Rabu, 20 Juni 2012

KH. M. HASYIM ASYI’ARI


MAKALAH
KONSEP PENDIDIKAN KH. M. HASYIM ASYI’ARI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Semester IV
 Program Strata Satu (S.1) Tarbiyah
Mata kuliah : Perkembangan Pemikiran Pendidikan Islam
Dosen pembimbing : H. M. Slamet Yahya, M. Ag
STAINU LOGO.jpg






Disusun Oleh :
1.      Al Ma’arif                                                 NIM : 2103944
2.      Ismiati                                                       NIM : 2104158
3.      Muhammad Syaeful Abdulloh                 NIM : 2103958

KELAS : IV/ D/ PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(STAINU) KEBUMEN
2012
KATA PENGANTAR
            Puji syukur Alhamdulillah, kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dihayah, serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul “ KONSEP PENDIDIKAN KH. M. HASYIM ASYI’ARI ” ini dengan lancar. Shalawat serta salam kita panjatkan atas junjungan kita nabi Agung Muhammad SAW yang senantiasa kita harapkan syafaatnya baik di dunia maupun di akhirat nanti.
            Tidak ketinggalan pula kami ucapkan terimakasih kepada H. M. Slamet Yahya, M. Ag selaku dosen pembimbing mata kuliah Perkembangan Pemikiran Pendidikan Islam, serta semua pihak yang telah membantu tersusunnya makalah ini
            Apabila terdapat banyak kesalahan dalam makalah ini kami mohon maaf karena kami hanya manusia biasa yang penuh akan kehilafan dan kekurangan, selanjutnya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca yang budiman sangat kami harapkan demi perbaikan makalah kami ini.




                                                                                    Kebumen,. . .  Juni 2012

                                                                                              Penyusun





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ ......... i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ......... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. ......... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ ......... 1
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................           2
A. Riwayat Hidup KH. M. Hasyim Asyi’ari  ............................................... ......... 2
B. Guru-Guru KH. M. Hasyim Asyi’ari di Makkah ............................................... 3
C. Kitab-kitab Karya KH. M. Hasyim Asyi’ari ...................................................... 4
D. Pemikiran Pendidikan ........................................................................................ 4
BAB III PENUTUP ...........................................................................................................   12
A.    Kesimpulan ............................................................................................ ......... 12
B.     Saran ................................................................................................................   12
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................   13

BAB I
PENDAHULUAN
KH. M. Hasyim Asy’ari adalah salah seorang pendiri lembaga pesantren yang memiliki berbagai pemikiran disiplin ilmu, di antaranya teologi, tasawuf, fiqh, dan pendidikan. Bahkan masyarakat Indonesia lebih banyak mengenal KH. H. Hasyim Asy’ari sebagai tokoh pendirian Nahdlatul Ulama, sebuah organisasi keagamaan yang saat ini terbesar di Indonesia. Kajian yang dikembangkan dalam makalah ini dibatasi pada konsep pendidikan KH. M. Hasyim Asy’ari dengan fokos pada kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim fi ma yahtaj ilaih al-Muta’alim fi ahwal ta’limihi wa ma yatawaqaf ‘alaih al-mu’allim fi maqamat ta’limihi. Yang berisi teori pendidikan yang menekankan pada aspek rasa yang bertumpu pada hati (qalbu). Teori ini akan banyak mempergunakan peran rasa, daripada rasio atau lainnya. Oleh karena itu, dalam banyak hal corak pemikirannya tidak selalu dapat diterima secara nalar-rasional. Aksentuasi pada qalbu ini lebih mengedepankan pada ranah afektif.












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Riwayat Hidup KH. M. Hasyim Asy’ari
Nama lengkap beliau adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd al-Wahid ibn ‘Abd al-Halim (Pangeran Bona) ibn Abd al-Rahman (Jaka Tingkir), Sultan Hadiwijaya ibn Abdullah ibn Abdu al-‘Aziz ibn Abd al-Fatih ibn Maulana Ishaq dari Raden ‘Ain al-Yaqin (Sunan Giri).[1] Beliau lahir di Gedang, sebuah desa di daerah Jombang, Jawa Timur, pada hari Selasa Kliwon 24 Dzulqa’dah 1287 H. Bertepatan dengan tanggal 14 Pebruari 1871.[2] KH. M. Hasyim Asy’ari wafat pada tanggal 25 Juli 1947 pukul 03.45 bertepatan dengan tanggal 7 Ramadhan tahun 1366 dalam usia 79 tahun.[3]
Semasa kecil, KH. M. Hasyim Asy’ari mendapatkan pendidikan dari ayahnya sendiri, ‘Abd al-Wahid, terutama pendidikan dibidang Ilmu-ilmu al-Qur’an dan penguasaan beberapa literatur keagamaan. Setelah itu, ia pergi untuk menuntut ilmu keberbagai Pondok Pesantren, terutama di Pulau Jawa,yang meliputu Shona, Siwalan Buduran, Langitan Tuban, Demangan Bangkalan, dan Sidoarjo. Setelah lama menimba ilmu di pondok pesantren Sidoarjo, ternyata KH. M. Hasyim Asy’ari merasa terkesan untuk melanjutkan studinya. Ia berguru kepada KH. Ya’kub yang merupakan Kyai di pesantren tersebut. Kyai Ya’kub lambat laun merasakan kebaikan dan ketulusan KH. M. Hasyim Asy’ari dalam perilaku kesehariannya, sehingga kemudian beliau menjodohkan dengan puterinya, Khadijah.[4] Tepat pada usia 21 tahun,
Setelah menikah KH. M. Hasyim Asy’ari berangkat ke Makkah bersama istri dan Mertuanya untuk menjalankan ibadah haji kemudian bermukim untuk menuntut ilmu, setelah bermukim di Mekkah kurang lebih tujuh bulan, istri KH. M. Hasyim Asy’ari melahirkan seorang Putra yang diberi nama Abdullah. Aka tetapi beberapa hari kemudian istrinya meninggal dunia. Bahkan, selang kurang empat puluh hari dari wafat istrinya, putra tercintanya, Abdullah, meninggal dunia. Akhirnya pada tahun berikutnya, KH. M. Hasyim Asy’ari kembali ke Indonesia bersama mertuanya. Tidak lama kemudian, KH. M. Hasyim Asy’ari pergi ke Makkah bersama adik kandungnya yang bernama Anis pada tahun 1309 H/ 1893 M untuk menuntut ilmu.

B.     Guru – guru KH. M. Hasyim Asyi’ari di Makkah :
1.      Syaikh Mahfudz al-Tarmisi bin Kyai Abdullah (pemimpin pesantren Tremas)
2.      Syaikh Ahmad Khatib dari Minangkabau (seorang imam di Masjid al-Haram)
3.      Syaikh al-‘Allamah Abdul Hamid al-Darustani
4.      Syaikh Muhammad Syuaib al-Maghribi
5.      Syaikh Ahmad Amir al-Athar
6.      Sayyid Sultan ibn Hasyim
7.      Sayyid Ahmad ibn Hasan al-Attar
8.      Syaikh Sayyid Yamay
9.      Sayyid Alawi ibn Ahmad al-Saqqaf
10.  Sayyid Abbas Maliki
11.  Sayyid Abdullah al-Zawawy
12.  Syaikh Shaleh Bafadhal
13.  Syaikh Sultan Hasyim Dagastani[5]
Perjalanan intelektual KH. M. Hasyim Asyi’ari di Makkah berlangsung selama 7 tahun Sepulangnya dari menuntut ilmu di Makkah Kiai Hasyim kemudian menikah dengan Nyai Nafiqoh, putri Kiai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan Madiun. Dari pernikahan ini Kiai Hasyim dikaruniai 10 anak, yaitu: (1) Hannah, (2) Khoiriyah, (3) Aisyah, (4) Azzah, (5) Abdul Wahid, (6) Abdul Hakim (Abdul Kholik), (7) Abdul Karim, (8) Ubaidillah, (9) Mashuroh, (10) Muhammad Yusuf dan pada tanggal 6 Februari 1906 atau 26 Rabi’ al-Awwal 1320 H Beliau mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng.
 Pada akhir dekade 1920an, Nyai Nafiqoh wafat sehingga Kiai Hasyim menikah kembali dengan Nyai Masruroh, putri Kiai Hasan, pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Dari pernikahan ini, Kiai Hasyim dikarunia 4 orang putra-putri, yaitu: (1) Abdul Qodir, (2) Fatimah, (3) Khotijah, (4) Muhammad Ya’kub. Di Pesantren Tebuireng beliau banyak melakukan aktivitas-aktivitas sosial-kemanusiaan, dengan dukungan para ulama besar di Jawa, seperti Syek Abdul Wahhab dan Syekh Bishri Syansuri, pada tanggal 31 Januari 1926 atau 16 Rajab 1344 H[6] Beliau mendirikan Organisasi Nahdlatul Ulama.
C. Kitab-kitab karya KH. M Hasyim Asyi’ari
1. Adabul Alim wal Muta'alim
2. Risalah Ahlisunnah wal jamaah.
3. At Tibyan Fi Nahyi an Muqotho'atil arhami wal ihwan.
4. Muqaddimah Qanun Asasi li Nahdlatul Ulama'
5. Risalah fi Ta'akkudil akhdzi bi Madzhahibil Arba'ah
6. Risalah tusamma bil Mawa'idz
7. Arba'ina Haditsan fi Mabadi'l Nadlatul Ulama'
8. Nurul Mubin fi Mahabbati Sayyidil Mursalin
9. Ziayadatu Ta'liqot
10. Tanbihatul Wajibat
11. Dlou'ul Misbah fi Bayani Ahkami Nikah
12. Miftahul Falah fi Ahaditsi Nikah
13. Audhohul Bayan fima yata'alaqu bi wadzo'ifi Romadlon
14. Abyani Nidzom
15. Ahsanil Kalam
16. Irsyadul Mu'minin
17. Manasik Sughro li qosidi Ummi Quro
18. Jami'atul Maqosid fi Bayani Tauhid wal Fiqhi wa tashowwuf
19. Al Jasus fi Bayani ahkami Nakus[7]
 
D.    Pemikiran Pendidikan
1)      Adab al-‘Alim
Karya kependidikan KH. M. Hasyim Asy’ari berjudul Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim fi ma yahtaj ilaih al-Muta’alim fi ahwal ta’limihi wa ma yatawaqaf ‘alaih al-mu’allim fi maqamat ta’limihi. Karya ini selesai disusun oleh KH. M. Hasyim Asy’ari pada hari Ahad tanggal 22 Jumaday al-Tsani tahun 1343 H[8]. KH. M. Hasyim Asy’ari menulis kitab ini didasarkan atas kesadaran akan perlunya literatur yang membahas tentang etika (adab) dalam mencari ilmu pengetahuan. Menuntut ilmu merupakan pekerjaan yang sangat luhur sehingga orang yang mencarinya harus memperlihatkan etika-etika yang luhur pula[9].
2)      Kandungan Adab al-‘Alim
Kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim, secara keseluruhan, terdiri atas delapan bab yang terdiri atas:
BAB 1. Keutamaan ilmu dan ilmuan serta pembelajaran
BAB 2. Etika peserta didik terhadap dirinya yang mesti dicamkan dalam belajar
BAB 3. Etika seorang peserta didik terhadap pendidik
BAB 4. Etika peserta didik terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomani                                                bersama pendidik dan teman-teman
BAB 5. Etika yang harus diperhatikan bagi pendidik terhadap dirinya
BAB 6. Etika pendidik terhadap pelajaran
BAB 7. Etika pendidik terhadap peserta didik
BAB 8. Etika menggunakan literatur yang merupakan alat belajar.
Kedelapan bab diatas dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yakni kelebihan ilmu dan ilmuwan, tanggung jawab dan tugas peserta didik, serta tanggung jawab dan tugas pendidik. Berikut dideskripsikan kandungan Kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim.
a.       Kelebihan Ilmu dan Ilmuawan
Tujuan utama ilmu pengetahuan adalah mengamalkan ilmu dengan lebih praktis, yakni dengan memanifestasikannya dalam bantuk perbuatan. Perbuatan-perbuatan yang didasarkan atas ilmu pengetahuan akan memberi kemanfaatan tersendiri yang menjadi bekal dalam kehidupan di akhirat. Mengingat hal ini, syariat islam mewajibkan umat islam untuk menuntut ilmu pengetahuan.[10]
Menurut KH. M. Hasyim Asy’ari, dalam menuntut ilmu itu perludiperhatikan dua hal, pertama, bagi murid hendaknya memiliki niat yang suci lagi luhur, yakni semata-mata untuk menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk memperoleh kepentingan yang bersifat duniawi dan tidak memiliki sifat merendahkan ilmu. Kedua sebagai seorang guru atau ulama yang mengajarkan ilmu hendaknya mempunyai niat yang tulusm tidak semata-mata mengharap materi, disamping itu guru hendaknya mampu menyesuiakan antara perkataan-perkataan yang diucapkan di hadapan murid dengan tindakan yang diperbuat, sehingga tidak sekedar hanya menyampaikan belaka.
Mengenai kelebihan ilmuwan jika dibandingkan dengan orang awam, menurut beliau adalah bagaikan terangnya bulan purnama dengan cahaya bintang. Oleh karena itu, siapa saja yang mengusahakan mencari ilmu pengetahuan maka ia akan ditinggikan derajatnya[11].
b.      Tugas dan tanggung jawab Peserta Didik
1)      Etika yang harus dicamkan dalam diri peserta didik
Untuk mendapatkan Ilmu pengetahuan yang bermanfaat, menurut beliau ada sepuluh tuntunan etika yang perlu diperhatikan oleh peseta didik. Tuntunan itu adalah sebagai berikut:
a)      Membersihkan hati dari berbagai gangguan material keduniaan dan hal-hal yang merusak sistem kepercayaan (aqidah)
b)      Membersihkan niat, dengan cara meyakini bahwa menuntut ilmu itu hanya didedikasikan untuk Allah SWT semata
c)       Mempergunakan kesempatan belajar (waktu) dengan sebaik-baiknya
d)     Merasa cukup dengan apa yang ada dan mempergunakan segala sesuatu yang lebih mudah sehingga tidak merasa sulit
e)      Pandai mengatur waktu
f)       Tidak berlebihan dalam makan dan minum
g)      Berusaha menjaga diri (wara’), bersikap hati-hati, terutama dalam memilih perbuatan-perbuatan antara yang halal dan haram
h)      Menghindari makan dan minum yang menyebabkan kemalasan dan kebodohan
i)        Menyedikitkan waktu tidur selagi tidak merusak kesehatan
j)        Meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah.[12]
2)      Etika Seorang Peserta didik terhadap Pendidik
Dalam persoalan etika peserta didik terhadap pendidiknya, menurut beliau paling tidak ada dua belas etika yang perlu dilakukan, yang diantaranya ialah:
a)      Melakukan perenungan dan meminta petunjuk Allah SWT (Istikharah) dalam memilih guru
b)      Belajar sungguh-sungguh dengan menemui pendidik secara langsung, tidak hanya melalui tulisan-tulisannya semata
c)      Mengikuti guru, terutama dalam kecenderungan pemikiran
d)     Memuliakan guru
e)      Memperhatikan hal-hal yang menjadi hak pendidik
f)       Bersabar terhadap kekerasan pendidik
g)      Berkunjung kepada guru pada tempatnya atau meminta izin terlebih dahulu, kalau dalam keadaan terpaksa tidak pada tempatnya
h)      Menempati posisiduduk dengan rapih dan sopan bila berhadapan dengannya
i)        Berbicara dengan halus dan lemah lembut
j)        Menghafal dan memperhatikan fatwa hukum, nasihat, kisah, dari para guru
k)      Jangan sekali-kali menyela ketika guru belum selesai menjelaskan
l)        Menggunakan anggota badan yang kanan bila menyerahkan sesuatu kepada pendidik[13]
3)      Etika Peserta Didik terhadap Pelajaran
Dalam hal belajaran, peserta didik hendaknya memperhatikan etika-etika berikut:
a)      Mendahulikan ilmu yang bersifat fardu ‘ain daripada ilmu-ilmu yang lain
b)      Harus mempelajari ilmu-ilmu pendukung ilmu fardu ‘ain
c)      Berhati-hati dalam menghadapi ikhtilaf  para ulama
d)     Mengulang dan menghafal bacaan-bacaan (menyetorkan) hasil belajar kepada orang yang dipercayainya
e)      Senantiasa menyimak dan menganalisa ilmu-ilmu pengetahuan, terutama ilmu hadist dan ilmu ushul al-fiqh
f)       Merencanakan cita-cita yang tinggi
g)      Bergaul dengan guru dan teman-teman, lebih-lebih kepada orang yang berilmu tinggi (pintar)
h)      Mengucapkan salam ketika sampai di majlis ta’lim/ sekolah/ madrasah
i)        Bila menjumpai hal-hal yang belum bisa difahami maka hendaknya ditanyakan
j)        Bila kebetulan bersama banyak teman dengan kepentingan yang sama atau hendak menanyakan persoalan yang sama maka hendaknya jangan mendahului antrian kecuali dapat izin
k)      Kemanapun kita pergi dan dimanapun kita berada jangan lupa membawa catatan
l)        Mempelajari pelajaran yang telah diajarkan dengan kontinyu/ istiqamah
m)    Menanamkan rasa antusias dan semangat untuk belajar[14]
c.       Tugas dan Tanggung Jawab Pendidik
1)      Etika Pendidik terhadap Dirinya
KH. M. Hasyim Asy’ari memberi beberapa catatan bagi seorang pendidik agar dirinya tertanam etika-etika sebagai berikut:
a)      Berusaha sekuat tenaga untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah, baik ketika sendirian maupun ketika berada di tempat umum
b)      Senantiasa takut kepada Allah SWT
c)      Bersikap tenang
d)     Berhati-hati (wara’)
e)      Tidak mempunyai sikap tinggi hati, tetapi tawadlu’
f)       Konsentrasi (khusyu’)
g)      Mengadukan segala persoalannya kepada Allah SWT
h)      Tidak menggunakan ilmunya untuk meraih kepentingan keduniaan semata
i)        Tidak terlalu memanjakan peserta didik
j)        Membiasakan pola zuhud dalam kehidupan sehari-hari
k)      Menghindari tempat-tempat yang berbau maksiat
l)        Menjauhi tempat-tempat yang mengurangi martabat guru
m)    Memberi perhatian tehadap peradaban islam dan realisasi syariat
n)      Mengamalkan sunnah Nabi
o)      Menjaga kebiasaan-kebiasaan keagamaan, seperti membaca Al-Qur’an
p)      Bersikap ramah, ceria, dan suka memberikan ucapan selamat (salam)
q)      Membersihkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak disukai Allah
r)       Menumbuhkan semangat untuk menambah ilmu pengetahuan
s)       Tidak menyalahgunakan ilmu dengan cara menyombongkannya
t)       Membiasakan diri menulis, mengarang, meringkas[15]
2)      Etika Pendidik terhadap Pelajaran
Seorang pendidik hendaknya hendaknya memperhatikan yang berkaitan dengan etika-etika yang berkaitan dengan pelajaran. Diantara etika dalam konteks ini adalah sebagai berikut:
a)      Mensucikan diri dari hadast dan kotoran
b)      Menggunakan pakaian yag sopan dan rapi dan diusahakan memakai wangi-wangian
c)      Ketika mengajarkan ilmu kepada peserta didik hendaknya berniat untuk beribadah
d)     Menyampaikan hal-hal yang diajarkan oleh Allah SWT
e)      Membiasakan membaca guna menambah ilmu pengetahuan
f)       Memberi salam ketika masuk ruangan kelas
g)      Bila memulai mengajar berdo’alah terlebih dahulu untuk para ahli ilmu terdahulu
h)      Berpenampilan yang kalem dan menjauhi hal-hal yang tidak pantas dipandang mata
i)        Mengusahakan untuk menjauhkan diri dari bergurau dan banyak tertawa
j)        Jangan sekali-kali mengajar dalam keadaan lapar, marah, ngantuk dan sebagainya
k)      Pada waktu mngajar, hendaknya duduk di tempat yang strategis
l)        Usahakan agar tampil ramah, lemah lembut, jelas, tegas, serta tidak sombong
m)    Dalam mengajar hendaknya mendahului materi yang paling penting dan sesuaikan dengan profesi yang dimiliki
n)      Jangan sekali-kali mengajarkan hal-hal yang syubhat yang bisa membinasakan
o)      Memberi perhatian terhadap kemampuan masing-masing murid dalam mengajar dan mengajarnya itu tidak terlalu lama
p)      Menciptakan ketenangan ruangan belajar
q)      Menasihati dan menegur dengan baik bila ada peserta didik yang bandel
r)       Bersikap terbuka terhadap berbagai macam persoalan yang ditemukan
s)       Berilah kesempatan kepada peserta didik yang datangnya terlambat dan ulangilah penjelasannya agar tahu apa yang dimaksud
t)       Bila sudah selesai berilah kesempatan kepada peserta didik untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas/ belum dipahami[16]
3)      Etika Penddik terhadap Peserta Didik
Diantara etika pendidik terhadap peserta didiknya, menurut beliau adalah sebagai berikut:
a)      Berniat medidik dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta menghidupkan syariat islam
b)      Guru hendaknya memiliki keikhlasan dalam mengajar
c)      Mencintai peserta didik sebagaimana mencintai dirinya sendiri
d)     Memberi kemudahan dalam mengajar dan menggunakan kata-kata yang dapat dipahami
e)      Membangkitkan semangat peserta didik dengan jalan memotivasinya
f)       Memberikan latihan-latihan yang bersifat membantu
g)      Selalu memperhatikan kemampuan anak didik
h)      Tidak menampakan kelebihan sebagian peserta didik terhadap peserta didik yang lain
i)        Mengerahan minat anak didik
j)        Bersikap terbuka dan lapang dada kepada peserta didik
k)      Membantu memecahkan kesulitan anak didik
l)        Bila ada anak didik yang berhalangan hadir hendaknya menanyakan hal itu kepada teman-temannya
m)    Tunjukan sikap arif dan tawadlu’ ketika memberi bimbingan kepada peserta didik
n)      Menghormati peserta didik dengan memanggil namanya yang baik[17]
4)      Etika Pendidik dan Peserta Didik terhadap Buku
Sebagai seorang peserta didik atau pendidik yang senantiasa bergelut dengan buku, hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:
a)      Mengusahakan untuk mendapatkan buku-buku yang dibutuhkan, baik dengan membeli atau meminjam, atau dengan cara-cara lain yang dibenarkan
b)      Mengizinkan bila ada kawan meminjam buku dan bagi peminjam harus menjaga pinjamannya itu
c)      Jika tulisan itu rusak atau tidak dipakai hendaknya tidak sembarang membuang tuisan itu, tetapi hendaknya meletakkannya pada tempat yang layak dan terhormat
d)     Memeriksa terlebih dahulu bila membeli atau meminjam buku, khawatir ada yang kurang lembarannya
e)      Bila menyalin buku pelajaran syariah hendaknya bersuci terlebih dahulu, menghadap kiblat, memakai pakaian yang bersih lagi wangi, dan mengawalinya dengan tulisan basmalah. Bila yang disalinnya adalah buku-buku nasihat atau yang semacamnya , maka mulai dengan hamdalah (pepujian) dan shalawat Nabi setelah menulis bismillah terlebih dahulu.[18]





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas memperlihatkan bahwa pemikiran pendidikan KH. M. Hasyim Asy’ari yang terdeskripsikan dalam karyanya Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim itu cenderung lebih mementingkan hati (rasa), dibandingkan dengan akal (intelektual), dan anggota badan (ketrampilan). Hal ini didukung dengan sejumlah fakta, di antaranya adalah KH. M. Hasyim Asyi’ari cenderung mempertahankan konsep-konsep pendidikannya dengan argumentasi tekstualis dan mengetengahkan nilai-nilai estetika yang bernuansa sufistik. Sebagai kelanjutannya, Beliau lebih menekankan pada unsur hati sebagai titik tolak pendidikannya. Beliau beralasan, hatilah yang mendorong terbentuknya etika. Kecenderungan pada aspek hati ini dengan sendirinya membedakan diri dari corak pemikiran pendidikan yang lain, seperti aliran progresivme dan essensialisme.
B.     Saran
Dalam dunia pesantren merupakan komunitas yang cukup kaya dengan literatur-literatur pendidikan keislaman lainnya. Literatur yang dikaji dalam pesantren tidak hanya terbatas dengan karya KH. M. Hasyim Asy’ari semata, tetapi juga terdapat literatur pendidikan lainnya, seperti karya al-Zarnuji dalam karyanya Ta’lim al-Muta’allim, al-Mawardi dalam Adab al-Dunya wa al-Din, Ibn Miskawaih dalam Tahzib al-Akhlaq, al-Ghazali dalam Ya Ayyuha al-Walad dan Ihya Ulum al-Din, ibn Jama’ah dalam Tadzkirat al-Sami wa al-Mutakallim dan lain-lain. Karya-karya tersebut tampaknya kurang mendapat kajian yang cukup serius dikalangan akademisi islam. Oleh karena itu, jika dilakukan pengkajian terhadap karya-karya tersebut dimungkinkan akan lebih memperkaya dan sekaligus menghargai khazanah keislaman sesuai dengan posisinya masing-masing. Untuk itu, menjadi penting jika dilakukan pengkajian lebih lanjut tentang literatur kependidikan islam yang lainnya.

                                     
DAFTAR PUSTAKA

1.      Abdullah, Abdurrahman Saleh, “Educational Theory a Qur’anic Outlook”, diterjemahkan Muzayin Arifin dan Zainuddin, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, Jakarta: Rineka Cipta, 1994, cet. Ke-2
2.      Akarhanaf, Kiyai Hasyim Asj’ari, Bapak Umat Isla Indonesia, 1871-1947, Jombang: tpn., 1949
3.      Asy’ari, Hasyim, “al-Nur al-Mubin fi Mahabbat Sayyid al-Mursalin dan al—Tanbihat al-Wajibat Liman Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat” diterjemahkan oleh Khoiri Nahdliyyin dan Ah. Adib Al Arif, “Cahaya Cinta Rasul Utama Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Yogyakarta: LKPSM 1999, cet. Ke-1
4.      Atjeh, Abu Bakar, Sejarah Hidup KH A Wahid Hasyim dan arangan Tersiar, Jakarta: Panitia Buku Peringatan KHA Wahid Hasyim, 1975
5.      Salam, Solihin, KH. Hasjim Asj’ari, Ulama Besar Indonesia, Jakarta: Djajamurni, 1963
6.      Sukardi, Heru, Kiyai Hasyim Asy’ari, Riwayat Hidup dan Perjuangannya, Jakarta: Depdikbud, 1985
                                         











[1] KH. M. Hasyim Asy’ari, Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim fi ma yahtaj ilaih al-Muta’alim fi ahwal ta’limihi wa ma yatawaqaf ‘alaih al-mu’allim fi maqamat ta’limihi (Jombang: Maktabah al-Turats al-Islamiy, 1415), cet ke-1, hal. 3.
[2] Ibid. Ridjaluddin Fadjar Nugraha, “Peranan KH. Hasyim Asy’ari dalam Kebangkitan Islam di Indonesia”, Skripsi (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1983) hal. 7.
[3] Muhammad Asad Syihab, Hadlratussyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari, (Yogyakarta: Titian Illahi Press, 1994), h. 3. Lihat Abdul Basit Adnan, Kemelut di NU: Antara Kyai dan Politis, (Solo: Mayasari, 1982), cet. Ke-1, hal. 35.
[4] Ridjaluddin Fadjar Nugraha , op.cit., hal. 16-17. 
[5] Abu Bakar Aceh, op. cit., hal. 35
[6] Abu Bakar Aceh, op. cit., hal. 473
[7]  Kitab Irsyadu Sary (Kumpulan dari 19 Kitab karya KH. M. Hasyim Asy’ari) Penerbit: Pustaka Warisan Islam
[8] Lihat KH. M. Hasyim Asy’ari, Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim fi ma yahtaj ilaih al-Muta’alim fi ahwal ta’limihi wa ma yatawaqaf ‘alaih al-mu’allim fi maqamat ta’limihi, (Jombang: Maktabah al-Turats al-Islamiy, 1415 H), cet. Ke-1, hal. 101.
[9] Ibid., hal. 11-12
[10] KH. H. Hasyim Asy’ari, op.cit., hal. 12-14.
[11] Ibid., hal. 12-24.
[12] Ibid., hal. 24-28
[13] Ibid., hal 24-28
[14] Ibid., hal 43-55
[15] Ibid., hal. 55-70
[16] Ibid., hal . 71-80
[17] Ibid., hal. 80-95
[18] Ibid., hal. 95-101










Tidak ada komentar:

Posting Komentar