Minggu, 29 April 2012

shalat dhuha

Yang di maksud sholat dhuha adalah sholat sunat yang di kerjakan ketika pagi hari pada saat matahari sedang naik. Shalat dhuha ini mempunyai kedudukan dan keutamaan yang tinggi sehingga salah suatu hadis yang di terangkan oleh imam syaukani berkata bahwa dua rakaat shalat dhuha dapat menggantikan 360 kali sedekah.
Sholat dhuha merupakan salah satu sholat yang penting dan secara khusus mempunyai arti sholat yang berhubungan dengan permohonan limpahan anugrah rizqi.
 
Keutamaan Sholat Dhuha

Sunat Dhuha adalah salah satu shalat sunat yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka
adalah kebaikan bagi kita untuk mengetahui sunnah ini.

Dari Abu Dzar, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Pada pagi hari setiap tulang (persendian) dari
kalian akan dihitung sebagai sedekah. Maka setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil
adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, memerintahkan kebaikan (amar ma’ruf) dan melarang dari berbuat
munkar (nahi munkar) adalah sedekah. Semua itu cukup dengan dua rakaat yang dilaksanakan di waktu Dhuha.”
[HR. Muslim, Abu Dawud dan riwayat Bukhari dari Abu Hurairah]
Dari Abu Hurairah, ia berkata: “Kekasihku Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah berwasiat kepadaku tiga perkara: [1] puasa
tiga hari setiap bulan, [2] dua rakaat shalat Dhuha dan [3] melaksanakan shalat witir sebelum tidur.”
[HR. Bukhari, Muslim, Turmuzi, Abu Dawud, Nasa’i, Ahmad dan Ad-Darami]
Dari Abud Darda, ia berkata: “Kekasihku telah berwasiat kepadaku tiga hal. Hendaklah saya tidak pernah meninggalkan
ketiga hal itu selama saya masih hidup: [1] menunaikan puasa selama tiga hari pada setiap bulan, [2] mengerjakan
shalat Dhuha, dan [3] tidak tidur sebelum menunaikan shalat Witir.”
[HR. Muslim, Abu Dawud, Turmuzi dan Nasa’i]
Anjuran Sholat Dhuha
Dari Aisyah, ia berkata: “Saya tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunaikan
shalat Dhuha, sedangkan saya sendiri mengerjakannya. Sesungguhnya Rasulullah SAW pasti akan meninggalkan
sebuah perbuatan meskipun beliau menyukai untuk mengerjakannya. Beliau berbuat seperti itu karena khawatir jikalau
orang-orang ikut mengerjakan amalan itu sehingga mereka menganggapnya sebagai ibadah yang hukumnya wajib
(fardhu).”
[HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, Malik dan Ad-Darami]
Dalam Syarah An-Nawawi disebutkan:
Aisyah berkata seperti itu karena dia tidak setiap saat bersama Rasulullah. Pada saat itu Rasulullah memiliki istri
sebanyak 9 (sembilan) orang. Jadi Aisyah harus menunggu selama 8 hari sebelum gilirannya tiba. Dalam masa 8 hari
itu, tidak selamanya Aisyah mengetahui apa-apa yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah istri
beliau yang lain.
Keutamaan Sholat Dhuha
ari Anas [bin Malik], bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa mengerjakan shalat Dhuha
sebanyak 12 (dua belas) rakaat, maka ALLAH akan membangunkan untuknya istana di syurga”.

[HR. Turmuzi dan Ibnu Majah, hadis hasan]
Dari Abu Said [Al-Khudry], ia berkata: Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat Dhuha,
sehingga kami mengira bahwa beliau tidak pernah meninggalkannya. Dan jika beliau meninggalkannya, kami mengira
seakan-akan beliau tidak pernah mengerjakannya”.
[HR. Turmuzi, hadis hasan]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Shalat Dhuha itu dapat mendatangkan rejeki dan menolak kefakiran.
Dan tidak ada yang akan memelihara shalat Dhuha melainkan orang-orang yang bertaubat.”

[HR.
Waktu Sholat Dhuha
Dari Zaid bin Arqam, bahwa ia melihat orang-orang mengerjakan shalat Dhuha [pada waktu yang belum begitu siang],
maka ia berkata: “Ingatlah, sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa shalat Dhuha pada selain saat-saat seperti
itu adalah lebih utama, karena sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Shalatnya orang-orang
yang kembali kepada ALLAH adalah pada waktu anak-anak onta sudah bangun dari pembaringannya karena tersengat
panasnya matahari”.
[HR. Muslim]
Penjelasan:
Anak-anak onta sudah bangun karena panas matahari itu diqiyaskan dengan pagi hari jam 08:00 AM, adapun sebelum
jam itu dianggap belum ada matahari yang sinarnya dapat membangunkan anak onta.
Waktu-waktu Haram
Dari Ibnu Abbas berkata: “Datanglah orang-orang yang diridhai dan ia ridha kepada mereka yaitu Umar, ia berkata
bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang sholat sesudah Subuh hingga matahari bersinar, dan sesudah
Asar hingga matahari terbenam.”
[HR. Bukhari]
Dari Ibnu Umar berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Apabila sinar matahari terbit maka akhirkanlah
(jangan melakukan) sholat hingga matahari tinggi. Dan apabila sinar matahari terbenam, maka akhirkanlah (jangan
melakukan) sholat hingga matahari terbenam”.
[HR. Bukhari]
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang dua sholat. Beliau melarang sholat sesudah
sholat Subuh sampai matahari terbit dan sesudah sholat Asar sampai matahari terbenam.
[HR. Bukhari]
Dari Muawiyah ia berkata (kepada suatu kaum): “Sesungguhnya kamu melakukan sholat (dengan salah). Kami telah
menemani Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, kami tidak pernah melihat beliau melakukan sholat itu karena beliau
telah melarangnya, yaitu dua rakaat sesudah sholat Asar”.
[HR. Bukhari]
Dari Uqbah bin Amir: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang sholat pada tiga saat: (1) ketika terbit matahari
sampai tinggi, (2) ketika hampir Zuhur sampai tergelincir matahari, (3) ketika matahari hampir terbenam.”
[HR. Bukhari]
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah melarang sholat pada waktu tengah hari tepat
(matahari di atas kepala), sampai tergelincir matahari kecuali pada hari Jumat.
[HR. Abu Dawud]
Menurut jumhur ulama, sholat ini adalah sunat Tahiyatul Masjid, selain sholat ini tetap dilarang melakukan sholat apapun.
Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: “Matahari terbit dengan diikuti setan. Pada waktu mulai terbit,
matahari berada dekat dengan setan, dan ketika telah mulai meninggi berpisah darinya. Pada waktu matahari berada
tepat di tengah-tengah langit, ia kembali dekat dengan setan, dan ketika telah zawal (condong ke arah barat) ia berpisah
darinya. Pada waktu hampir terbenam, ia dekat dengan setan, dan setelah terbenam ia berpisah lagi darinya.”
[HR. Nasa’i]
Waktu-waktu itu adalah waktu yang haram untuk shalat. Artinya apabila kita melakukan shalat sunat pada waktu haram,
maka bukan pahala yang kita dapatkan, melainkan dosa.
Waktu-waktu haram yang mengapit shalat Dhuha:
Waktu haram #1 = sesudah Shalat Subuh hingga matahari bersinar, atau kurang lebih sejak jam 06:00 AM hingga 07:45
AM
Waktu haram #2 = ketika hampir masuk waktu Zuhur hingga tergelincir matahari, atau kurang lebih jam 11:30 AM hingga
12:00 PM
Jumlah Raka'at Sholat Dhuha
4 RAKAAT
Dari Mu’dzah, bahwa ia bertanya kepada Aisyah: “Berapa jumlah rakaat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
menunaikan shalat Dhuha?”
Aisyah menjawab: “Empat rakaat dan beliau menambah bilangan rakaatnya sebanyak yang beliau suka.”
[HR. Muslim dan Ibnu Majah]
12 RAKAAT
Dari Anas [bin Malik], bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa mengerjakan shalat Dhuha
sebanyak 12 (dua belas) rakaat, maka ALLAH akan membangunkan untuknya istana di syurga”.
[HR. Turmuzi dan Ibnu Majah, hadis hasan]
