Rabu, 25 April 2012

FAKTOR – FAKTOR PENDIDIKAN


MAKALAH
FAKTOR – FAKTOR PENDIDIKAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Pengantar Ilmu Pendidikan
Dosen Pengampu: Nurhidayah, M. Si





STAINU%202








         Disusun Oleh:                     
1.    Ismiati                                                       2104158
2.    Siti Fatimah                                             2103970
3.    Taufik Hidayat                                        2103973
4.    Muhammad Syaeful Abdulloh                        2103958

                                       

Program Studi:Pendidikan Agama Islam
Semester      : II/D

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(STAINU) Kebumen
TERAKREDITASI (B)
Alamat: Jl. Tentara Pelajar No. 55B. Telp. (0278) 385902 Kebumen 54316
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
            Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” FAKTOR–FAKTOR PENDIDIKAN ” dengan lancar. Dalam penulisan makalah ini kami tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terimakasih kepada Nurhidayah, M. Si selaku dosen pembimbing mata kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan, dan semua pihak yang telah membantu selesainya penyusunan makalah ini.
            Kami sadar bahwa sebagai manusia tentu mempunyai kesalahan dan kehilafan. Oleh karena itu kami selaku penyusun makalah ini mohon maaf apabila dalam pnyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan.
            Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan para pembaca yang budiman pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb




Kebumen,   April 2011

Penyusun






ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................   i
KATA PENGANTAR ..............................................................................   ii
DAFTAR ISI ............................................................................................     iii
BAB I PENDAHUAN ...............................................................................  1
BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................   2
1.    PENGERTIAN FAKTOR  PENDIDIKAN  .…………………....      2
2.    MACAM-MACAM FAKTROR PENDIDIKAN .........................             
A.   Peserta Didik ...................................................................       3
B.   Tujuan ..............................................................................       4
C.   Materi  ..............................................................................       5
D.   Alat  ..................................................................................     7
3.    HUBUNGAN TIMBAL BALIK
ANTARA FAKTOR-FAKTOR PENDIDIKAN ........................
PENUTUP ..............................................................................................     9
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................    10










iii
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam pergaulan antara orang dewasa dengan anak, mungkin saja anak mencapai sesuatu kemampuan yang sama dengan apa yang diharapkan orang dewasa ( anak mencapai sesuatu  yang sesuai dengan tujuan pendidikan), padahal dalam pergaulan tersebut orang dewasa tidak memiliki tujuan agar anak dapat mencapainya. Misal : Guru sewaktu mengajar selalu berpakaian bersih dan rapi. Siswa A yang tadinya tidak memperhatikan kebersihan dan kerapian pakaianya, dengan melihat gurunya tadi menirunya sehingga selalu berpakaian besih dan rapi. Dalam pengandaian ini, apabila guru tersebut di atas selalu berpakaian bersih dan rapi sewaktu mengajar hanya karena kebiasaanya saja, dan tidak secara sengaja berniat atau bertujuan untuk memberikan teladan kepada para siswanya dalam hal kebersihan dan kerapian dalam berpakaian, maka situasi atau perbuatan guru tadi bukan alat pendidikan, melainkan faktor pendidikan.



























BAB II
FAKTOR PENDIDIKAN

1.      Pengertian Faktor pendidikan
Faktor pendidikan yaitu suatu tindakan/perbuatan atau situasi yang tidak disengaja diadakan oleh orang dewasa/pendidik untuk mencapai tujuan pendidikan, tetapi berakibat anak sampai pada “hasil yang sama” dengan apa yang diharapkan atau sama dengan tujuan pendidikan.

2.      Macam-macam Faktor Pendidikan

A.   Peserta Didik
Peserta Didik  adalah anak yang karena ketergantungannya menimbulkan tanggung jawab pendidikan pada orang dewasa, sehingga secara disengaja orang dewasa memberikan bantuna ke arah kedewasaan.

Karakteristrik Peserta Didik
a.    Peserta didik adalah subjek.
Peserta didik adalah manusia, bukan benda atau pun hewan, karena itu Peserta didik harus dipandang sebagai subjek, yaitu pribadi yang memiliki pendirian sendiri, dan kebebasan dalam mewujudkan dirinya sendiri, setiap Peserta didik memiliki keinginan untuk mencapai kedewasaannya. Setiap Peserta didik bebas menentukan dirinya sendiri, setiapa Peserta didik memiliki keinginan untuk menjadi orang dewasa seperti yang dicita-citakan oleh dirinya sendiri. Selain itu, Peserta didik bersifat  “unik”, artinya memiliki perbedaan dengan anak yang lainnya. Perbedaan ini berkenaan dengan aspek fisiknya seperti postur tubuhnya, dsb., maupun aspek non fisiknya seperti kemampuan belajar, cita-cita, hobi, dsb. Dengan demikian tidaklah benar jika Peserta didik dipandang sebagai “objek”. Artinya tidak benar apabila Peserta didik dipandang sebagai sasaran yang dapat diperlakukan semau gue atau semena-mena oleh pendidiknya sebagai halnya benda.

b.    Peserta didik sedang berkembang.
Manusia berada dalam perkembangan menuju kedewasaanya. Hasil riset psikologi menunjukan adanya “ tahap-tahap perkembanga” manusia. Setiap perkembangan memiliki “ tugas-tugas perkembangan” tertentu, dan menuntut “perlakuan” tertentu pula. Sehubungan dengan itu setiap anak Peserta didik yang berada pada tahap perkembangan tertentu menuntut perlakuan tertentu pula dari orang dewasa terhadapnya. Apa yang harus dikembangkan pada anak didik di SD tentu berbeda dengan apa yang harus dikembangkan pada anak didik di TK. Perlakuan pendidik terhadap anak TK juga mesti berbeda dengan perlakuan pendidik bagi SD, dsb., apalagi dengan perlakuan terhadap orang dewasa.
1
c.    Peserta didik hidup dalam “dunia” tertentu.
Selain dari pada perkembangan tertentu, setiap manusia hidup dalam dunianya sesuai tahap perkembangannya, jenis kelaminnya, dll. Misal : Siswa SD memiliki dunianya sendiri, mereka tentu hidup sesuai dengan dunianya yang berbeda dengan dunia murid TK, dunia siswa SMA dan dunia orang dewasa. Demikian pula anak laki-laki tentunya berbeda dengan dunia perempuan. Tahap perkembangan dan dunia anak ini tentunya memberikan implikasi yang serius dalam pendidikan. Anak  tidak boleh dipandang sebagai”miniaturorang dewasa”, anak bukanlah orang dewasa mini. Anak didik harus diperlakukan sesuai dengan ke-anak-annya sesuai dengan dunia-nya.

d.    Peserta didik hidup dalam lingkungan tertentu
Peserta didik adalah subjek yang berasal dari keluarga dengan latar belakang lingkungan alam dan sosial budaya tertentu. Oleh karena itu, anak didik akan memiliki karakteristik tertentu sebagai akibat pengaruh lingkungan di mana ia dibesarkan atau dididik. Karakteristik ini mungkin berkenaan dengan status sosialnya, budayanya, agamanya, dll. Dalam praktek pendidikan, pendidik perlu memperhatikan dan memperlakukan anak didik dalam konteks lingkungan alam dan sosial budayanya
.
e.    Peserta didik memiliki ketergantungan kepada orang dewasa.
Peserta didik pada dasarnya memiliki ketergantungan kepada orang dewasa atau pendidik. Hal ini karena mempunyai kekurangan dan kelemahan tertentu. Ketergantungan anak kepada orang dewasa itu tampak dalam “ketidakberdayaan”-nya pada saat ia dilahirkan, dan kelemahan atau kekurangannya dibanding orang dewasa. Anak masih memerlukan perlindungan, anak masih perlu belajar berbagai pengetahuan, perlu latihan berbagai keterampilan, anak belum tahu tentang mana yang benar dan mana yang salah, yang baik dan yang tidak baik, tentang antisipasi kebutuhan di masa depannya dsb. Di balik kebebasannya untuk mewujudkan dirinya sendiri dalam rangka mencapai kedewasaan, anak masih memerlukan bantuan orang dewasa.










2
A.   Tujuan Pendidikan
Tujuan  Pendidikan adalah salah satu unsur pendidikan berupa rumusan tentang apa yang harus dicapai peserta didik, yang berfungsi sebagai pemberi arah bagi semua kegiatan pendidikan.

a.    Jenis Tujuan Pendidikan
Menurut M.J. Langeveld (1980) terdapat enam jenis tujuan pendidikan yaitu :
1.    Tujuan Umum ( tujuan lengkap, tujuan total atau tujuan akhir)
Tujuan Umum merupakan tujuan yang menjadi sumber bagi tujuan lainnya. Semua manusia ingin mencapai tujuan tersebut yakni manusia dewasa/kedewasaan atau menjadi manusia. Tujuan umum ini dapat dijabarkan menjadi tujuan-tujuan khusus
2.    Tujuan Khusus (pengkhususan dari tujuan umum)
Tujuan Khusus merupakan penjabaran/pengkhususan dari tujuan umum yang dirumuskan berdasarkan asas atau prinsip sebagai berikut :
ü  Usia, bakat, dan jenis kelamin peserta didik.
ü  Kemungkinan-kemungkinan yang ada pada keluarga dan alam sekitar anak didik.
ü  Tujuan kemasyarakatan bagi si peserta didik.
ü  Kesanggupan-kesanggupan yang ada pada pendidik
ü  Tugas bangsa dan manusia pada waktu dan tempat tertentu.
Sehubungan dengan prinsip atau asas pengkhususan tujuan umum diatas, maka tujuan umum pedidikan yang sama bagi semua orang ( yaitu kedewasaan) akan mempunyai isi tujuan khusus yang bervariasi. Contoh : tujuan pendidikan nasional suatu bangsa berbeda dengan tujuan pendidikan nasional bangsa lainnya. Tujuan pendidikan bagi anak laki-laki mungkin berbeda dengan tujuan anal perempuan. Tujuan pendidikan Sekolah Dasar akan berbeda dengan tujuan Taman Kanak-kanak, dsb.
3.    Tujuan Insidental
Tujuan Insidental adalah tujuan yang menyangkut suatu peristiwa khusus. Tujuan isidental jauh hubungnnya dengan tujuan umum, namun demikian tujuan insidetal tetap terarah juga kepada pencapaian tujuan umum. Contoh : sebelum jam belajar dimulai, anak-anak bermain di pintu gerbang SD. Dengan tujuan anak-anak tersebut tidak menhalangi atau tidak mengganggu orang lain yang akan melewati pintu gerbang, maka guru melarang anak-anak tersebut bermain di pintu gerbang. Agar tidak masuk angin anak-anak dilarang berlama-lama bermain diair,dsb.





3
4.    Tujuan Sementara/Tujuan Tentatif
Tujuan Sementara atau Tujuan Tentatif ialah tujuan yang terdapat pada langkah-langkah pencapaian tujuan umum, atau yang merupakan “tempat berhenti dalam perjalanan” dalam rangka pencapain tujuan umum. Setiap tujuan sementara ini erat hubungannya dengan masa perkembangan anak. Contoh : dalam rangka mencapai tujuan umum pendidikan, maka akan terdapat tujuan sementara seperti; agar anak dapat berjalan; agar anak dapat berbicara; agar anak bisa hidup bersih, dll.
5.    Tujuan Tak Lengkap
Tujuan tak lengkap adalah tujuan pendidikan yang hanya berkenaan dengan salah satu aspek kemampuan atau dimensi kehidupan. Contoh ; agar anak mampu menyebutkan urutan bilangan; agar anak hapal membaca do’a sebelum makan; tujuan mata pelajaran bahasa inggris,dll. Masing-masing contoh tujuan tersebut tidaklah lengkap dalam arti tidak mencakup keseluruhan aspek yang harus dikembangkan pada diri anak didik.
6.    Tujuan Intermedier
Tujuan Intermedier adalah tujuan pendidikan yang apabila menjadi alat atau jembatan untuk mencapai tujuan pendidikan lainnya yang luas atau lebih tinggi tingkatanya. Contoh: Di TK, anak diharapkan mampu menyebutkan urutan bilangan dan menuliskan angka. Tujuan ini akan menjadi perantara untuk kemudian anak mampu berhitung. Belajar berhitung bisa dilakukan di SD. Tujuan ini juga menjadi perantara agar anak nantinya diharapkan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang berkenaan dengan perhitungan matematika, statiska, dsb.. yang pada akhirnya diharapkan secara mandiri anak mampu memecahkan persoalan perhitungan dalam kehidupannya. Demikian halnya, tujuan pendidikan taman kanak-kanak merupakan perantara/jembatan bagi tujuan pendidikan Sekolah Dasar; tujuan pendidikan Sekolah Menengah Dasar; tujuan pendidikan Sekolah dasar merupakan perantara bagi tujuan pendidikan Sekolah Menengah, dan seterusnya.

B.   Materi Pendidikan
Pendidikan merupakan upaya sadar atau sengaja yang diberikan oleh pendidik kepad anak didik agar mencapai kedewasaan. Karena itu selain harus mempunyai dasar dan tujuan pendidikan yang jelas, pendidik tentunya harus pula memilih isi pendidikan bagi anak didiknya. Sebagai pengganti kata anak didik, pendidik harus mampu memilij materi pendidikan atau pengaruh yang tepat dalam rangka membantu anak menuju kedewasaan.





4
Secara umum ada tiga unsur yang perlu di pertimbangkan dalam rangka menetapkan materi pendidikan, yaitu :

Tujuan pendidakan,
Anak didik, dan
Lingkungan anak didik.

Meteri pendidikan harus ditetapkan dengan mempertimbangkan tujuan pendidikan, sebab materi pendidikan harus dipilih untuk mencapai tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Karena tujuan pendidikan berisi tentang gambaran manusia ideal yang harus dicapai anak didik, maka materi pendidikan hendaknya meliputi gambaran manusia ideal tersebut, baik berkenaan dengan kesehatannya, potensi-potensinya, individualitas, sosialisasi, keberbudayaan, keberagamaan dll.
Ada berbagai hal yang perlu dipertibangkan untuk menetapkan materi pendidikan dalam hubungannya dengan anak didik. Hal yang dimaksu antara lain :
(1)  Tahap dan tugas perkembangan anak didik.
(2)  Kematangan anak didik.
(3)  Keunikan anak didik.
(4)  Tingkat kesukaran dan kekompleks-annya.
Hasil kajian psikologi menunjukan bahwa anak didik berada pada tahap perkembangan tertentu, dan harus mampu melaksanakan tugas-tugas perkembangan tertentu pula pada setiap tahap perkembangannya. Adapun untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan tersebut, anak memerlukaan perlakuan tertentu dari orang dewasa yang menjadi pendidiknya. Salah satunya adalah perlakuan berkenaan dengan materi pendidikan yang harus disesuaikan dengan tahap perkembangannya. Hal ini perlu diperhatikan, sebabnya bahwa anak yang belum mampu melaksanakan tugas-tugas perkembangan sesuai dengan tahap perkembangannya, akan mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tigas perkembangan berikutnya. Sebaliknya jika materi  pendidikan melampaui perkembangan anak, maka hal ini akan menimbulkan efek negatif yang tidak diharapkan terjadi pada diri anak didik.
Materi pendidikan harus disesuaikan dengan kematangan  anak didik. Ibarat besi yang telah dipanaskan, besi tersebut akan mudah dibentuk. Anak yang telah matang untuk belajar sesuatu, ia akan mudah mempelajarinya. Dengan demikian, anak akan memdapatkan kemudahan dalam upayanya (seperti dalam belajar,dsb) untuk mencapai tujuan pendidikan. Apabila dilihat dari sudut pandang pendidik, hal itu berarti bahwa anak akan mudah dididik.



5
Keunikan anak didik mengiplikasi perlunya materi pendidikan disesuaikan dengan tingkata kemampuan belajar (bakat) anak didik, jenis kelamin anak didik, dunia anak didik, dan lain sebagainya. Materi pendidikan yang melebihi kemampuan belajar anak didik akan sulit dipelajari anak didik atau bahkan tidak dapat dikuasai anak didik. Lingkungan dimana anak didik berada perlu dipertimbangkan dalam rengka menetapkan materi pendidikan, artinya bahwa materi pendidikan hendaknya dipilih dan disesuaikan dengan konteks lingkungan alam dan lingkungan sosial-budaya dimana anak didik berada. Perlu diperhatikan bahwa lingkungan anak didik akan dapat dijadikan suber belajar atau sumber belajar atau sumber untuk bereksplorasi bagi anak; dalam lingkungan sekitar anaka didik akan terdapat berbagai jenis permaninan yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan tertentu. Dipihak lain, anak didik pun perlu mengenal lingkungan alamnya, perlu bersosialisasi di dalam masyarakatnya, berenkulturasi dalam kebudayaan masyarakat dll. Sebaliknya, orang tua dan masyarakat pun memiliki nilai-nilai tertentu, merekan mempunyai harapan untuk menjadi siapa anak-anak merekan nantinya, dsb. Dengna demikian, maka diharapkan agar materi pendidikan itu relevan dengan kebutuhan anak dan lingkungannya.
Materi pendidikan hendaknya ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan dan kekompleks-annya. Anak akan mudah belajar apabila dimulai dari hal-hal yang mudah menuju kepada hal yang sulit. Selain itu, anal akan mudah belajar apabila dimulai dari hal-hal yang sederhan menuju kepada hal-hal yang kompleks.

C.   Alat Pendidikan
Alat pendidikan. Materi pendidikan dipilih dan diarahkan pendidik untuk untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam pergaulannya dengan anak didik untuk mencapau tujuan pendidikan, pendidik tentu menggunakan alat pendidikan. Adapun yang dimaksud alat pendidikan adalah “ suatu tidakan atau perbuatan atau situasi, yang dengan sengaja diadakan oleh pendidik untuk mencapi suatu tujuan pendidikan”(M.J. langeveld, 1980:29). Contoh : penciptaan situasi yang kondusif untuk pembelajaran, teladan, tugas, hukuman, ganjaran dll. Yang secara sengaja dilakukan guru untuk  membantu anak didik agar mencapai tujuan pendidik.
Alat Bantu Pendidikan. Dalam pengertian diatas, alat pendidikan berkenaan dengan situasi dan/atau tindakan guru yang disengaja dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, karena itu perlu dipahami bahwa buku-buku, papan tulis, OHP,gedung sekolah,dll. Yang bersifat kebendaan yang sengaja diadakan oleh pendidik untuk mencapai tujuan pendidikan bukanlah alat pendidikan melainkan dikatagorikan sebagai alat bantu pendidikan (M.J. Langeveld, 1980:35).


6
Alat pendidikan seharusnya dipilih dan digunakan sesuai dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Makna pernyataan itu kiranya mudah dipahami, sebab biar bagaimanapun alat pendidikan dipilih dan diguakan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Berbagai alat pendidikan yang tersedia (teladan, wejangan, peritah, larangan, hukuman, dsb). Hendaknya dipilihn dan dugunakan dengan mempertimbangkan karakteristik pendidik yang menggunakannya dan anak didik yang dikenai tindakan dengan menggunakan alat pendidikan tersebut.
Alat pendidikan hendaknya dipilih dan digunakan dengan mempertimbangkan diri pendidik yang akan menggunakannya. Pendidik yang memilih dan menggunakan alat pendidikan yang tidak sesuai karekteristik pribadinya. Andaikan saja guru menggunakan larangan atau hukuman, seperti melarang atau mengukum anak didik yang datang telambat di dalam kelas, sementara pendidik sendiri masih sering datang terlambat dalam kelas, maka bukankah anak didik akan medapat giliran melarang dan menghukum pendidiknya?
Alat pendidikan hendaknya dipilih dan digunakan dengan mempertimbangkan anak didik yang akan dikenai alat pendidikan tersebut. Suatu alat pendidikan hendaknya dipilih dan digunakan dengan mempertimbangkan karaktersistik anak didik. Pendidik perlu bertanya : alat pendidikan mana yang cocok digunakan untuk anak didiknya? Selain itu juga mempertimbangkan berbagai kemungkinan efek positif dan efek negatif yang mungkin terjadi pada diri anak didik, apabila suatu alat pendidikan digunakan. Pilih dan gunakalah alat yang paling tepat.
Menurut pandangan Fenomenal ( M.J. Langeveld, 1980:47-62) terdapat lima syarat penggunaan alat pendidikan dalam hubungannya dengan tujuan pendidikan atau kepentingan anak didik, yaitu :
(1)  Perlindungan.
(2)  Kesepahaman.
(3)  Kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan.
(4)  Perasaan bersatu,
(5)  Berdiri sendiri.
Atas dasar kasih sayangnya pendidik melindungi anak didik. Perlindungan ini baik berkenaan aspek jasmaniah maupun rohaniah agar anak didik tidak sampai berbuat atau mendapatkan suatu yang merugikan dirinya sendiri. Karena itu pendidik diharapkan menggunakan alat pendidikan untuk “ melidungi anak didiknya” bukan untuk kesenangan pendidik apalagi untuk memuaskan nafsu. Demi melindungi anak didik, bentuk alat pendidikan yang mungkin digunakan anatara lain: Pembiasaan, larangan, perintah, atau suruhan, menciptakan dan menegakkan tata tertib, membiarakan anak menyelidiki sesuatu, dsb.


7
Anak didik pada dasarnya ingin menjadi dewasa dan karena itu disadari maupun tidak disadari ia ingin menjadi seperti orang dewasa (pendidik). Karena itu dalam pendidikan perlu diciptakan adanya “ kesepahaman” antara anak didik dengan pendidiknya. Demi kepentingan ini alat pendidikan yang dapat digunakan antara lain : memberikan teladan, memberikan contoh tentang sesuatu, menyuruh meniru perbuatan, memperlihatkan tentang bagaimana suat diperbiat, mengikutsertakan anak dalam suatu kegiatan, menjelaskan, menunjukkan, melarang, menghambat agar sesuatau tidak diperbuat anak didik,dll.
Selain hak tersebut diatas, dalam pendidikan perlu adanya ” kesamaan arah pikiran dan perbuatan” antara pendidik dan anak didik, maupun kesamaan pikiran dan perbuatan dalam diri anak didik itu sendiri. Karena itu apabila kesepahaman telah tercapai melalui penggunaan berbagai alat pendidikan seperti telah dikemukakan terdahulu, selanjutnya anak didik perlu diikut sertakan dalam kehidupan orang dewasa. Dalam hal ini anak didik perlu diberi kesempatan untuk turut bertanggung jawab, mendorong anak agar makin mau memikul tanggung jawab ( bahkan hal tertentu mungkin diberi tanggung jawab penuh), serta mengamati berbagai hal berhubungan dengan kepentingan sendiri. Demi tujuan itu maka dapat digunakan alat pendidikan berupa: perencanaan bersama, penyampaian motif dan tujuan dari perbuatan atau kegiatan, dibuat perjanjian, pemberian tugas atau suruhan (misalnya menyimpan barang pada tempatnya, dsb.) anak diingatkan pada tanggung jawabnya, pada janjinya (anak dituntut tepat janji dan taat aturan), untuk itu mungkin perlu dipergunakan larangan atau hukuman.
Selain itu ia mendapatkan perlindungan, memiliki kesepahaman, dan kesamaan arah pikiran dan perbuatan, anak didik juga perlu memiliki “ perasaan bersatu” yang menjadi dasar bagi hubungan sosialnya ( hidup bermasyarakat) seperti kasih sayang, kepercayaan, kesetiaan, sifat timbal balik atau saling memberi, dsb. Untuk kepentingan itu, alat pendidikan yang dapat digunakan pendidik antara lain dengan memperlihatkan atau membuktikan kepada anak didik adanya kasih sayang, dapat dipercaya, kesetiaanm sikap ramah, sifat timbal balik,dsb. Dalam kehidupan sehari-hari pendidik “menciptakan situasi”: agar anak didik mengalaminya dalam berbagai kegiatan sehari-hari baik dirumah maupun diluar rumah; agar anak tirut mengalami motif dan alasan bertindak yang dianut orang dewasa, dll. Dengan demikian anak dibimbing dan diarahkan ke alam orang dewasa.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan semua alat pendidikan sebagaimana telah dikemukakan di atas adalah bahwa alat pendidikan itu digunakan dan diarahkan agara menjadi dewasa atau mampu “berdiri sendiri, bertanggung jawab, dan beradaptasi positif dalam kehidupan”.




8
a.      Hubungan timbal balik antara faktor-faktor pendidikan
Pengaruh Sekolah Terhadap Masyarakat
Dalam hal pengaruh sekolah terhadap masyarakat pada dasarnya tergantung kepada luas tidaknya serta kualitas out put pendidikan (sekolah) itu sendiri. Semakin besar out put sekolah tersebut dengan disertai kualitas yang mantap, dalam artian mampu mencetak suber daya manusia ( human resources) yang berkualitas, maka tentu saja pengaruhnya sangat positif bagi masyarakat. Sebaliknya meskipun lembaga pendidikan mampu mengeluarkan out putnya tapi dengan SDM yang rendah secara kualitas, itu juga jadi masalah, tidak saja bagi out put yang bersangkutan, tetapi berpengaruh juga bagi masyarakat.
Dengan demikian, bila lembaga pendidikan dimaksud mempu melahirkan produk-produknya yang berkualitas, tentu saja hal ini merupakan investasi bagi penyediaan SDM. Investasi ini sangat penting untuk pengembangkan dan kemajuan masyarakat, sebab manusia itu sendiri adalah subjek setiapa perkembangan, perubahan dan kemajuan di dalam masyarakat.

a.    Pengaruh Masyarakat Terhadap Sekolah
Sebagaimana yang dikemukakan terdahulu tentang keterkaitan masyarakat dengan pendidikan adalah sangat erat dan saling mempengaruhi. Suatu kenyataan bagi setiap orang bahwa masyarakat yang baik, maju. Modern ,ialah masyarakat yang didalamnya ditemukan suatu tingkat pendidikan yang baik, maju dan modern pula., dalam wujud lembaga-lembaganya maupun jumlah dan tingkat pendidikan yang terdidik. Dengan perkataan lain, suatu masyarakat yang maju karena adanya penddika  yang maju, baik dalam arti kualitatif maupun kuantitatif, pendidikan yang modern ditemuken dalam masyarakat yang modern pula. Sebaliknya masyarakata yang kurang memperhatikan pembinaan pendidikan, akan tetap terkebelakang, tidak hanya dari segi intelektual,tapi juga dari segi sosial kultural.

b.    Pegaulan dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat
1.    Pergaulan dalam keluarga
Umumnya keluarga terdiri dairi ayah, ibu dan anak dimana masing-masing anggota keluarga  tersebut saling mempengaruhi,saling membutuhkan, semua meladeni seorang dan seorang meladeni semua. Anak membutuhkan pakaian,makanan bimbingan dan sebagaimana dari orang tua membutuhkan rasa kebahagiaan dengan kelahiran anak. Anak makin besar dibutukan tenaga dan pikirannya untuk membantu orang tua, lebih-lebih bila orang tua makin tidak berdaya karena usia tua dan sering terganggu kesehatannya.




9
Orang tua mempunyai peranan pertama dan utama bagi anak-anaknya selama anak belum dewasa dan mampu berdiri-sendiri. Untuk membawa anak kepada kedewasaan, maka  orang tua harus memberi teladan yang baik karena anak suka mengimitasi keda orang yang lebih tua atau orang tuannya. Dalam memberikan sugesti kepada anak tidak dengan cara otoriter melainkan dengan sistem pergaulan sehingga dengan senang anak akan melaksanakannya. Biasanya anak laki-laki terhadap anak ayahnya sementara anak perempuan dengan ibunya. Antara anak dengan orang tua ada rasa simpati dan kekaguman.

2.    Pergaulan dalam Sekolah
Sebagi lembaga pendidika formal, sekolah terdiri dari pendidik dan peserta didik, antara mereka sudah barang tentu terjadi adanya saling hubungan, baik antara guru dengan murid-muridnya maupun atara murid dengan murid.
Guru-guru sebagai pendidik, dengan wibawanya dalam pergaulan membawa murid sebagai peserta didik ke arah kedewasaan. Memanfaatkan pergaukan sehari-hari dalam pendidika adalah cara yang paling baik dan efektif dalam pembentukan pribadi dan dengan cara ini pula maka hilanglah jurang pemisah antara guru dan peserta didik.
Hubungan murid dengan murid juga menunjukan suasana dedukatif. Sesama murid saling berkawan, berolahraga bersama dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, saling mengajak dan di ajak, saling bercerita, saling mendisiplinkan diri agar tidak menyinggung perasaan teman sepergaulannya. Hubungan murid dengan murid ini adakalanya sederajat dan adakalanya lebih randah atau lebih tinggi kedewasaannya. Dalam hal ini bisa terjadi adanya pergaulan sehari-hari yang berpengaruh negatif maupun pengaruh positif. Pergaulan yang berpengaruh positif inilah yang mengandung adanya gejala-gejala pendidikan dan tentu saja terus dikontrol diarahkan.

3.    Pergaulan dalam masyarakat
Masyarakat merupakan perwujudan kehidupan bersama manusia,di mana di dalam masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antara hubungan dan antaraksi. Didalam masyarakat sebagai suatu lembaga kehidupan manusia berlangsung pula keseluruhan proses perkembangan.
Dalam konteks pendidikan, lingkungan masyarakat merupakan lembaga pendidikan selain keluarga dan sekolah yang membentuk kebiasaan, pengetahuan, minat dan sikap kesusilaan, kemasyarakatan dan keagamaan anak. Dimasyarakatlah anak melakukan pergaulan yang berlangsung secara informal baik dari para tokoh masyarakat pejabat atau penguasa, para pemimpin agama dan sebagainya.


10
Pergaulan sehari-hari antara anak dengan anak lainnya dalam masyarakat juga ada yang setaraf dan ada yang lebih dewasa di bidang tertntu. Teguran anak yang lebih dewasa, terhadap anak yang nakal, yang jorok, yang melakukan perbuatan-perbuatan berbahaya dan sebagainya. Sesama kawan berkumpul untuk bercerita, bermain dengan disiplin, tukar menukar pengalaman, dan sebagainya yang kesemuanya itu tidak terlepas dari kandungan gejala pendidikan. Sebab pendidikan disini diartikan sebagai gejala usaha untuk dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.

4.    Kewibawaan dalam Pergaulan
Dalam proses pendidikan, kewibawaan adalah syarat bagi pendidik dan digunakannya kewibawaan untuk membawa anak didik ke kedewasaan, maka kewibawaan termasuk dalam alat pendidiakan.
Salah seorang tokoh pendidik, Langeveld menyatakan bahwa pendidikan yang sungguh-sungguh baru dapat diberikan setelah anak mengenal akan kewibawaan, kira-kira annak berumur tiga tahun. Sebelum umur tiga tahun anak seperti diberi semacam paksaan atau dressur. Tetapi paksaan – paksaan yang diberikan kepada anak yang masih sangat kecil itu ditujukan kepada kedewasaan anak. Maka paksaan yang diberikan kepada anak yang masih kecil sekali tersebut dengan pendidikan pendahuluan, bukan dressur atau paksan.
Adanya pergaulan menyediakan kemungkinan sebagai lapangan pendidikan dan di dalam pergaulan ini anak dapat bersikap kritik terhadapa perbuatan orang dewasa dan sebaliknya orang dewasa dapat mengkriktik peniruan anak.

















11
DAFTAR PUSTAKA

Meichati, siti, pengantar ilmu pendidikan, FIP-IKIP Yogyakarta, 1994
Tanlain, Wens, dkk., Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Gramedia Jakarta
Idris, Zahara, Dasar-dasar Kependidikan, Angkasa, Bandung, 1981
Hasan, Chalidjah, Kajian perbandingan Pendidikan, al-ikhlas Surabaya, 1995
Hidayanto, Mengenal manusia dan pendidikan, Liberty, Yogyakarta, 1988


































12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar