MAKALAH
KONSEP PENDIDIKAN KH. M. HASYIM ASYI’ARI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Semester IV
Program Strata Satu (S.1) Tarbiyah
Mata kuliah : Perkembangan Pemikiran Pendidikan Islam
Dosen pembimbing : H. M. Slamet Yahya, M. Ag
Disusun Oleh :
1.
Al Ma’arif NIM
: 2103944
2.
Ismiati NIM
: 2104158
3.
Muhammad Syaeful Abdulloh NIM
: 2103958
KELAS : IV/ D/ PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NAHDLATUL ULAMA
(STAINU) KEBUMEN
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur
Alhamdulillah, kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dihayah, serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah
yang berjudul “ KONSEP PENDIDIKAN KH. M. HASYIM ASYI’ARI ” ini dengan lancar.
Shalawat serta salam kita panjatkan atas junjungan kita nabi Agung Muhammad SAW
yang senantiasa kita harapkan syafaatnya baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Tidak
ketinggalan pula kami ucapkan terimakasih kepada H. M. Slamet Yahya, M. Ag selaku dosen pembimbing mata
kuliah Perkembangan
Pemikiran Pendidikan Islam, serta semua pihak yang
telah membantu tersusunnya makalah ini
Apabila terdapat banyak kesalahan dalam makalah ini kami
mohon maaf karena kami hanya manusia biasa yang penuh akan kehilafan dan
kekurangan, selanjutnya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca yang
budiman sangat kami harapkan demi perbaikan makalah kami ini.
Kebumen,.
. . Juni 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ ......... i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ......... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. ......... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ ......... 1
BAB II PEMBAHASAN
.......................................................................................... 2
A. Riwayat Hidup KH. M. Hasyim
Asyi’ari
............................................... ......... 2
B. Guru-Guru KH. M. Hasyim Asyi’ari di
Makkah ............................................... 3
C. Kitab-kitab Karya KH. M. Hasyim
Asyi’ari ...................................................... 4
D. Pemikiran Pendidikan
........................................................................................ 4
BAB III PENUTUP
........................................................................................................... 12
A. Kesimpulan
............................................................................................ ......... 12
B. Saran
................................................................................................................ 12
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................................... 13
BAB
I
PENDAHULUAN
KH. M. Hasyim Asy’ari adalah salah seorang
pendiri lembaga pesantren yang memiliki berbagai pemikiran disiplin ilmu, di
antaranya teologi, tasawuf, fiqh, dan pendidikan. Bahkan masyarakat Indonesia
lebih banyak mengenal KH. H. Hasyim Asy’ari sebagai tokoh pendirian Nahdlatul
Ulama, sebuah organisasi keagamaan yang saat ini terbesar di Indonesia. Kajian
yang dikembangkan dalam makalah ini dibatasi pada konsep pendidikan KH. M.
Hasyim Asy’ari dengan fokos pada kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim fi ma
yahtaj ilaih al-Muta’alim fi ahwal ta’limihi wa ma yatawaqaf ‘alaih al-mu’allim
fi maqamat ta’limihi. Yang berisi teori pendidikan yang menekankan pada
aspek rasa yang bertumpu pada hati (qalbu). Teori ini akan banyak
mempergunakan peran rasa, daripada rasio atau lainnya. Oleh karena itu, dalam
banyak hal corak pemikirannya tidak selalu dapat diterima secara
nalar-rasional. Aksentuasi pada qalbu ini lebih mengedepankan pada ranah
afektif.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat
Hidup KH. M. Hasyim Asy’ari
Nama lengkap beliau adalah Muhammad
Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd al-Wahid ibn ‘Abd al-Halim (Pangeran Bona) ibn Abd
al-Rahman (Jaka Tingkir), Sultan Hadiwijaya ibn Abdullah ibn Abdu al-‘Aziz ibn
Abd al-Fatih ibn Maulana Ishaq dari Raden ‘Ain al-Yaqin (Sunan Giri).[1]
Beliau lahir di Gedang, sebuah desa di daerah Jombang, Jawa Timur, pada hari
Selasa Kliwon 24 Dzulqa’dah 1287 H. Bertepatan dengan tanggal 14 Pebruari 1871.[2]
KH. M. Hasyim Asy’ari wafat pada tanggal 25 Juli 1947 pukul 03.45 bertepatan
dengan tanggal 7 Ramadhan tahun 1366 dalam usia 79 tahun.[3]
Semasa kecil, KH. M. Hasyim Asy’ari
mendapatkan pendidikan dari ayahnya sendiri, ‘Abd al-Wahid, terutama pendidikan
dibidang Ilmu-ilmu al-Qur’an dan penguasaan beberapa literatur keagamaan.
Setelah itu, ia pergi untuk menuntut ilmu keberbagai Pondok Pesantren, terutama
di Pulau Jawa,yang meliputu Shona, Siwalan Buduran, Langitan Tuban, Demangan
Bangkalan, dan Sidoarjo. Setelah lama menimba ilmu di pondok pesantren
Sidoarjo, ternyata KH. M. Hasyim Asy’ari merasa terkesan untuk melanjutkan
studinya. Ia berguru kepada KH. Ya’kub yang merupakan Kyai di pesantren
tersebut. Kyai Ya’kub lambat laun merasakan kebaikan dan ketulusan KH. M.
Hasyim Asy’ari dalam perilaku kesehariannya, sehingga kemudian beliau menjodohkan
dengan puterinya, Khadijah.[4]
Tepat pada usia 21 tahun,
Setelah menikah KH. M. Hasyim Asy’ari berangkat
ke Makkah bersama istri dan Mertuanya untuk menjalankan ibadah haji kemudian
bermukim untuk menuntut ilmu, setelah bermukim di Mekkah kurang lebih tujuh
bulan, istri KH. M. Hasyim Asy’ari melahirkan seorang Putra yang diberi nama
Abdullah. Aka tetapi beberapa hari kemudian istrinya meninggal dunia. Bahkan,
selang kurang empat puluh hari dari wafat istrinya, putra tercintanya,
Abdullah, meninggal dunia. Akhirnya pada tahun berikutnya, KH. M. Hasyim
Asy’ari kembali ke Indonesia bersama mertuanya. Tidak lama kemudian, KH. M.
Hasyim Asy’ari pergi ke Makkah bersama adik kandungnya yang bernama Anis pada
tahun 1309 H/ 1893 M untuk menuntut ilmu.
B.
Guru –
guru KH. M. Hasyim Asyi’ari di Makkah :
1.
Syaikh
Mahfudz al-Tarmisi bin Kyai Abdullah (pemimpin pesantren Tremas)
2.
Syaikh
Ahmad Khatib dari Minangkabau (seorang imam di Masjid al-Haram)
3.
Syaikh
al-‘Allamah Abdul Hamid al-Darustani
4.
Syaikh
Muhammad Syuaib al-Maghribi
5.
Syaikh
Ahmad Amir al-Athar
6.
Sayyid
Sultan ibn Hasyim
7.
Sayyid
Ahmad ibn Hasan al-Attar
8.
Syaikh
Sayyid Yamay
9.
Sayyid
Alawi ibn Ahmad al-Saqqaf
10.
Sayyid
Abbas Maliki
11.
Sayyid
Abdullah al-Zawawy
12.
Syaikh
Shaleh Bafadhal
Perjalanan intelektual KH. M. Hasyim Asyi’ari di
Makkah berlangsung selama 7 tahun Sepulangnya
dari menuntut ilmu di Makkah Kiai Hasyim kemudian menikah dengan Nyai Nafiqoh,
putri Kiai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan Madiun. Dari pernikahan ini Kiai
Hasyim dikaruniai 10 anak, yaitu: (1) Hannah, (2) Khoiriyah, (3) Aisyah, (4)
Azzah, (5) Abdul Wahid, (6) Abdul Hakim (Abdul Kholik), (7) Abdul Karim, (8)
Ubaidillah, (9) Mashuroh, (10) Muhammad Yusuf dan pada tanggal 6 Februari 1906 atau 26 Rabi’ al-Awwal 1320 H Beliau
mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng.
Pada
akhir dekade 1920an, Nyai Nafiqoh wafat sehingga Kiai Hasyim menikah kembali
dengan Nyai Masruroh, putri Kiai Hasan, pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo,
Pagu, Kediri. Dari pernikahan ini, Kiai Hasyim dikarunia 4 orang putra-putri,
yaitu: (1) Abdul Qodir, (2) Fatimah, (3) Khotijah, (4) Muhammad Ya’kub. Di Pesantren Tebuireng beliau banyak melakukan
aktivitas-aktivitas sosial-kemanusiaan, dengan dukungan para ulama besar di
Jawa, seperti Syek Abdul Wahhab dan Syekh Bishri Syansuri, pada tanggal 31
Januari 1926 atau 16 Rajab 1344 H[6] Beliau mendirikan Organisasi Nahdlatul Ulama.
C.
Kitab-kitab karya KH. M Hasyim Asyi’ari
1. Adabul Alim wal Muta'alim
2. Risalah Ahlisunnah wal jamaah.
3. At Tibyan Fi Nahyi an Muqotho'atil arhami wal ihwan.
4. Muqaddimah Qanun Asasi li Nahdlatul Ulama'
5. Risalah fi Ta'akkudil akhdzi bi Madzhahibil Arba'ah
6. Risalah tusamma bil Mawa'idz
7. Arba'ina Haditsan fi Mabadi'l Nadlatul Ulama'
8. Nurul Mubin fi Mahabbati Sayyidil Mursalin
9. Ziayadatu Ta'liqot
10. Tanbihatul Wajibat
11. Dlou'ul Misbah fi Bayani Ahkami Nikah
12. Miftahul Falah fi Ahaditsi Nikah
13. Audhohul Bayan fima yata'alaqu bi wadzo'ifi Romadlon
14. Abyani Nidzom
15. Ahsanil Kalam
16. Irsyadul Mu'minin
17. Manasik Sughro li qosidi Ummi Quro
18. Jami'atul Maqosid fi Bayani Tauhid wal Fiqhi wa tashowwuf
19. Al Jasus fi Bayani ahkami Nakus[7]
2. Risalah Ahlisunnah wal jamaah.
3. At Tibyan Fi Nahyi an Muqotho'atil arhami wal ihwan.
4. Muqaddimah Qanun Asasi li Nahdlatul Ulama'
5. Risalah fi Ta'akkudil akhdzi bi Madzhahibil Arba'ah
6. Risalah tusamma bil Mawa'idz
7. Arba'ina Haditsan fi Mabadi'l Nadlatul Ulama'
8. Nurul Mubin fi Mahabbati Sayyidil Mursalin
9. Ziayadatu Ta'liqot
10. Tanbihatul Wajibat
11. Dlou'ul Misbah fi Bayani Ahkami Nikah
12. Miftahul Falah fi Ahaditsi Nikah
13. Audhohul Bayan fima yata'alaqu bi wadzo'ifi Romadlon
14. Abyani Nidzom
15. Ahsanil Kalam
16. Irsyadul Mu'minin
17. Manasik Sughro li qosidi Ummi Quro
18. Jami'atul Maqosid fi Bayani Tauhid wal Fiqhi wa tashowwuf
19. Al Jasus fi Bayani ahkami Nakus[7]
D. Pemikiran Pendidikan
1) Adab al-‘Alim
Karya kependidikan KH. M. Hasyim Asy’ari
berjudul Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim fi ma yahtaj ilaih al-Muta’alim fi
ahwal ta’limihi wa ma yatawaqaf ‘alaih al-mu’allim fi maqamat ta’limihi. Karya
ini selesai disusun oleh KH. M. Hasyim Asy’ari pada hari Ahad tanggal 22
Jumaday al-Tsani tahun 1343 H[8].
KH. M. Hasyim Asy’ari menulis kitab ini didasarkan atas kesadaran akan perlunya
literatur yang membahas tentang etika (adab) dalam mencari ilmu
pengetahuan. Menuntut ilmu merupakan pekerjaan yang sangat luhur sehingga orang
yang mencarinya harus memperlihatkan etika-etika yang luhur pula[9].
2) Kandungan Adab al-‘Alim
Kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim,
secara keseluruhan, terdiri atas delapan bab yang terdiri atas:
BAB
1. Keutamaan ilmu dan ilmuan serta pembelajaran
BAB
2. Etika peserta didik terhadap dirinya yang mesti dicamkan dalam belajar
BAB
3. Etika seorang peserta didik terhadap pendidik
BAB
4. Etika peserta didik terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomani bersama
pendidik dan teman-teman
BAB
5. Etika yang harus diperhatikan bagi pendidik terhadap dirinya
BAB
6. Etika pendidik terhadap pelajaran
BAB
7. Etika pendidik terhadap peserta didik
BAB
8. Etika menggunakan literatur yang merupakan alat belajar.
Kedelapan bab diatas dapat diklasifikasikan
menjadi tiga bagian, yakni kelebihan ilmu dan ilmuwan, tanggung jawab dan tugas
peserta didik, serta tanggung jawab dan tugas pendidik. Berikut dideskripsikan
kandungan Kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim.
a. Kelebihan Ilmu dan Ilmuawan
Tujuan utama ilmu pengetahuan adalah
mengamalkan ilmu dengan lebih praktis, yakni dengan memanifestasikannya dalam
bantuk perbuatan. Perbuatan-perbuatan yang didasarkan atas ilmu pengetahuan
akan memberi kemanfaatan tersendiri yang menjadi bekal dalam kehidupan di
akhirat. Mengingat hal ini, syariat islam mewajibkan umat islam untuk menuntut
ilmu pengetahuan.[10]
Menurut KH. M. Hasyim Asy’ari, dalam
menuntut ilmu itu perludiperhatikan dua hal, pertama, bagi murid hendaknya
memiliki niat yang suci lagi luhur, yakni semata-mata untuk menuntut ilmu,
jangan sekali-kali berniat untuk memperoleh kepentingan yang bersifat duniawi
dan tidak memiliki sifat merendahkan ilmu. Kedua sebagai seorang guru
atau ulama yang mengajarkan ilmu hendaknya mempunyai niat yang tulusm tidak
semata-mata mengharap materi, disamping itu guru hendaknya mampu menyesuiakan
antara perkataan-perkataan yang diucapkan di hadapan murid dengan tindakan yang
diperbuat, sehingga tidak sekedar hanya menyampaikan belaka.
Mengenai kelebihan ilmuwan jika
dibandingkan dengan orang awam, menurut beliau adalah bagaikan terangnya bulan
purnama dengan cahaya bintang. Oleh karena itu, siapa saja yang mengusahakan
mencari ilmu pengetahuan maka ia akan ditinggikan derajatnya[11].
b. Tugas dan tanggung jawab Peserta Didik
1) Etika yang harus dicamkan dalam diri
peserta didik
Untuk mendapatkan Ilmu pengetahuan yang
bermanfaat, menurut beliau ada sepuluh tuntunan etika yang perlu diperhatikan
oleh peseta didik. Tuntunan itu adalah sebagai berikut:
a) Membersihkan hati dari berbagai gangguan
material keduniaan dan hal-hal yang merusak sistem kepercayaan (aqidah)
b) Membersihkan niat, dengan cara meyakini
bahwa menuntut ilmu itu hanya didedikasikan untuk Allah SWT semata
c) Mempergunakan kesempatan belajar (waktu)
dengan sebaik-baiknya
d) Merasa cukup dengan apa yang ada dan
mempergunakan segala sesuatu yang lebih mudah sehingga tidak merasa sulit
e) Pandai mengatur waktu
f) Tidak berlebihan dalam makan dan minum
g) Berusaha menjaga diri (wara’),
bersikap hati-hati, terutama dalam memilih perbuatan-perbuatan antara yang
halal dan haram
h) Menghindari makan dan minum yang
menyebabkan kemalasan dan kebodohan
i)
Menyedikitkan
waktu tidur selagi tidak merusak kesehatan
j)
Meninggalkan
hal-hal yang kurang berfaedah.[12]
2) Etika Seorang Peserta didik terhadap
Pendidik
Dalam
persoalan etika peserta didik terhadap pendidiknya, menurut beliau paling tidak
ada dua belas etika yang perlu dilakukan, yang diantaranya ialah:
a) Melakukan perenungan dan meminta
petunjuk Allah SWT (Istikharah) dalam memilih guru
b) Belajar sungguh-sungguh dengan menemui
pendidik secara langsung, tidak hanya melalui tulisan-tulisannya semata
c)
Mengikuti
guru, terutama dalam kecenderungan pemikiran
d)
Memuliakan
guru
e)
Memperhatikan
hal-hal yang menjadi hak pendidik
f)
Bersabar
terhadap kekerasan pendidik
g)
Berkunjung
kepada guru pada tempatnya atau meminta izin terlebih dahulu, kalau dalam
keadaan terpaksa tidak pada tempatnya
h)
Menempati
posisiduduk dengan rapih dan sopan bila berhadapan dengannya
i)
Berbicara
dengan halus dan lemah lembut
j)
Menghafal
dan memperhatikan fatwa hukum, nasihat, kisah, dari para guru
k)
Jangan
sekali-kali menyela ketika guru belum selesai menjelaskan
l)
Menggunakan
anggota badan yang kanan bila menyerahkan sesuatu kepada pendidik[13]
3) Etika Peserta Didik terhadap Pelajaran
Dalam hal belajaran, peserta didik
hendaknya memperhatikan etika-etika berikut:
a) Mendahulikan ilmu yang bersifat fardu
‘ain daripada ilmu-ilmu yang lain
b) Harus mempelajari ilmu-ilmu pendukung
ilmu fardu ‘ain
c) Berhati-hati dalam menghadapi ikhtilaf
para ulama
d) Mengulang dan menghafal bacaan-bacaan
(menyetorkan) hasil belajar kepada orang yang dipercayainya
e) Senantiasa menyimak dan menganalisa
ilmu-ilmu pengetahuan, terutama ilmu hadist dan ilmu ushul al-fiqh
f) Merencanakan cita-cita yang tinggi
g) Bergaul dengan guru dan teman-teman,
lebih-lebih kepada orang yang berilmu tinggi (pintar)
h) Mengucapkan salam ketika sampai di
majlis ta’lim/ sekolah/ madrasah
i)
Bila
menjumpai hal-hal yang belum bisa difahami maka hendaknya ditanyakan
j)
Bila
kebetulan bersama banyak teman dengan kepentingan yang sama atau hendak
menanyakan persoalan yang sama maka hendaknya jangan mendahului antrian kecuali
dapat izin
k) Kemanapun kita pergi dan dimanapun kita
berada jangan lupa membawa catatan
l)
Mempelajari
pelajaran yang telah diajarkan dengan kontinyu/ istiqamah
m) Menanamkan rasa antusias dan semangat
untuk belajar[14]
c. Tugas dan Tanggung Jawab Pendidik
1) Etika Pendidik terhadap Dirinya
KH. M. Hasyim Asy’ari
memberi beberapa catatan bagi seorang pendidik agar dirinya tertanam
etika-etika sebagai berikut:
a) Berusaha sekuat tenaga untuk mendekatkan
diri (taqarrub) kepada Allah, baik ketika sendirian maupun ketika berada
di tempat umum
b) Senantiasa takut kepada Allah SWT
c) Bersikap tenang
d) Berhati-hati (wara’)
e) Tidak mempunyai sikap tinggi hati,
tetapi tawadlu’
f) Konsentrasi (khusyu’)
g) Mengadukan segala persoalannya kepada
Allah SWT
h) Tidak menggunakan ilmunya untuk meraih
kepentingan keduniaan semata
i)
Tidak
terlalu memanjakan peserta didik
j)
Membiasakan
pola zuhud dalam kehidupan sehari-hari
k) Menghindari tempat-tempat yang berbau
maksiat
l)
Menjauhi
tempat-tempat yang mengurangi martabat guru
m) Memberi perhatian tehadap peradaban
islam dan realisasi syariat
n) Mengamalkan sunnah Nabi
o) Menjaga kebiasaan-kebiasaan keagamaan,
seperti membaca Al-Qur’an
p) Bersikap ramah, ceria, dan suka
memberikan ucapan selamat (salam)
q) Membersihkan diri dari
perbuatan-perbuatan yang tidak disukai Allah
r) Menumbuhkan semangat untuk menambah ilmu
pengetahuan
s) Tidak menyalahgunakan ilmu dengan cara
menyombongkannya
t) Membiasakan diri menulis, mengarang,
meringkas[15]
2) Etika Pendidik terhadap Pelajaran
Seorang
pendidik hendaknya hendaknya memperhatikan yang berkaitan dengan etika-etika
yang berkaitan dengan pelajaran. Diantara etika dalam konteks ini adalah
sebagai berikut:
a) Mensucikan diri dari hadast dan kotoran
b) Menggunakan pakaian yag sopan dan rapi
dan diusahakan memakai wangi-wangian
c) Ketika mengajarkan ilmu kepada peserta
didik hendaknya berniat untuk beribadah
d) Menyampaikan hal-hal yang diajarkan oleh
Allah SWT
e) Membiasakan membaca guna menambah ilmu
pengetahuan
f) Memberi salam ketika masuk ruangan kelas
g) Bila memulai mengajar berdo’alah
terlebih dahulu untuk para ahli ilmu terdahulu
h) Berpenampilan yang kalem dan menjauhi
hal-hal yang tidak pantas dipandang mata
i)
Mengusahakan
untuk menjauhkan diri dari bergurau dan banyak tertawa
j)
Jangan
sekali-kali mengajar dalam keadaan lapar, marah, ngantuk dan sebagainya
k) Pada waktu mngajar, hendaknya duduk di
tempat yang strategis
l)
Usahakan
agar tampil ramah, lemah lembut, jelas, tegas, serta tidak sombong
m) Dalam mengajar hendaknya mendahului
materi yang paling penting dan sesuaikan dengan profesi yang dimiliki
n) Jangan sekali-kali mengajarkan hal-hal
yang syubhat yang bisa membinasakan
o) Memberi perhatian terhadap kemampuan
masing-masing murid dalam mengajar dan mengajarnya itu tidak terlalu lama
p) Menciptakan ketenangan ruangan belajar
q) Menasihati dan menegur dengan baik bila
ada peserta didik yang bandel
r) Bersikap terbuka terhadap berbagai macam
persoalan yang ditemukan
s) Berilah kesempatan kepada peserta didik
yang datangnya terlambat dan ulangilah penjelasannya agar tahu apa yang
dimaksud
t) Bila sudah selesai berilah kesempatan
kepada peserta didik untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas/ belum dipahami[16]
3) Etika Penddik terhadap Peserta Didik
Diantara etika pendidik
terhadap peserta didiknya, menurut beliau adalah sebagai berikut:
a) Berniat medidik dan menyebarkan ilmu
pengetahuan serta menghidupkan syariat islam
b) Guru hendaknya memiliki keikhlasan dalam
mengajar
c) Mencintai peserta didik sebagaimana
mencintai dirinya sendiri
d) Memberi kemudahan dalam mengajar dan
menggunakan kata-kata yang dapat dipahami
e) Membangkitkan semangat peserta didik
dengan jalan memotivasinya
f) Memberikan latihan-latihan yang bersifat
membantu
g) Selalu memperhatikan kemampuan anak
didik
h) Tidak menampakan kelebihan sebagian
peserta didik terhadap peserta didik yang lain
i)
Mengerahan
minat anak didik
j)
Bersikap
terbuka dan lapang dada kepada peserta didik
k) Membantu memecahkan kesulitan anak didik
l)
Bila
ada anak didik yang berhalangan hadir hendaknya menanyakan hal itu kepada
teman-temannya
m) Tunjukan sikap arif dan tawadlu’ ketika
memberi bimbingan kepada peserta didik
n) Menghormati peserta didik dengan
memanggil namanya yang baik[17]
4) Etika Pendidik dan Peserta Didik
terhadap Buku
Sebagai seorang peserta
didik atau pendidik yang senantiasa bergelut dengan buku, hendaknya
memperhatikan hal-hal berikut:
a) Mengusahakan untuk mendapatkan buku-buku
yang dibutuhkan, baik dengan membeli atau meminjam, atau dengan cara-cara lain
yang dibenarkan
b) Mengizinkan bila ada kawan meminjam buku
dan bagi peminjam harus menjaga pinjamannya itu
c) Jika tulisan itu rusak atau tidak
dipakai hendaknya tidak sembarang membuang tuisan itu, tetapi hendaknya meletakkannya
pada tempat yang layak dan terhormat
d) Memeriksa terlebih dahulu bila membeli
atau meminjam buku, khawatir ada yang kurang lembarannya
e) Bila menyalin buku pelajaran syariah
hendaknya bersuci terlebih dahulu, menghadap kiblat, memakai pakaian yang bersih
lagi wangi, dan mengawalinya dengan tulisan basmalah. Bila yang
disalinnya adalah buku-buku nasihat atau yang semacamnya , maka mulai dengan hamdalah
(pepujian) dan shalawat Nabi setelah menulis bismillah terlebih
dahulu.[18]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
uraian diatas memperlihatkan bahwa pemikiran pendidikan KH. M. Hasyim Asy’ari
yang terdeskripsikan dalam karyanya Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim itu
cenderung lebih mementingkan hati (rasa), dibandingkan dengan akal
(intelektual), dan anggota badan (ketrampilan). Hal ini didukung dengan sejumlah
fakta, di antaranya adalah KH. M. Hasyim Asyi’ari cenderung mempertahankan
konsep-konsep pendidikannya dengan argumentasi tekstualis dan mengetengahkan
nilai-nilai estetika yang bernuansa sufistik. Sebagai kelanjutannya, Beliau
lebih menekankan pada unsur hati sebagai titik tolak pendidikannya. Beliau
beralasan, hatilah yang mendorong terbentuknya etika. Kecenderungan pada aspek
hati ini dengan sendirinya membedakan diri dari corak pemikiran pendidikan yang
lain, seperti aliran progresivme dan essensialisme.
B. Saran
Dalam
dunia pesantren merupakan komunitas yang cukup kaya dengan literatur-literatur
pendidikan keislaman lainnya. Literatur yang dikaji dalam pesantren tidak hanya
terbatas dengan karya KH. M. Hasyim Asy’ari semata, tetapi juga terdapat
literatur pendidikan lainnya, seperti karya al-Zarnuji dalam karyanya Ta’lim
al-Muta’allim, al-Mawardi dalam Adab al-Dunya wa al-Din, Ibn
Miskawaih dalam Tahzib al-Akhlaq, al-Ghazali dalam Ya Ayyuha al-Walad
dan Ihya Ulum al-Din, ibn Jama’ah dalam Tadzkirat al-Sami wa
al-Mutakallim dan lain-lain. Karya-karya tersebut tampaknya kurang mendapat
kajian yang cukup serius dikalangan akademisi islam. Oleh karena itu, jika
dilakukan pengkajian terhadap karya-karya tersebut dimungkinkan akan lebih
memperkaya dan sekaligus menghargai khazanah keislaman sesuai dengan posisinya
masing-masing. Untuk itu, menjadi penting jika dilakukan pengkajian lebih
lanjut tentang literatur kependidikan islam yang lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Abdullah, Abdurrahman Saleh, “Educational
Theory a Qur’anic Outlook”, diterjemahkan Muzayin Arifin dan Zainuddin, Teori-teori
Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, Jakarta: Rineka Cipta, 1994, cet. Ke-2
2. Akarhanaf, Kiyai Hasyim Asj’ari,
Bapak Umat Isla Indonesia, 1871-1947, Jombang: tpn., 1949
3. Asy’ari, Hasyim, “al-Nur al-Mubin fi
Mahabbat Sayyid al-Mursalin dan al—Tanbihat al-Wajibat Liman Yashna’ al-Maulid
bi al-Munkarat” diterjemahkan oleh Khoiri Nahdliyyin dan Ah. Adib Al Arif, “Cahaya
Cinta Rasul Utama Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Yogyakarta: LKPSM 1999,
cet. Ke-1
4. Atjeh, Abu Bakar, Sejarah Hidup KH A
Wahid Hasyim dan arangan Tersiar, Jakarta: Panitia Buku Peringatan KHA
Wahid Hasyim, 1975
5. Salam, Solihin, KH. Hasjim Asj’ari,
Ulama Besar Indonesia, Jakarta: Djajamurni, 1963
6. Sukardi, Heru, Kiyai Hasyim Asy’ari,
Riwayat Hidup dan Perjuangannya, Jakarta: Depdikbud, 1985
[1] KH. M. Hasyim Asy’ari, Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim fi ma yahtaj ilaih al-Muta’alim
fi ahwal ta’limihi wa ma yatawaqaf ‘alaih al-mu’allim fi maqamat ta’limihi (Jombang: Maktabah al-Turats al-Islamiy, 1415), cet ke-1, hal. 3.
[2] Ibid. Ridjaluddin Fadjar Nugraha, “Peranan KH. Hasyim
Asy’ari dalam Kebangkitan Islam di Indonesia”, Skripsi (Jakarta: IAIN
Syarif Hidayatullah, 1983) hal. 7.
[3] Muhammad Asad Syihab, Hadlratussyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari, (Yogyakarta:
Titian Illahi Press, 1994), h. 3. Lihat Abdul Basit Adnan, Kemelut di NU:
Antara Kyai dan Politis, (Solo: Mayasari, 1982), cet. Ke-1, hal. 35.
[4] Ridjaluddin Fadjar Nugraha , op.cit., hal. 16-17.
[5] Abu Bakar Aceh, op. cit., hal. 35
[6] Abu Bakar Aceh, op. cit., hal. 473
[7] Kitab Irsyadu Sary
(Kumpulan dari 19 Kitab karya KH. M. Hasyim Asy’ari) Penerbit: Pustaka Warisan
Islam
[8] Lihat KH. M. Hasyim
Asy’ari, Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim fi ma yahtaj ilaih al-Muta’alim fi
ahwal ta’limihi wa ma yatawaqaf ‘alaih al-mu’allim fi maqamat ta’limihi,
(Jombang: Maktabah al-Turats al-Islamiy, 1415 H), cet. Ke-1, hal. 101.
[9] Ibid., hal. 11-12
[10] KH. H. Hasyim Asy’ari, op.cit., hal. 12-14.
[11] Ibid., hal. 12-24.
[12] Ibid., hal. 24-28
[13] Ibid., hal 24-28
[14] Ibid., hal 43-55
[15] Ibid., hal. 55-70
[16] Ibid., hal . 71-80
[17] Ibid., hal. 80-95
[18] Ibid., hal. 95-101
Tidak ada komentar:
Posting Komentar