Rabu, 25 April 2012

Materi Ilmu Pendidikan Islam


BAB I
Pengertian Dan Batasan Pendidikan Islam
A.PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM
1. Tinjauan Etimologis
            Dalam Alqur’an maupun al Hadis ditemukan 4 istilah yang sepadan dengan pendidikan yaitu ; ta’lim,  ta’dib, riyadloh dan tarbiyah.Diantar  istilah tersebut para pakar pendidikan sepakat istilah tarbiyahlah yang paling tepat untuk istilah pendidikan hal ini karena :
a.       Istilah ta’lim yang merupakan masdar dari kata ‘allama yang berart pengajaran hanya bersifat pemberia atau penyampaian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan.Hal ini dapat dilihat pada Q.S.Albaqarah :31.
b.      Kata ta’dib menurut kamus “Al Mu’jam diterjemahkan dengan pelatihan dan pembiasaan.
c.       Riyadloh yang brarti latihan
d.      Tarbiyah menurt kamus Al mu’jam memiliki 3 arti :
1). Tambah untuk kata yang berasal dari                                 ربا  ير بيو  تربية
2). Tumbuh   untuk kata yang berasal                                   ربي  يربيو  تربية   
3). Memperbaiki, menguasai urusan,memelihara, merawat menuanaikan. Untuk kata yang berasal                                                                     رب    يرب   تربية  
2. Tinjauan  terminologis
a. Ta’lim .Menurt Rasyid Ridlo adalah proses tranmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.
b. Ta’dib menurut Naquib Al atas adalah pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu yang dalam tatanan penciptaan demikian rupa sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud dan keberadaanya.Pengertian ini didasarkan pada hadis Nabi:  ادبني ربي فا حسن تا دبي                                                                                                      
c.Ar riyadhah. Menurut Husein Bahraesi diartikan proses pelatihan individu pada masa   kanak-kanak.
d.Tarbiyah .  Menurut Al Abrasyi memberikan pengertian bahwa tarbiyah adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, teratur pikiranya, halus perasaanya,mahir dalam pekerjaanya, manis tutur katanya baik dengan lisan maupun tulisan.

B. BATASAN PENDIDIKAN ISLAM.
Pendidikan merupakan suatu proses generasi muda untuk dapat menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.Pendidikan lebih daripada pengajaran, karena pengajaran sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan merupakan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya.Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan keahlian. Pengertian pendidikan secara umum yang dihubungkan dengan Islam—sebagai suatu system keagamaan—menimbulkan pengertian-pengertian baru, yang secara implicit menjelaskan karakteristik-karakteristik yang dimilikinya.
Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inheren dengan konotasi istilah “tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah ini mengandung makna yang mendalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam: informal, formal dan non formal.
Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Menurut Langgulung pendidikan Islam tercakup dalam delapan pengertian, yaitu At-Tarbiyyah Ad-Din (Pendidikan keagamaan), At-Ta’lim fil Islamy (pengajaran keislaman), Tarbiyyah Al-Muslimin (Pendidikan orang-orang islam), At-tarbiyyah fil Islam (Pendidikan dalam islam), At-Tarbiyyah ‘inda Muslimin (pendidikan dikalangan Orang-orang Islam), dan At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah (Pendidikan Islami).
Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
















BAB II
Tujuan Tugas  Dan Fungsi Pendidikan Islam.
A.    Tujuan Pendidikan Islam.
Tujuan merupakan komponen yang sangat penting dalam setiap usaha.Karena tujuan memberikan arah dalam melakukan kegiatan sehingga tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum menentukan komponen yang lain. Demikian juga dalam pendidikan Islam.
Menurut Yusuf Mudzakir dalam menetukan tujuan pendidikan Islam harus berorientasi pada beberap aspek antara lain :
a.       Tujuan dan tugas manusia
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat (lihat S. Al-Dzariat:56; S. ali Imran: 102). Dalam konteks sosiologi pribadi yang bertakwa menjadi rahmatan lil ‘alamin, baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang dapat disebut juga sebagai tujuan akhir pendidikan Islam.
b.        Memperhatikan sifat-sifat dasar manusia yaitu konsep tentang manusia sebagai mahluk yang unik yang membawa potensi bawaan seperti fitrah, bakat , minat sifat, karakter yang berkecenderungan pada al hanief (rindu pada kebenaran ) sebatas kemampuan dan ukuran yang ada.
c.         Tuntutan masyarakat. Tuntutan ini baik berupa pelestarian nilai yang telah melembaga maupun tuntutan kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dunia modern.
d.        Dimensi-dimensi kehidupan ideal. Dimensi kehidupan ideal Islam megandung nilai yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup di dunia untuk mencapai kehidupan akhirat yang lebih baik.
Secara garis besar Tujuan Pendidikan Islam dalam diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
A.    Tujuan pendidikan umum dan tujuan pendidikan khusus.
Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam surat a Dzariyat ayat 56 :
“ Dan Tidak  Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku”.
Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar.
Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah.
Sedangkan tujuan khusus Pendidikan Islam
Menurut al Syaibani,  adalah :
1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.
Menurut al abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi
1.      Pembinaan akhlak. Pembinaan ahlak yang dimaksud ialah pembentukan moral yang tinggi seperti yang telah dituagaskan oleh Allah dan dilakukan oleh Rosulullah.Upaya yang harus dilakukan dalam tujuan ini ialah menginternalisasi asmaul husna dalam kehidupan manusia sebatas kemampuan manusia. Hal ini sesuai dengan Hadis Nabi :
تخلقوا باخلا ق الله بقدرالطاقة البشرية                                                                         
2. menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan akhirat.
3. Penguasaan ilmu.
4. Keterampilan bekerja dalam masyrakat.
Menurut Asma hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci menjadi
1. Tujuan keagamaan.
2. Tujuan pengembangan akal dan akhlak.
3. Tujuan pengajaran kebudayaan.
4. Tujuan pembicaraan kepribadian.
Menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan islam menjadi :
1. Bahagia di dunian dan akhirat.
2. menghambakan diri kepada Allah.
3. Memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat islam.
4. Akhlak mulia.
            Abdul mujib menyimpulkan rumusan para ahli tentang Tujuan Pendidikan Islam merumuskan Tujuan Pendidikan Islam dengan “ terbentuknya insan kamil yang didalamnya memiliki wawasan kaffah agar mampu menjalankan tugas kehambaan dan kekhalifahan dan pewaris para nabi dengan pejabaran :
1.      Terbentuknya insan kamil yang oleh Muhammad Iqbal dikriteriakan dengan insan yang beriman yang didalamnya terdapat kekuatan, wawasan, perbuatan, dan kebijaksanaan dan mempunyai sifat-sifat yang tercermin dalam pribadi Nabi SAW, berupa ahlakul karimah.Tahapan untuk mencapai tingkatan ini diperoleh melalui ketaatan terhadap hukum-hukum Allah.
2.      Wawasan kaffah yang menurut Tolhah Hasan memiliki tiga dimensi yaitu :
a.       Dimensi Religius yaitu menusia yang punya nilai secara spirituala dan agama yang karena manusia berbeda satu dengan mahluk yang lain.
b.      Dimensi budaya dimana manusia sebagai mahluk etis yang bertanggung jawab terhadap keutuhan kepribadian sehingga terbebas dari disintegrasi yang mengancam kehidupan manusia.
c.       Dimensi Ilmiah yang mendorong manusia untuk bersikap obyektif dan realistis dalam menghadapi tantangan zaman dan bertingkah laku secara kritis dan rasional serta berusaha mengembangkan ketrampilan dan kreativitas berfikir.
3.      Penyadaran fungsi manusia sebagai sebagai hamba Allah, khalifah Allah, serta sebagai pewaris nabi dan memberikan bekal yang memadai dalam rangka pelaksanaan fungsi tersebut.
Tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.
B. Tugas Pendidikan Islam.
            Tugas Pendidikan dalam ajaran Islam selalu kontinu dan tanpa batas.Menurut Ibnu Taimiyah , tugas pendidikan Islam pada hakekatnya bertumpu pada dua aspek yaitu pendidikan tauhid dan pengembangan tabiat peserta didik.
Pendidikan tauhid dilakukan dengan pemberian pemahaman terhadap dua kalimat sahadat , pemahaman terhadap jenis-jenis tauhid ( rububiyah,uluhiyah dan sifat dan asma), ketundukan dan keihlasan menjalankan syariat Islam dan menghindarkan diri dari segala bentuk kemusyrikan.
Adapun pendidikan pengembangan tabiat peserta didik adalah mengembangkan tabiat itu agar mampu memenuhi tujuan penciptaanya yaitu beribadah kepada Alah SWT dan menyediakan bekal untuk beribadah seperti makandan minum.Menurut Ibnu Taymiyah manusia yang sempurna adalah mereka yang senantiasa beribadah baik ibadah diniyah maupun ibadah kauniyah.
            Dalam menelaah tugas-tugas pendidikan Islam dapat digunakan 3 pendekatan :
1. Pendidikan sebagai pengembangan potensi.
            Tugas ini berdasarkan asumsi bahwa manusia memiliki sejumlah potensi atau kemampuan sedangkan pendidikan merupakan proses untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi tersebut .
            2. Pedidikan sebagai pewaris budaya.
            Tugas pendidikan Islam ini sebagai upaya mewariskan nilai-nilai budaya Islami. Hal ini karena kebudayaan Islam akan mati bila nilai-nilai dan norma-normanya tidak berfungsi dan belum sempat diwariskan pada generasi berikutnya.Dalam Islam sumber nilai budaya dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
            1. Nilai uluhiyyah . yaitu nilai yang dititahkan Alah SWT melalui para nabi dan rasul yang diabadikan dalam bentuk wahyu.Inti dari nilai ini adalah iman dan taqwa.Nilai-nilai ini sifatnya mutlak bagi kehidupan manusia . Pelaku pendidikan memiliki tugas untuk mengintrprestasikan nilai ini agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan .
            2. Nilai Insaniyah. Yaitu nilai yang tumbuh atas kesepakatan manusia serta hidup dan berkembang dari perubahan manusia. Terhadap nilai ini pendidik bertugas tidak hanya menginterpretasikan nilai ini tetapi juga mengontrol agar mendekati nilai ideal (uluhiyyah) sehingga terjadi keselarasan dan keharmonisan batin dalam menjalankan nilai itu.
3. Interaksi antara Pengembangan Potensi dan Pewaris budaya.
            Manusia secara potensial mempunyai potensi dasar yang harus diaktualkan dan dilengkapi dengan peradaban dan kebudayaan Islam. Demikian juga aplikasi peradaban dan kebudayaan harus relevan dengan kebutuhan perkembangan potensi dasar manusia.
C. FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM.
            Fungsi pendidikan Islam adalah menyediakan segala fasilitas baik struktural maupun institusional yang dapat memungkinkan tugas-tugas pendidikan Islam tercapai dan berjalan dengan lancar. 
Menurut Kurshid ahmad fungsi pendidikan Islam adalah :
1.      Alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide-ide masyarakat dan bangsa.
2.      Alat untk mengadakan perubahan , inovasi dan perkembangan yang secara garis besarnya melalui pengetahuan dan skill yang baru ditemukan dan melatih tenaga-tenaga manusia yang produktif untuk menemukan perimbangan perubahan sosial.








BAB III
KONSEP MANUSIA DAN PENDIDIKAN.
A. Konsep Manusia.
1. Hakikat manusia menurut Islam
Manusia adalah makhluk (ciptaan) Tuhan, hakikat wujudnya bahwa manadalah mahkluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan.
Dalam teori pendidikan lama, yang dikembangkan didunia barat, dikatakan bahwa perkembangannya seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan (nativisme) sebagai lawannya berkembang pula teori yang mengajarkan bahwa perkembangan seseorang hanya ditentukan oleh lingkungannya (empirisme), sebagai sintesisnya dikembangkan teori ketiga yang mengatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan dan lingkungannya (konvergensi)
Manusia adalah makhluk utuh yang terdiri atas jasmani, akal, dan rohani sebagai potensi pokok, manusia yang mempunyai aspek jasmani, disebutkan dalam surah al Qashash ayat : 77 :
“Carilah kehidupan akhirat dengan apa yang dikaruniakan Allah kepadamu tidak boleh melupakan urusan dunia “
Manusia dalam pandangan Islam mempunyai aspek jasmani yang tidak dapat dipisahkan dari aspek rohani tatkala manusia masih hidup didunia.
Manusia mempunyai aspek akal. Kata yang digunakan al Qur’an untuk menunjukkan kepada akal tidak hanya satu macam. Harun Nasution menerangkan ada tujuh kata yang digunakan :
1. Kata Nazara, dalam surat al Ghasiyyah ayat 17 :
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan”
2. Kata Tadabbara, dalam surat Muhammad ayat 24 :
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al Qur’an ataukah hati mereka terkunci?”
3. Kata Tafakkara, dalam surat an Nahl ayat 68 :
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah : “buatlah sarang-sarang dibukit-bukit, dipohon-pohon kayu, dan ditempattempat yang dibikin manusia”.
4. Kata Faqiha, dalam surat at Taubah 122 :
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”
5. Kata Tadzakkara, dalam surat an Nahl ayat 17 :
“Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan apa-apa? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran”.
6. Kata Fahima, dalam surat al Anbiya ayat 78 :
“Dan ingatlah kisah daud dan Sulaiman, diwaktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu”.
7. Kata ‘Aqala, dalam surat al Anfaal ayat 22 :
“Sesungguhnya binatang(makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa-pun.
Manusia mempunyai aspek rohani seperti yang dijelaskan dalam surat al Hijr ayat 29 :
“Maka Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan meniupkan kedalamnya roh-Ku, maka sujudlah kalian kepada-Nya”.
2. Manusia Sempurna Menurut Islam
A. Jasmani Yang sehat Serta Kuat dan Berketerampilan
Islam menghendaki agar orang Islam itu sehat mentalnya karena inti ajaran Islam (iman). Kesehatan mental berkaitan erat dengan kesehatan jasmani, karena kesehatan jasmani itu sering berkaitan dengan pembelaan Islam.
Jasmani yang sehat serta kuat berkaitan dengan ciri lain yang dikehendaki ada pada Muslim yang sempurna, yaitu menguasai salah satu ketrampilan yang diperlukan dalam mencari rezeki untuk kehidupan.
Para pendidik Muslim sejak zaman permulaan - perkembangan Islam telah mengetahui betapa pentingnya pendidikan keterampilan berupa pengetahuan praktis dan latihan kejuruan. Mereka menganggapnya fardhu kifayah, sebagaimana diterangkan dalam surat Hud ayat 37 :
“Dan buatlah bahtera itu dibawah pengawasan dan petunjuk wahyu kami, dan jangan kau bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang zalim itu karena meeka itu akan ditenggelamkan”.
B. Cerdas Serta Pandai
Islam menginginkan pemeluknya cerdas serta pandai yang ditandai oleh adanya kemampuan dalam menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai di tandai oleh banyak memiliki pengetahuan dan informasi. Kecerdasan dan kepandaian itu dapat dilihat melalui indikator-indikator sebagai berikut :
a) Memiliki sains yang banyak dan berkualitas tinggi.
b) Mampu memahami dan menghasilkan filsafat.
c) Rohani yang berkualitas tinggi.
Kekuatan rohani (tegasnya kalbu) lebih jauh daripada kekuatan akal. Karena kekuatan jasmani terbatas pada objek-objek berwujud materi yang dapat ditangkap oleh indera.
Islam sangat mengistemewakan aspek kalbu. Kalbu dapat menembus alam ghaib, bahkan menembus Tuhan. Kalbu inilah yang merupakan potensi manusia yang mampu beriman secara sungguh-sungguh. Bahkan iman itu, menurut al Qur’an tempatnya didalam kalbu.
Ilmu dalam perspektif Islam bukan hanya mempelajari masalah keagamaan (akhirat) saja, tapi juga pengetahuan umum juga termasuk. Orang Islam dibekali untuk dunia akhirat, sehingga ada keseimbangan. Dan ilmu umum pun termasuk pada cabang (furu’) ilmu agama.
Dan umat Islam sempat merasakan puncak keemasannya, dimana disaat bangsa Eropa mengidap penyakit hitam, umat islam sudah menemukan sabun, di saat jalan-jalan di Eropa kumuh, gelap, tidak teratur, umat islam sudah punya jalan-jalan yang indah, penerangan, bahkan sistem irigasi yang sudah maju.
  1. Konsep pendidikan.
1.      Pendidikan menurut perspektif Islam.
Pendidikan merupakan unsur elementer yang tidak dapat dilepaskan dari aspek teologis. Komitmen Islam secara teologis terhadap pendidikan dapat dilacak pada al-Qur’an surat al-Alaq (96):1-14. Ayat-ayat dalam surat ini menjelaskan tentang signifikansi pengetahuan yang benar yang harus diketahui dan disebarkan umat Islam secara khusus dan umat manusia umumnya.
Abdullah Yusuf Ali menjelaskan, ungkapan “pengajaran” dan “pembacaan” yang ada pada ayat-ayat itu mengimplikasikan, pemerintah mengajar dan membaca (meneliti dan sebagainya-Red) tidak terbatas pada penyampaian risalah Allah yang harus dilakukan Rasul, tetapi juga bersifat universal, menukik pada tugas untuk menyebarkan kebenaran oleh semua orang yang membaca dan memahami ajaran Al Quran.
Nilai-nilai dan komitmen Islam itu akan makin tampak bila dikaitkan dengan Hadits A’isyah tentang permulaan turunnya wahyu (lihat al-Bukhari, 18-24), di mana Tuhan menyuruh “membaca” kepada Muhammad. Pertama kali Nabi menolak karena dia tidak bisa membaca. Namun, Tuhan menjelaskan, “membaca” adalah kewajiban manusia; mencari dan mengamalkan pengetahuan adalah sifat intrinsik yang harus ada pada manusia. Hadits ini juga menggambarkan dengan jelas mengenai proses penyampaian pengetahuan dalam Islam, yaitu sifatnya yang sangat menekankan pada penciptaan suasana dialogis dan aktif.
Pada sisi ini batasan pendidikan Islam yang ditawarkan Naquib al-Attas menjadi relevan untuk diangkat. Disebutkan, pendidikan Islam pada prinsipnya merupakan proses pengenalan dan pengakuan yang ditanamkan secara bertahap dan berkesinambungan dalam diri manusia mengenai obyek-obyek yang benar sehingga hal itu akan membimbing manusia ke arah pengenalan dan pengakuan terhadap eksistensi Tuhan dalam kehidupan. Selanjutnya, dengan pengetahuan itu, manusia diarahkan untuk mengembangkan kehidupan lebih baik.
Berdasarkan paparan itu dapat dikatakan, pendidikan Islam dari perspektif teologis merupakan konsep yang allama ma lam ya’lam (Tuhan mengajarkan segala hal yang tidak diketahui manusia). Hal itu mengandung pengertian, Allah selalu mengajarkan suatu pengetahuan baru setiap saat kepada manusia. Karena itu, manusia dituntut untuk belajar tentang apa saja sepanjang hidupnya, dan hendaknya selalu berdialog dengan perkembangan zaman. Lebih jauh, ayat itu menjelaskan, nilai semua pengetahuan menurut Al Quran adalah sama pentingnya. Islam tidak mengenal pembedaan dikotomis antara ilmu pengetahuan “agama” dan ilmu pengetahuan “sekuler”. Selama pengetahuan bernilai baik, selama itu pula ia bernilai religius.
Selain itu, konsep ilmu dalam Islam-sebagai salah satu unsur pendidikan-hendaknya mengacu kepada lingkungan dan kebutuhan masyarakat. Karena itu harus bersifat applicable. Hal ini dapat dilacak dari beragamnya pengetahuan yang diberikan Allah kepada para nabi dan umat mereka, misalnya, Nuh (as) mendapatkan pengetahuan tentang pembuatan bahtera (surat Hud, 11:37), Daud diberi pengetahuan tentang pembuatan baju besi (surat al-Anbiya’, 21:80), umat Nabi Shaleh memiliki keahlian memahat gunung untuk dijadikan tempat tinggal (surat al-Hijr, 15:82). Meski ragamnya berbeda, semua memiliki nilai yang sama, yaitu karakternya bersifat teologis-transformatif. Semuanya diarahkan untuk mengenal Tuhan dengan segala sifat-sifat-Nya sehingga manusia selalu merasa di dekat-Nya, dan mampu mengubah dunia sesuai kebutuhan manusia sekaligus melestarikannya. Dengan demikian, pengenalan pengetahuan itu pada saat yang sama merupakan penanaman dan pembentukan serta pengembangan nilai-nilai yang mencerahkan; mengantarkan manusia kepada kehidupan yang taqwa, dan dapat menjauhkan dari kehidupan yang transgressive dan ekstrem.
Di sini ketaqwaan perlu dipahami sebagai konsep yang menunjukkan kepribadian manusia untuk terintegrasi secara penuh dan utuh, yaitu semacam stabilitas yang terbentuk setelah semua unsur-unsur yang positif masuk ke dalam diri seseorang. Dengan kata lain, taqwa merupakan kualitas kedirian manusia yang mampu mengendalikan manusia dari kecenderungan-kecenderungan yang berlawanan dengan nilai-nilai kebaikan universal dan perennial. Dengan ketaqwaan itu, manusia selalu berupaya berjalan di atas jalan yang dikehendaki Tuhan, tunduk secara total kepada perintah-Nya yang diekspresikan dalam bentuk menyebarkan kesejahteraan dan kedamaian bagi sesama dan lingkungan.
Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Menurut Langgulung pendidikan Islam tercakup dalam delapan pengertian, yaitu At-Tarbiyyah Ad-Din (Pendidikan keagamaan), At-Ta’lim fil Islamy (pengajaran keislaman), Tarbiyyah Al-Muslimin (Pendidikan orang-orang islam), At-tarbiyyah fil Islam (Pendidikan dalam islam), At-Tarbiyyah ‘inda Muslimin (pendidikan dikalangan Orang-orang Islam), dan At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah (Pendidikan Islami).
B. Pendidikan Menurut Perspektif Nasional
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya pedagogis untuk menstranfer sejumlah nilai yang dianut oleh masyarakat suatu bangsa kepada sejumlah subjek didik melalui proses pembelajaran. Sistem nilai tersebut tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar pandangan hidup bangsa itu. Rumusan pandangan hidup tersebut kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan itu pandangan filosofis suatu bangsa di antaranya tercermin dalam sistem pendidikan yang dijalankan.
Bagi bangsa Indonesia, pandangan filosofis mengenai pendidikan dapat dilihat pada tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 paragraf keempat. Secara umum tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian secara terperinci dipertegas lagi dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Bertolak dari tujuan pendidikan nasional tersebut, dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan merupakan tujuan akhir yang harus diterjemahkan lebih konkret melalui sebuah proses. Proses dimaksud adalah usaha yang terpola, terencana, dan tersistematisasi melalui proses pendidikan. Keinginan luhur bangsa Indonesia itu lahir dari tatanan nilai yang dianut dan terakumulasi dari dalam kesadaran dirinya sebagai bangsa dan kesadaran terhadap dunia di sekitarnya.
Dilihat dari tridomain pendidikan (domain kognitif, afektif, psikomotorik), tatanan nilai yang tertuang dalam pembukaan UUD’45 khususnya yang tertuang dalam UU No 2/1989 dan UU No. 20/2003 lebih banyak didominasi oleh domain afektif atau cendrung kepada pembentukan sikap. Hal ini menunjukkan bahwa tatanan nilai (kepribadian yang luhur) berfungsi sebagai pengayom domain lainnya. Artinya, kecerdasan dan keterampilan harus berasaskan nilai-nilai luhur yang dianut bangsa. Di antara sekian banyak nilai-nilai luhur tersebut, beriman, berakhlakul karimah, dan beramal saleh adalah bagian dari nilai lihur itu.
Namun demikian, urgensitas nilai yang demikian mendapat posisi strategis dalam konsep pendidikan nasional pada kenyataannya tidak berperan secara riil dalam kepribadian peserta didik di Indonesia. Kesenjangan ini diduga akibat dari beberapa faktor seperti (1) buku teks atau buku pelajaran (bahan ajar) yang digunakan kurang mengarah pada integrasi keilmuan antara sains dan agama, (2) penerapan strategi belajar-mengajar yang belum maksimal dan belum relevan dengan tuntutan kurikulum karena keterbatasan kemampuan pendidik, dan (3) lingkungan belajar (hidden curricullum) belum kondusif bagi berlangsungnya suatu peoses pembelajaran.
Konsekuensi dari ketiga faktor tersebut adalah internalisasi nilai (domain afektif) belum mampu menghujam ke dalam diri (kepribadian) subjek didik secara utuh. Selama ini proses pembelajaran di madrasah belum mampu mengintegrasikan antara berbagai konsep atau teori keilmuan sains dan dimensi nilai agama seperti nilai etika, nilai teologis, dan lain-lain. Demikian juga proses pembelajaran sains belum mampu mengintegrasikan domain afektif ke dalam domain kognitif dan psikomotorik. Hal ini terjadi tidak hanya dalam bidang studi sains tetapi juga dalam semua bidang studi lain pada umumnya.
Kenyataan di lapangan pendidikan, aspek ideal itu (integrasi keilmuan) belum dominan terlihat, sehingga sistem pendidikan nasional terkesan menganut sistem bebas nilai. Pendidikan nasional cenderung berwajah sekularistik, seolah-olah tidak ada kaitan antara konsep keilmuan tertentu dengan nilai-nilai yang sejatinya dimunculkan dalam setiap disiplin ilmu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar