnya, bertanya kepada ahlinya.[11] Bahkan pada ayat 9 Surah Al-Zumar, Allah memberi  penyadaran kepada manusia bahwa orang yang berilmu pengetahuan dengan yang tidak berilmu pengetahuan pasti berbeda.
Manusia belajar melalui interaksi dengan lingkungannya sangat dipengaruhi oleh banyak hal. Secara garis besar hal-hal yang mempengaruhi belajar dapat dikategorikan pada tiga hal.
a. Faktor pribadi (personal), yaitu faktor-faktor yang datang dari diri manusia itu sendiri. Bisa jadi merupakan bawaan sejak lahir, bisa juga karena sesuatu yang dialami sesudahnya baik yang berproses sejak lama ataupun yang relatif masih baru. Faktor-faktor yang masuk dalam kategori ini antara lain: inteligensi, ketajaman indera, kesehatan dan kebugaran, bakat dan minat, dan kemampuan-kemampuan lain yang dimiliki.
b.   Faktor lingkungan, yaitu faktor yang datangnya dari lingkungan alam maupun personal dari orang lain. Dari lingkungan alam misalnya: faktor alam (cuaca), noise (bising, berisik) dari suara kendaraan yang lalu lalang, dsb. Dari lingkungan personal: guru dan orang tua (apalagi jika orangtua divorce, teman sebaya, keluarga batih, suasana kelas misalnya terlalu berdesak-desakan– crowded, dll.)
c.   Faktor Instrumental, yaitu faktor-faktor pendukung yang berkaitan dengan peralatan yang tidak termasuk pada faktor pribadi dan lingkungan. Faktor ini antara lain kesesuaian antara perkembangan peserta didik dengan materi ajar, penggunaan audio-visual aids, alat peraga dan media, dsb

C.     Proses Pengetahuan
Pengetahuan manusia merupakan suatu rangkaian proses yang melibatkan banyak hal, antara lain: sensasi, persepsi, ingatan, berpikir, dsb. Informasi yang diterima oleh indra, sebagai input fisik diteruskan ke dalam memori jangka pendek (short term memory) dalam beberapa saat, kemudian sebagian diteruskan ke memori jangka panjang (long term memory) dan sebagian lagi hilang di tengah perjalanan. Memori jangka pendek adalah tempat informasi transit untuk kemudian diteruskan ke gudang memori.[12] Kapasitasnya amat sangat terbatas. Apabila sudah penuh lalu masuk informasi baru maka informasi lama akan tertindih dan keluar dari ruang itu alias lupa. Kecuali, apabila informasi itu diteruskan ke memori jangka panjang yang kapasitasnya hampir tak terbatas.Selamanya ia akan terus berada di sana.
Perjalanan informasi dari memori jangka pendek ke jangka panjang, menurut Santrock, ada yang bersifat otomatis (automatic processing) dan ada pula yang mesti diupayakan (effortful processing).[13] Yang bersifat otomatis adalah peristiwa-peristiwa yang sangat berkesan, traumatik, melibatkan emosi yang sangat dalam sehingga tanpa diperlukan banyak usaha ia sudah meluncur ke dalam gudang memori jangka panjang. Sedangkan proses yang diupayakan (efforful processing) adalah hal-hal yang sebenarnya tidak begitu berkesan tetapi kita anggap suatu saat mungkin diperlukan, misalnya bahan pelajaran untuk ujian, bahan ceramah Nuzulul Qur’an, dsb. Manusia cenderung hanya memproses detil informasi ke dalam penyimpanan memorinya hal-hal yang dianggapnya berguna untuk tujuan-tujuan praktis dalam kehidupan. “Psychologists believe that humans tend to encode only the details that they need for practical purposes”.[14]

D.    Motivasi
Motif sering diartikan sebagai dorongan dari dalam diri (drive). Dorongan ini penting untuk memberi energi kepada tingkah laku. Misalnya seseorang sedang lapar maka ia terdorong untuk mencari makanan. Lapar itu ketidakseimbangan, ketidakseimbangan menimbulkan kebutuhan, kebutuhan mendorong tingkah laku (dalam hal ini, mencari makanan), kenyang adalah kepuasan (kembali seimbang), sampai pada suatu saat lapar dan siklus ini terjadi lagi. Keseimbangan pada diri manusia membawa kepuasan atau kebahagiaan. Mekanisme keseimbangan ini sering disebut dengan homeostatis (equilibrium). Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam kondisi serba seimbang[15] setiap kali terjadi ketidakseimbangan manusia terdorong untuk melakukan pemenuhan.
Secara umum motivasi dibagi menjadi dua:

a.       Motivasi intrinsik,
yaitu motivasi yang muncul dari dalam diri sendiri. Karena sistem tubuh kita menghendaki keseimbangan terus menerus (mekanisme homeostatis) maka setiap kali ada yang mengganggu homeostatis itu kita cenderung melakukan penyesuaian-penyesuaian yang menyenangkan. Ketika kita haus, sebuah faktor yang terjadi dalam diri kita karena kekurangan cairan, maka kita termotivasi mencari air. Seorang santri rajin sekali membaca berbagai kitab tafsir karena ia ingin menjadi mufassir yang handal.


b.      Motivasi ekstrinsik
adalah motivasi yang muncul disebabkan oleh hal-hal yang berasal dari luar diri sendiri. Seorang qari’ berlatih sepanjang hari agar bisa menjuarai MTQ Nasional karena sebelumnya ia menginginkan pergi haji gratis sebagai hadiah bagi juara I. Terdorong memperoleh hadiah pergi haji gratis itu lalu ia melakukan latihan keras.

Ada kecenderungan pada manusia selalu melakukan apa yang menyenangkannya. Hukum ini diperkenalan oleh Thorndike dengan istilah ‘law of effect’ (asas manfaat, atau hukum kepuasan)[16] Ingat: PAIKEM.

E.     Kesulitan Belajar
Tidak dapat diingkari bahwa kecepatan belajar pada setiap manusia berbeda-berbeda. Ada yang cepat mencamkan atau memahami suatu hal tapi ada juga yang sangat lamban. Tergantung pada banyak faktor, misalnya faktor personal yang terkait dengan kemampuan inteligensi, kondisi fisik dan mental, atau faktor-faktor lain yang terkait dengan instrumental dan lingkungan yang dapat memengaruhi transformasi pengetahuan.
Ciri umum pada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar adalah prestasi yang terus menurun atau prestasinya sangat jauh di bawah potensi sebenarnya (underachiever), tidak terjadi interaksi positif pada hampir semua materi yang diajarkan, tingkah laku yang menyimpang. Peserta didik yang mengalami hal ini boleh jadi mengalami kesulitan belajar (learning disabilities atau learning difficulties).
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan, dengan urutan sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi kesulitan belajar
b. Mendiagnosis sebab-sebab kesulitan belajar
c. Memutus faktor penyebab
d. Memberi solusi (treatment) terhadap kesulitan belajar
e. Melakukan pengajaran remedial (remedial teaching) untuk mengejar ketertinggalan mereka
Bagi peserta didik yang speed belajarnya cepatmereka dapat diberikan pengayaan materi atau enrichment, sementara yang lamban diberi remedial teaching,.


F.      Bimbingan dan Konseling (guidance and counselling)
Bimbingan sering dimaknai sebagai proses pemberian bantuan atau pendampingan kepada individu agar ia dapat memahami dirinya sehingga sanggup menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan kehidupan pada umumnya. Bimbingan dan konseling bertujuan agar individu mampu mengambil tindakan tepat, memecahkan masalah yang dihadapinya dengan benar, dan mampu mengembangkan potensinya secara optimal.

G.    Beberapa Kondisi Riil di Lapangan
Suatu kenyataan bahwa mutu sekolah-sekolah yang berciri khas Islam dari tahun ke tahun masih berada pada peringkat bawah (terlepas dari konten dan cara penilaian yang dilakukan oleh pemerintah, apakah sudah tepat atau belum). Beberapa kondisi yang umum terjadi pada proses kegiatan pembelajaran di sekolah/madrasah antara lain:

1.      Metodologi pengajaran masih bersifat konvensional:
Ceramah, menyalin, menghafal secara rote memory, tanpa mengetahui makna dan kegunaannya dalam kehidupan. Umumnya dimulai dari dalil naqli yang disalin, diterjemah, lalu diterangkan sekedarnya tanpa adanya korelasi dengan kehidupan aktual saat ini. Entering behavior kadang-kadang tidak diperhatikan lagi karena terpaku pada ketuntasan materi dengan metode yang monoton. Seolah-olah tidak ada lagi metode pengajaran selain ceramah.

2.      Materi (konten) dan contoh-contoh selalu sama
Yang ditampilkan dari itu ke itu sehingga nyaris tanpa pengembangan. Bahkan ada kesan bahwa materi berikut contoh-contoh yang diberikan tak pernah mengalami perubahan dari waktu ke waktu sejak gurunya guru menjadi murid, misalnya contoh fardhu kifayah pasti mengurus jenazah.

3.      Penggunaan media sangat minim,
Bahkan ditengarai bahwa PAI paling kurang dalam memanfaatkan multimedia. Guru sering mengeluhkan hal ini dan menganggap bahwa berbagai media kurang cocok untuk PAI karena sifatnya yang abstrak terutama yang menyangkut aqidah.

4.      Interaksi benuansa tarhib daripada targib.
Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan punishment (hukuman) dan bukan reward (ganjaran). Peserta didik ditakut-takuti dengan neraka lebih banyak ketimbang supporting rahmat Allah yang dapat mengantarkan manusia menuju surga. Dengan pendekatan ini peserta didik seringkali menggambarkan Tuhan sebagai algojo yang haus akan balas dendam.

H.    Hal-hal Yang Perlu Perhatian
Dari persoalan-persoalan yang dikemukakan di atas ada beberapa langkah menurut hemat penulis yang mendesak harus dilakukan agar Pendidikan Agama Islam di sekolah/madrasah melalui ujung tombak pendidikan, yakni guru. Melakukan kaji ulang terhadap berbagai strategi mengajar penting dilakukan agar PAI, termasuk Tafsir-Hadis, memiliki makna bagi kehidupan peserta didik. Kaji ulang itu meliputi antara lain:

1.      Melakukan Redefinisi
            Berbagai term yang selama ini dianggap 'paten' perlu ditinjau ulang karena bergesernya nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Term 'sunnah' tidak lagi bisa didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang jika dilakukan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak apa-apa. Karena, anak sekarang akan mengambil 'tidak apa-apa' itu. Seharusnya diubah menjadi: suatu perbuatan terpuji, dianjurkan, dan berpahala jika dikerjakan. (Tanpa menyebut lagi kalau tidak dilakukan tidak apa-apa). Pemahaman tekstual dan kontekstual dalam berbagai hal perlu diuraikan secara jelas, fleksibilitas terhadap kekakuan fikih perlu dikembangkan.

2.      Menampilkan Kebermaknaan
            Kebermaknaan di sini dimaksudkan sebagai pembumian ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari yang nyata[17]. Ajaran agama memiliki makna bagi siapa pun yang menjalankannya, bukan sekedar taklif atau kewajiban menjalankan perintah Allah. Salat yang kita lakukan bukanlan beban, tapi ia adalah bagian dari terima kasih kita kepada Allah yang telah memberi banyak sekali nikmat. Mengapa kita wajib ihsan kepada orangtua karena orangtua telah merawat, membimbing, mendidik kita sejak kecil. Mengapa hewan tidak ada kewajiban itu, karena rata-rata hewan-hewan yang ada di sekeliling kita pada umumnya tidak memerlukan perawatan begitu lama. Bahkan banyak diantaranya hanya dengan hitungan menit sudah bisa berdiri dan langsung cari makan. Hikmah-hikmah seperti ini yang penting digali untuk menyadarkan manusia, baik yang berkait dengan intrapersonal (relasi manusia dengan dirinya menyangkut sensasi, persepsi, berpikir, berkreasi, dsb), interpersonal (relasi manusia dengan sesamanya), maupun metapersonal (relasi manusia dengan Tuhannya).

3.      Memberi Contoh Aktual
            Dalam banyak hal seringkali muncul kekhawatiran para guru dalam memberikan contoh-contoh aktual ajaran agama. Cermatilah kebiasaan guru dalam memberi contoh takdir, umumnya mereka menyebut kematian, rezeki, jodoh, dsb. Jarang memberi contoh misalnya bentuk wajah kita, terlahir dari ayah dan ibu kita (artinya itu merupakan ketetapan Allah), mata kita ada dua, dsb. yang sangat dikenal dan dekat dengan kehidupan peserta didik.

4.      Melakukan Penetrasi Interdisiplin
            Dalam kurikulum kita saat initerdapat istilah spider web (jaring laba-laba) yang diharapkan menghubungkan suatu topik tertentu dengan berbagai disiplin ilmu yang ada sehingga dalam kurun waktu yang sama semua bidang studi berbicara tentang satu topik dengan sudut pandang masing-masing. Dengan interdisiplin akan terjadi penetrasi ke berbagai bidang ilmu yang dapat mengantarkan pemahaman mendalam tentang pelajaran agama yang dibahas. Keyakinan adanya rasul, wahyu, hal-hal gaib dapat diterangkan dengan menggunakan disiplin ilmu lain.

5.      Mendahulukan Pendekatan Tabsyir
            Pertanyaan paling umum yang sering dilontarkan guru ketika pertama kali masuk kelas adalah: siapa yang tidak masuk, siapa yang tak mengerjakan tugas, siapa yang tidak …, tidak … dst. Pernahkah Anda mendengar guru memuji muridnya karena bisa datang lebih awal dari yang ditentukan tata tertib, atau telah lebih dahulu masuk kelas dengan tertib, atau makan dengan tertib dan berbasmalah atau hal lain yang seharusnya mendapatkan pujian.

6.      Melakukan Kombinasi Metode
            Ada satu ungkapan bahwa tidak ada satu metode yang pas untuk semua orang, sepanjang waktu, dan di semua tempat. Metode harus dicaritemukan dengan melihat berbagai variabel yang ada.Dalam penelitian ditemukan bahwa metode ceramah hanya menyumbang (5 %) bagi efektivitas pembelajaran, dengan peragaan (30 %), dengan melakukan atau praktek (75 %), dengan kemampuan mengajarkan kepada orang lain (90 % efektif)[18].
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwapada tahun 1879 ketika Wilhelm Wundt melakukan banyak penelitian tentang tingkah laku manusia dan mengobservasi di dalam laboratorium sehingga ia dianggap Bapak Psikologi Dunia. Sejatnya, Al-Qur’an telah lebih awal berbicara tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan jiwa. Ditengarai lebih dari lima puluh persen ayat Al-Qur’an berbicara atau terkait dengan psikologi. Bahkan sampai sekitar tujuh puluh lima persen. Psikologi Pembelajaran dikhususkan untuk mengetahui perilaku manusia yang terlibat dalam proses pembelajaran, khususnya interaksi peserta didik dalam pembelajaran.

B.     Saran
Dalam Al-Qur’an merupakan komunitas yang cukup kaya dengan literatur-literatur Psikologi. Namun tampaknya kurang mendapat kajian yang cukup serius dikalangan akademisi islam dan lebih condong mengambil referensi dari dunia barat. Oleh karena itu, jika dilakukan pengkajian terhadap ayat-ayat Al-Qur’an tersebut dimungkinkan akan lebih memperkaya dan sekaligus menghargai khazanah keislaman sesuai dengan posisinya masing-masing. Untuk itu, menjadi penting jika dilakukan pengkajian lebih lanjut tentang literatur Psikologi yang bersumber dari Al-Qur’an yang lainnya.













DAFTAR PUSTAKA
1.      Ahmad Musthafa Al-Maragi. Tafsir al-Maragi. Mesir: Musthafa al-Bab al-Halabi wa Awladuh.
2.      Al- ‘Aliyy. Al-Qur’an dan Terjemahannya, cv Diponegoro, Jl. M. Toha 44-46 Bandung 40252.
3.      Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al-Qur’an,
4.      M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an,
5.      Rani Anggraeni Dewi,  “Kepribadian (Psikologi Al-Qur’an)”, dalam www.pusakahati. com, 28 Desember 2009.


[1](Syah, 1997 / hal. 7)
[2](Syah, 1997/ hal. 8)
[3](Syah, 1997/ hal. 8)
[4](Syah, 1997/ hal. 8)
[5](Sarwono dalam Syah, 1997 / hal.8)
[6](Syah, 1997 / hal.8)
[7]Zakiah Darajat
[8]Misalnya mengamati sesuatu yang menarik perhatian atau mengimitasi sesuatu yang terjadi di sekitar lingkungan alam kita. Kasus Qabil yang belajar dari tingkah laku burung pada SurahAl-Maidah/5: 31.
[9]Dalam bahasa Ahmad Musthafa Al-Maragi disebut hidayah, ada lima kategori: hidayah al-ilham (instink), hidayah al-hawass (indra), hidayah al-‘aql (inteligensi), hidayah al-adyan wa al-syarai‘ (hukum-hukum agama). Lihat Ahmad Musthafa Al-Maragi. Tafsir al-Maragi. Mesir: Musthafa al-Bab al-Halabi wa Awladuh, juz I, hal. 35
[10]Lihat misalnya Surah An-Nahl/16: 78, Al-Isra/17: 36, Al-Mu’minun/23: 78, As-Sajadah/32: 9, Al-Mulk/67: 23.
[11]Surah An-Nahl/16: 43, Al-Anbiya’/21: 7
[12]N. L. Gage dan David C. Berliner,Educational Psychology, Boston: Houghton Mifflin Company, 1988, hal.280-281.
[13]John W. Santrock,Psychology: The Science of Mind and Beha­vior, Iowa: Wm. C. Brown Publishers, 1986, hal. 190.
[14]Linda L. Davidoff, Introduction to Psychology, New York: McGraw-Hill Book Company, 1987, hal.196.
[15]Lihat Surah Al-Infithar/82: 7
[16]Clifford T. Morgan, et.al., Introduction to Psychology, New York: McGraw-Hill Book Company, 1986, hal. 150.
[17]Istilah Quraish
[18]Edgar Dale (2003)