8 RAKAAT
Dari Ummu Hani binti Abu Thalib, ia berkata: “Saya berjunjung kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tahun
Fathu (Penaklukan) Makkah. Saya menemukan beliau sedang mandi dengan ditutupi sehelai busana oleh Fathimah
putri beliau”.
Ummu Hani berkata: “Maka kemudian aku mengucapkan salam”. Rasulullah pun bersabda: “Siapakah itu?” Saya
menjawab: “Ummu Hani binti Abu Thalib”. Rasulullah SAW bersabda: “Selamat datang wahai Ummu Hani”.
Sesudah mandi beliau menunaikan shalat sebanyak 8 (delapan) rakaat dengan berselimut satu potong baju. Sesudah
shalat saya (Ummu Hani) berkata: “Wahai Rasulullah, putra ibu Ali bin Abi Thalib menyangka bahwa dia boleh
membunuh seorang laki-laki yang telah aku lindungi, yakni fulan Ibnu Hubairah”.
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “sesungguhnya kami juga melindungi orang yang kamu lindungi,
wahai Ummu Hani”.
Ummu Hani juga berkata: “Hal itu (Rasulullah shalat) terjadi pada waktu Dhuha.”
[HR. Muslim]
Tata Cara Sholat Dhuha
Berniat untuk melaksanakan shalat sunat Dhuha setiap 2 rakaat 1 salam. Seperti biasa bahwa niat itu tidak harus
dilafazkan, karena niat sudah dianggap cukup meski hanya di dalam hati.
Membaca surah Al-Fatihah
Membaca surah Asy-Syamsu (QS:91) pada rakaat pertama, atau cukup dengan membaca Qulya (QS:109) jika tidak
hafal surah Asy-Syamsu itu.
Membaca surah Adh-Dhuha (QS:93) pada rakaat kedua, atau cukup dengan membaca Qulhu (QS:112) jika tidak hafal
surah Adh-Dhuha.
Rukuk, iktidal, sujud, duduk dua sujud, tasyahud dan salam adalah sama sebagaimana tata cara pelaksanaan shalat
fardhu.
Menutup shalat Dhuha dengan berdoa. Inipun bukan sesuatu yang wajib, hanya saja berdoa adalah kebiasaan yang
sangat baik dan dianjurkan sebagai tanda penghambaan kita kepada ALLAH.
Sebagaimana shalat sunat lainnya, Dhuha dikerjakan dengan 2 rakaat 2 rakaat, artinya pada setiap 2 rakaat harus
diakhiri dengan 1 kali salam.
Adapun surah-surah yang dibaca itu tidak ada hadis yang mengaturnya melainkan sekedar ijtihad belaka, kecuali
membaca Qulya dan Qulhu adalah sunnah Rasulullah, tetapi bukan untuk shalat Dhuha, melainkan shalat Fajr. Kita
tidak dibatasi membaca surah yang manapun yang kita sukai, karena semua Al-Qur’an adalah kebaikan.
Doa pun tidak dibatasi, kita boleh berdoa apa saja asalkan bukan doa untuk keburukan.
Doa yang terkenal dalam mazhab Syafi’i ada pada slide selanjutnya. Selain doa itu kita boleh membaca doa yang kita
sukai. Namun karena ada aturan mazhab, maka hendaklah kita jangan melupakan agar memulai doa itu dengan
menyebut nama ALLAH, memuji syukur kepada-NYA dan kemudian bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW.
اللَّهُمَّ إِنَّ الضُّحَاءَ ضُحَاءُكَ وَالْبَهَاءَ بَهَائُكَ وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ . اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ رِزْقِي فِي الْسَمَاءِ فَأَنْزِلْهُ وَإِنْ كَانَ فِيْ الأَرْضِ فأَخْرِجْهُ وَإِنْ كَانَ مَعْسِرًا فَيَسِّرْهُ وَإِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَإِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَائِكَ وَجَمَالِكَ    وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِي مَا أَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ
Artinya:
“Ya Allah, sesungguhnya waktu dluhaa adalah waktu dluhaa-Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, kebagusan adalah kebagusan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, kekuasaan adalah kekuasaan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu. Ya Allah, apabila rizqi kami di atas langit, turunkanlah, bila dalam bumi, keluarkanlah, bila sukar, mudahkanlah, bila haram, sucikanlah, bila jauh, dekatkanlah, dengan hak waktu dluhaa, keagungan, kebagusan, kekuatan dan kekuasaan-Mu. Berilah kepada kami apa-apa yang telah Engkau berikan kepada hamba-hamba-Mu yang shalih-shalih.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar