PENDEKATAN ANTROPOLOGI TENTANG KAJIAN ISLAM YANG
TELAH BERPROSES DALAM SEJARAH DAN BUDAYA
MAKALAH
Disusun Guna
Memenuhi Tugas Individu Semester II
Program Strata Satu (S.1) Fakultas Tarbiyah
Kelompok Kelas : II D
Mata Kuliah : Antropologi Pendidikan
Dosen
SOBARI. WS, S.Pd, M.Pd.
Oleh
MUHAMMAD SYAEFUL ABDULLOH
NIM. 2103958
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(STAINU)
KEBUMEN
2011
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul ”PENDEKATAN ANTROPOLOGI TENTANG
KAJIAN ISLAM YANG TELAH BERPROSES DALAM SEJARAH DAN BUDAYA ” dengan lancar. Dalam penulisan makalah ini
saya tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu
pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan terimakasih kepada SOBARI. WS, S.Pd, M.Pd. Selaku dosen
pembimbing mata kuliah Antropologi Pendidikan, dan semua pihak yang telah membantu selesainya
penyusunan makalah ini.
Saya sadar bahwa sebagai manusia tentu mempunyai
kesalahan dan kehilafan. Oleh karena itu saya selaku penyusun makalah ini mohon
maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya
dan para pembaca yang budiman pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
..................,...... Mei 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ................................................................................. i
KATA
PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR
ISI ............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A.
Latar Belakang
Masalah ........................................................... 1
B.
Perumusan Masalah
................................................................. 1
C.
Tujuan
........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 2
A.
PENGERTIAN KEBUDAYA
...................................................... 2
B.
HUBUNGAN BUDAYA
DENGAN KEPERCAYAAN ................ 3
C.
KEBUDAYAAN
MENURUT WILAYAH ...................................... 8
BAB III PENUTUP ................................................................................... 11
A. KESIMPULAN .............................................................................. 11
B. SARAN ......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fenomena agama adalah fenomena
universal manusia. Selama ini belum ada laporan penelitian dan kajian yang
menyatakan bahwa ada sebuah masyarakat yang tidak mempunyai konsep tentang
agama. Walaupun peristiwa perubahan sosial telah mengubah orientasi dan makna
agama, hal itu tidak berhasil meniadakan eksistensi agama dalam masyarakat.
Sehingga kajian tentang agama selalu akan terus berkembang dan menjadi kajian
yang penting.
B.
Perumusan Masalah
1. Apa Agama itu ?
2. Apa Antropologi itu ?
3. Bagaimana hubungan Antropologi dengan
agama Islam ?
4. Bagaimana Agama dan budaya berinteraksi ?
C.
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
Supaya kita
bisa memahami Islam yang telah berproses dalam sejarah dan budaya.
BAB II
PEMBAHASAN
PENDEKATAN ANTROPOLOGI TENTANG KAJIAN ISLAM YANG TELAH BERPROSES DALAM
SEJARAH DAN BUDAYA
A. Antropologi
Antropologi adalah ilmu tentang
manusia, khususnya tentang asal-usul, aneka warna dan bentuk fisik, adat
istiadfat, dan kepercayaannya. Antropologi yang mempelajari tentang manusia dan
segala perilaku manusia untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan. Antropologi,
sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat penting untuk
memahami agama. Sesungguhnya Antropologi merupakan ilmu yang penting untuk
mempelajari agama dan interaksi sosialnya dengan berbagai budaya. Nurcholish
Madjid mengungkapkan bahwa pendekatan antropologis sangat penting untuk
memahami agama Islam, karena konsep manusia sebagai ‘khalifah’ (pemimpin wakil Tuhan)
di bumi.
B. Agama
Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Agama merupakan
suatu fenomena abadi di alam di sisi lain juga memberikan gambaran bahwa
keberadaan agama tidak lepas dari pengaruh realitas di sekelilingnya.
Seringkali
praktik-praktik keagamaan pada suatu masyarakat dikembangkan dari doktrin
ajaran agama dan kemudian disesuaikan dengan lingkungan budaya. Pertemuan
antara doktrin agama dan realitas budaya terlihat sangat jelas dalam praktik ritual
agama. Dalam Islam, misalnya saja perayaan Idul Fitri di Indonesia yang dirayakan
dengan tradisi sungkeman bersilaturahmi kepada yang lebih tua, adalah sebuah
bukti dari keterpautan antara nilai agama dan kebudayaan. Pertautan antara
agama dan realitas budaya dimungkinkan terjadi karena agama tidak berada dalam
realitas yang vakum selalu original. Mengingkari keterpautan agama dengan
realitas budaya berarti mengingkari realitas agama sendiri yang selalu
berhubungan dengan manusia, yang pasti dilingkari oleh budayanya.
Para antropolog menjelaskan
keberadaan agama dalam kehidupan manusia dengan membedakan apa yang mereka
sebut sebagai ‘common sense’ dan ‘religious atau mystical event.’ Dalam satu
sisi common sense mencerminkan kegiatan sehari-hari yang biasa diselesaikan
dengan pertimbangan rasional ataupun dengan bantuan teknologi, sementera itu
religious sense adalah kegiatan atau kejadian yang terjadi di luar jangkauan
kemampuan nalar maupun teknologi.
Penjelasan lain misalnya yang
diungkapkan oleh Emile Durkheim tentang fungsi agama sebagai penguat
solidaritas sosial, atau Sigmund Freud yang mengungkap posisi penting agama
dalam penyeimbang gejala kejiwaan manusia, sesungguhnya mencerminkan betapa
agama begitu penting bagi eksistensi manusia.
Di Indonesia usaha para antropolog
untuk memahami hubungan agama dan sosial telah banyak dilakukan. Barangkali
karya Clifford Geertz The Religion of Java yang ditulis pada awal 1960an
menjadi karya yang populer sekaligus penting bagi diskusi tentang agama di
Indonesia khususnya di Jawa.
Pandangan Geertz yang mengungkapkan
tentang adanya trikotomi (abangan, santri dan priyayi) di dalam masyarakat
Jawa, ternyata telah mempengaruhi banyak orang dalam melakukan analisis baik
tentang hubungan antara agama dan budaya, ataupun hubungan antara agama dan
politik. Dalam diskursus interaksi antara agama khususnya Islam dan budaya di
Jawa, Pandangan trikotomi Geertz tentang pengelompokan masyarakat Jawa berdasar
religio-kulturalnya berpengaruh terhadap cara pandang para ahli dalam melihat
hubungan agama dan politik. Penjelasan Geertz tentang adanya pengelompokkan
masyarakat Jawa ke dalam kelompok sosial politik didasarkan pada orientasi ideologi
keagamaan. Walaupun Geertz mengkelompokkan masyarakat Jawa ke dalam tiga
kelompok, ketika dihadapkan pada realitas politik, yang jelas-jelas menunjukkan
oposisinya adalah kelompok abangan dan santri. Pernyataan Geertz bahwa abangan
adalah kelompok masyarakat yang berbasis pertanian dan santri yang berbasis
pada perdagangan dan priyayi yang dominan di dalam birokrasi, ternyata
mempunyai afiliasi politik yang berbeda. Kaum abangan lebih dekat dengan partai
politik dengan isu-isu kerakyatan, priyayi dengan partai nasionalis, dan kaum
santri memilih partai-partai yang memberikan perhatian besar terhadap masalah
keagamaan.
Antropologi sangat berguna untuk
membantu mempelajari agama secara empirik, artinya kajian agama harus diarahkan
pada pemahaman aspek-aspek yang melingkupi agama. Kajian agama secara empiris
dapat diarahkan ke dalam dua aspek yaitu manusia dan budaya. Pada dasarnya
agama diciptakan untuk membantu manusia untuk dapat memenuhi
keinginan-keinginan kemanusiaannya, dan sekaligus mengarahkan kepada kehidupan
yang lebih baik.
Hal ini jelas menunjukkan bahwa
persoalan agama yang harus diamati secara empiris adalah tentang manusia. Tanpa
memahami manusia maka pemahaman tentang agama tidak akan menjadi sempurna.
Kemudian sebagai akibat dari
pentingnya kajian manusia, maka mengkaji budaya dan masyarakat yang melingkupi
kehidupan manusia juga menjadi sangat penting. Kebudayaan, sebagai system of
meaning yang memberikan arti bagi kehidupan dan perilaku manusia, adalah aspek
esensial manusia yang tidak dapat dipisahkan dalam memahami manusia. Mengutip
Max Weber bahwa manusia adalah makhluk yang terjebak dalam jaring-jaring (web)
kepentingan yang mereka buat sendiri, maka budaya adalah jaring-jaring itu.
Menurut E.B. Taylor mendefinisikan
agama sebagai kepercayaan terhadap adanya kekuatan supranatural. Walaupun
definisi agama ini sangat minimalis, definis ini menunjukkan kecenderungan
melakukan generalisasi realitas agama dari animisme sampai kepada agama
monoteis. Makanya kecenderungan tradisi intelektualisme ini kemudian meneliti
dari sudut perkembangan agama dari yang anismisme menuju monoteisme.
Menurut Mircea Eliade perkembangan
agama menujukkan adanya gejala seperti bandul jam yang selalu bergerak dari
satu ujung ke ujung yang lain. Demikian juga agama berkembang dari
kecenderungan anismisme menuju monoteisme dan akan kembali ke animisme.
Tetapi, menurut Max Muller
berpandangan bahwa agama bermula dari monotheisme kemudian berkembang menjadi
agama-agama yang banyak.
Jika agama diperuntukkan untuk
kepentingan manusia, maka sesungguhnya persoalan-persoalan manusia adalah juga
merupakan persoalan agama. Dalam Islam manusia digambarkan sebagai khalifah (pemimpin
wakil Tuhan) di muka bumi. Secara antropologis ungkapan ini berarti bahwa
sesungguhnya realitas manusia adalah realitas ketuhanan. Tanpa memahami
realitas manusia, termasuk di dalamnya adalah realitas sosial budayanya, pemahaman
terhadap ketuhanan tidak akan sempurna, karena separuh dari realitas ketuhanan
tidak dimengerti. Di sini terlihat betapa pentingnya kajian tentang manusia, sehingga
Antropologi menjadi sangat penting.
Pentingnya mempelajari realitas
manusia ini juga terlihat dari pesan Al-Qur’an ketika membicarakan
konsep-konsep keagamaan. Al-Qur’an seringkali menggunakan “orang” untuk
menjelaskan konsep kesalehan. Misalnya, untuk menjelaskan tentang konsep takwa,
Al-Qur’an menunjuk pada konsep “muttaqien”, untuk menjelaskan konsep sabar,
Al-Qur’an menggunakan kata “orang sabar” dan seterusnya. Kalau kita merujuk
pada pesan Al-Qur’an yang demikian itu sesungguhnya, konsep-konsep keagamaan
itu termanifestasikan dalam perilaku manusia. Oleh karena itu pemahaman konsep
agama terletak pada pemahaman realitas kemanusiaan.
Dengan demikian realitas manusia
sesungguhnya adalah realitas dari ketuhanan. Dan persoalan-persoalan yang
dihadapi manusia adalah cerminan dari permasalahan ketuhanan.
C. Konsep Islam popular dan Islam formal
Konsep Islam popular dan Islam
formal diadopsi dari konsep popular religion and official religion yang
berkembang di agama-agama yang mempunyai sistem kependetaan yang berjenjang
serta mempunyai “officel” (kekuasaan) untuk menentukan kebenaran suatu
pengamalan agama.
Konsep seperti ini dapat dilihat
dalam sejarah kuno agama Kristen yang mempunyai sistem eklestial pendeta, di
mana pendeta mempunyai kuasa untuk menghakimi kebenaran suatu pengalaman agama.
Praktik agama yang sesuai dengan keputusan dewan kependetaan inilah yang
dianggap sebagai suara resmi, “offical,” gereja tentang praktik agama yang
benar. Tanpa persetujuan dari dewan gereja, maka suatu pengalaman keagamaan
dianggap tidak sah.
Pengamalan keagamaan yang masuk
dalam kategori kedua ini adalah praktik-praktik keagamaan yang bercampur dengan
tradisi lokal, atau bahkan pengamalan dari tradisi-tradisi keagamaan lokal
sebelum datangnya Kristen. Karena kebanyakan dari kalangan awam yang melakukan
kegiatan keagaman model kedua ini maka julukan popular religion dipakai.
Walaupun dalam batasan tertentu
Islam mungkin juga mengenal suatu lembaga yang dapat mengklaim kebenaran suatu
pengamalan agama, sifat dari keputusan lembaga itu tidak dapat mengikat semua
Muslim. Hal ini jelas berbeda dengan tradisi Kristen.
Dan jika yang dipakai ukuran popular
Islam adalah praktik keagamaan yang telah bercampur dengan tradisi lokal, dalam
Islam tentu sulit untuk menemukan suatu pengamalan keagamaan yang tidak
dipengaruhi oleh tradisi lokal. Karena bervariasinya, maka tidak ada suatu
paradigma tunggal yang dapat dipakai untuk menghakimi mana yang official dan
popular.
Sebagai kelanjutan dari proses konflik
tersebut, Gellner memetakan mereka ke dalam dua kubu: Sufi, di satu sisi,
merupakan kubu agama yang lebih mementingkan inti kekuatannya yang berbasis di
desa (rural), dan ulama, di sisi lain, yang dominan di kota (urban) dan
cenderung lebih profesional dan rasional namun lemah ikatan sosialnya. Dalam
pertarungan politik agama dua kekuatan yang berbeda basis ini selalu saling
bergantian, seperti bandul jam (pendulum) yang akan bergoyang kembali ke sisi
lain setelah ia sampai pada sisi yang satunya. Untuk menjelaskan hal ini
Gellner meminjam teori Ibn Khaldun yang berkeyakinan bahwa sesungguhnya pusat
peradaban Islam itu berpusat di kota (madinatul munawarah). Namun kekuasaan
kota itu akan dapat terbentuk dari kekuatan massa yang mempunyai social cohesion
yang kuat. Menurut Ibn Khaldun kekuatan massa Islam desa yang didukung oleh
social cohesion akan dapat mengantarkannya ke peta kekuasaan kota. Tetapi, kata
Ibn Khaldun lagi, setelah kekuatan massa rural itu sampai ke pusat kekuasaan,
ia akan mengalami fragmentasi sosial sebagai suatu gejala umum perkotaan.
Sehingga ia akan dikalahkan lagi oleh kekuatan dari rural area yang mempunyai
social cohesion lebih besar.
Analisis Gellner dan Ibn Khaldun ini
bisa mendukung kajian-kajian kelembagaan agama Islam maupun karakteristiknya
baik yang di kota maupun di desa untuk memprediksi kelanjutan proses perjalanan
sejarah Islam.
Analisis yang demikian ini juga
dapat digunakan untuk melihat organisasi-organisasi Islam di Indonesia dalam
kaitan percaturan politik umat. Misalnya apakah naiknya Nahdlatul Ulama (NU)
sekarang ini ke panggung kekuasaan dapat dilihat sebagai suatu hasil dari
kekuatan massa yang kuat menggantikan massa modernis di kota yang telah dilanda
fragmentasi yang akut. Dengan pendekatan analisis budaya, tipe-tipe organisasi
keagamaan tersebut dapat ditelusuri secara mendalam.
D. Agama Sebagai Sistem Budaya
Geertz adalah orang pertama yang
mengungkapkan pandangan tentang agama sebagai sebuah system budaya. Karya
Geertz, “Religion as a Cultural System,” dianggap sebagai tulisan klasik
tentang agama. Pandangan Geertz, saat itu ketika teori-teori tentang kajian
agama mandeg pada teori-teori besar Mark Weber dan Durkhem, memberikan arah
baru bagi kajian agama. Geertz mengungkapkan bahwa agama harus dilihat sebagai
suatu system yang mampu mengubah suatu tatanan masyarakat. Tidak seperti
pendahulunya yang menganggap agama sebagai bagian kecil dari system budaya,
Geertz berkayinan bahwa agama adalah system budaya sendiri yang dapat membentuk
karakter masyarakat. Walaupun Geertz mengakui bahwa ide yang demikian tidaklah
baru, tetapi agaknya sedikit orang yang berusaha untuk membahasnya lebih
mendalam.
Geertz menerapkan
pandangan-pandangannya untuk meneliti tentang agama dalam satu masyarakat.
Karya Geertz yang tertuang dalam The Religion of Java maupun Islam Observed
merupakan dua buku yang bercerita bagaimana agama dikaji dalam masyarakat.
Buku The Religion of Java
memperlihatkan hubungan agama dengan ekonomi dan politik suatu daerah. Juga
bagaimana agama menjadi ideologi kelompok yang kemudian menimbulkan konflik
maupun integrasi dalam suatu masyarakat.
Sementara itu Islam Observed ingin
melihat perwujudan agama dalam masyarakat yang berbeda untuk memperlihatkan
kemampuan agama dalam mewujudkan masyarakat maupun sebagai perwujudan dari
interaksi dengan budaya lokal.
E. Kajian Islam dalam Antropologi
Sekarang ini ada kecenderungan untuk
melihat Islam secara menyeluruh dengan menonjolkan ciri-ciri Islam lokal. Kajin
semacam Marshal Hodgson yang mencoba menggabungkan perjalan pergumulan Islam
dengan budaya maupun peradaban lokal menunjukkan suatu hasil yang memuaskan.
Buku The Venture of Islam, tidak saja menghasilkan sebuah peta besar
keberagaman Islam, tetapi juga merupakan tantangan tersendiri bagi pengamat
Islam untuk menerjemahkan makna keberagaman itu. Di lain pihak, buku itu
menyisakan banyak homework untuk kita semua bagaimana mengembangkan pemahaman
dan kajian Islam di tingkat lokal untuk melihat keragaman dan kekayaan Islam
lokal.
Bagi V.S. Naipaul ia seakan terpesona
menyaksikan pengikut-pengikut Islam menerjemahkan Islam ke dalam visi-visi
kedaerahan. Bukunya, Among the Believers menujukkan suatu perjalanan untuk
menyaksikan keberagaman Islam. Ia tidak saja penting sebagai sebuah potret
sosial, tetapi ia juga penting sebagai awal pijakan untuk melihat ke masa depan
Islam.
Agaknya kajian-kajian tentang agama
dan budaya dapat kita arahkan dalam berbagai kerangka. Pertama dapat kita
terapkan dalam upaya mencari konsep-konsep lokal tentang bagaimana agama dan
budaya berinteraksi. Kedua, kajian tersebut dapat dipusatkan untuk mempetakan
Islam lokal dalam sebuah peta besar Islam universal. Ketiga, Kajian tentang
local Islam dapat dijadikan sebagai pengkayaan wacana manusia.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Uraian di atas memperlihatkan bahwa
sesungguhnya pemahaman agama tidak akan lengkap tanpa memahami realitas manusia
yang tercermin dalam budayanya. Posisi penting manusia dalam Islam-seperti
digambarkan dalam proses penciptaannya yang ruhnya merupakan tiupan dari ruh Allah
memberikan indikasi bahwa manusia menempati posisi penting dalam mengetahui
tentang Allah. Dengan demikian pemahaman agama secara keseluruhan tidak akan
tercapai tanpa memahami separuh dari agama yaitu manusia. Barangkali tidak
berlebihan untuk menyebut bahwa realitas manusia sesungguhnya adalah realitas
ketuhanan yang empiris. Di sinilah letak pentingnya kajian antropologi dalam
mengkaji Islam.
B. SARAN
Demikianlah makalah tentang Pendekatan Antropologi Tentang Kajian Islam yang telah berproses dalam
sejarah dan budaya, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, atas kesalahan
dalam penulisan makalah ini saya mohon maaf, selanjutnya kritik dan saran
sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. rivafauziah.wordpress.com/.../pendekatan-antropologi-dalam-kajian-islam
2. tarbiyah.uinsunankalijaga.ac.id/antropologi-pendidikan-islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar