BAB I
Pengertian Dan Batasan
Pendidikan Islam
A.PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM
1. Tinjauan Etimologis
Dalam Alqur’an maupun al Hadis ditemukan
4 istilah yang sepadan dengan pendidikan yaitu ; ta’lim, ta’dib, riyadloh dan tarbiyah.Diantar istilah tersebut para pakar pendidikan
sepakat istilah tarbiyahlah yang paling tepat untuk istilah pendidikan hal ini
karena :
a.
Istilah ta’lim yang merupakan
masdar dari kata ‘allama yang berart pengajaran hanya bersifat pemberia atau
penyampaian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan.Hal ini dapat dilihat pada
Q.S.Albaqarah :31.
b.
Kata ta’dib menurut kamus “Al
Mu’jam diterjemahkan dengan pelatihan dan pembiasaan.
c.
Riyadloh yang brarti latihan
d.
Tarbiyah menurt kamus Al mu’jam
memiliki 3 arti :
1). Tambah untuk kata yang berasal dari ربا ير
بيو تربية
2). Tumbuh untuk kata
yang berasal ربي يربيو
تربية
3). Memperbaiki, menguasai urusan,memelihara, merawat
menuanaikan. Untuk kata yang berasal رب يرب
تربية
2. Tinjauan
terminologis
a. Ta’lim .Menurt Rasyid Ridlo adalah
proses tranmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya
batasan dan ketentuan tertentu.
b. Ta’dib menurut Naquib Al atas adalah
pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu yang
dalam tatanan penciptaan demikian rupa sehingga membimbing ke arah pengenalan
dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud dan
keberadaanya.Pengertian ini didasarkan pada hadis Nabi: ادبني ربي فا حسن تا
دبي
c.Ar riyadhah. Menurut Husein Bahraesi diartikan proses
pelatihan individu pada masa
kanak-kanak.
d.Tarbiyah . Menurut Al Abrasyi memberikan pengertian
bahwa tarbiyah adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan
bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya,
teratur pikiranya, halus perasaanya,mahir dalam pekerjaanya, manis tutur
katanya baik dengan lisan maupun tulisan.
B. BATASAN PENDIDIKAN ISLAM.
Pendidikan merupakan suatu proses generasi
muda untuk dapat menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara
lebih efektif dan efisien.Pendidikan lebih daripada pengajaran, karena
pengajaran sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan
merupakan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek
yang dicakupnya.Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan
terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik di samping transfer
ilmu dan keahlian. Pengertian pendidikan secara umum yang dihubungkan dengan
Islam—sebagai suatu system keagamaan—menimbulkan pengertian-pengertian baru,
yang secara implicit menjelaskan karakteristik-karakteristik yang dimilikinya.
Pengertian pendidikan dengan seluruh
totalitasnya dalam konteks Islam inheren dengan konotasi istilah “tarbiyah,
ta’lim, dan ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah ini
mengandung makna yang mendalam menyangkut manusia dan masyarakat serta
lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain.
Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam:
informal, formal dan non formal.
Ilmu
Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Menurut Langgulung pendidikan Islam tercakup
dalam delapan pengertian, yaitu At-Tarbiyyah Ad-Din (Pendidikan
keagamaan), At-Ta’lim fil Islamy (pengajaran keislaman), Tarbiyyah Al-Muslimin
(Pendidikan orang-orang islam), At-tarbiyyah fil Islam (Pendidikan dalam
islam), At-Tarbiyyah ‘inda Muslimin (pendidikan dikalangan Orang-orang Islam),
dan At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah (Pendidikan Islami).
Hasan Langgulung merumuskan pendidikan
Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan,
memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi
manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
BAB II
Tujuan Tugas Dan Fungsi Pendidikan Islam.
A.
Tujuan Pendidikan Islam.
Tujuan merupakan komponen yang sangat
penting dalam setiap usaha.Karena tujuan memberikan arah dalam melakukan
kegiatan sehingga tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum menentukan
komponen yang lain. Demikian juga dalam pendidikan Islam.
Menurut Yusuf Mudzakir dalam menetukan
tujuan pendidikan Islam harus berorientasi pada beberap aspek antara lain :
a.
Tujuan dan tugas manusia
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas
dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi
hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang
berbahagia di dunia dan akhirat (lihat S. Al-Dzariat:56; S. ali Imran: 102). Dalam
konteks sosiologi pribadi yang bertakwa menjadi rahmatan lil ‘alamin, baik
dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang
dapat disebut juga sebagai tujuan akhir pendidikan Islam.
b.
Memperhatikan sifat-sifat dasar
manusia yaitu konsep tentang manusia sebagai mahluk yang unik yang membawa
potensi bawaan seperti fitrah, bakat , minat sifat, karakter yang
berkecenderungan pada al hanief (rindu pada kebenaran ) sebatas kemampuan dan
ukuran yang ada.
c.
Tuntutan masyarakat. Tuntutan ini
baik berupa pelestarian nilai yang telah melembaga maupun tuntutan kebutuhan
hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dunia modern.
d.
Dimensi-dimensi kehidupan ideal.
Dimensi kehidupan ideal Islam megandung nilai yang dapat meningkatkan
kesejahteraan hidup di dunia untuk mencapai kehidupan akhirat yang lebih baik.
Secara garis besar Tujuan Pendidikan Islam dalam
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
A. Tujuan
pendidikan umum dan tujuan pendidikan khusus.
Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan
Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam,
pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah.
Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.Islam menghendaki
agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana
yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah
beribadah kepada Allah. Seperti dalam surat a Dzariyat ayat 56 :
“ Dan Tidak Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya
mereka beribadah kepada-Ku”.
Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah
itu terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan
zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu
mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan)
kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya
agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar.
Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek
kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan,
pemikiran yang disangkutkan dengan Allah.
Sedangkan tujuan khusus Pendidikan Islam
Menurut al Syaibani, adalah :
1. Tujuan
yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan,
tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan
kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan
yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah
laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman
masyarakat.
3. Tujuan
profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu,
sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.
Menurut al abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan
islam menjadi
1. Pembinaan
akhlak. Pembinaan ahlak yang dimaksud ialah pembentukan moral yang tinggi
seperti yang telah dituagaskan oleh Allah dan dilakukan oleh Rosulullah.Upaya
yang harus dilakukan dalam tujuan ini ialah menginternalisasi asmaul husna
dalam kehidupan manusia sebatas kemampuan manusia. Hal ini sesuai dengan Hadis
Nabi :
تخلقوا باخلا
ق الله بقدرالطاقة البشرية
2.
menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan akhirat.
3.
Penguasaan ilmu.
4.
Keterampilan bekerja dalam masyrakat.
Menurut Asma
hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci menjadi
1. Tujuan
keagamaan.
2. Tujuan
pengembangan akal dan akhlak.
3. Tujuan
pengajaran kebudayaan.
4. Tujuan
pembicaraan kepribadian.
Menurut
Munir Mursi, tujuan pendidikan islam menjadi :
1. Bahagia
di dunian dan akhirat.
2.
menghambakan diri kepada Allah.
3.
Memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat islam.
4. Akhlak
mulia.
Abdul mujib menyimpulkan rumusan
para ahli tentang Tujuan Pendidikan Islam merumuskan Tujuan Pendidikan Islam
dengan “ terbentuknya insan kamil yang didalamnya memiliki wawasan kaffah agar
mampu menjalankan tugas kehambaan dan kekhalifahan dan pewaris para nabi dengan
pejabaran :
1. Terbentuknya
insan kamil yang oleh Muhammad Iqbal dikriteriakan dengan insan yang beriman
yang didalamnya terdapat kekuatan, wawasan, perbuatan, dan kebijaksanaan dan
mempunyai sifat-sifat yang tercermin dalam pribadi Nabi SAW, berupa ahlakul
karimah.Tahapan untuk mencapai tingkatan ini diperoleh melalui ketaatan
terhadap hukum-hukum Allah.
2. Wawasan
kaffah yang menurut Tolhah Hasan memiliki tiga dimensi yaitu :
a. Dimensi
Religius yaitu menusia yang punya nilai secara spirituala dan agama yang karena
manusia berbeda satu dengan mahluk yang lain.
b. Dimensi
budaya dimana manusia sebagai mahluk etis yang bertanggung jawab terhadap
keutuhan kepribadian sehingga terbebas dari disintegrasi yang mengancam
kehidupan manusia.
c. Dimensi
Ilmiah yang mendorong manusia untuk bersikap obyektif dan realistis dalam
menghadapi tantangan zaman dan bertingkah laku secara kritis dan rasional serta
berusaha mengembangkan ketrampilan dan kreativitas berfikir.
3. Penyadaran
fungsi manusia sebagai sebagai hamba Allah, khalifah Allah, serta sebagai
pewaris nabi dan memberikan bekal yang memadai dalam rangka pelaksanaan fungsi
tersebut.
Tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia
sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh
manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah
beribadah kepada Allah.
B. Tugas Pendidikan
Islam.
Tugas
Pendidikan dalam ajaran Islam selalu kontinu dan tanpa batas.Menurut Ibnu
Taimiyah , tugas pendidikan Islam pada hakekatnya bertumpu pada dua aspek yaitu
pendidikan tauhid dan pengembangan tabiat peserta didik.
Pendidikan tauhid dilakukan dengan
pemberian pemahaman terhadap dua kalimat sahadat , pemahaman terhadap
jenis-jenis tauhid ( rububiyah,uluhiyah dan sifat dan asma), ketundukan dan
keihlasan menjalankan syariat Islam dan menghindarkan diri dari segala bentuk
kemusyrikan.
Adapun pendidikan pengembangan tabiat
peserta didik adalah mengembangkan tabiat itu agar mampu memenuhi tujuan
penciptaanya yaitu beribadah kepada Alah SWT dan menyediakan bekal untuk beribadah
seperti makandan minum.Menurut Ibnu Taymiyah manusia yang sempurna adalah
mereka yang senantiasa beribadah baik ibadah diniyah maupun ibadah kauniyah.
Dalam
menelaah tugas-tugas pendidikan Islam dapat digunakan 3 pendekatan :
1. Pendidikan sebagai
pengembangan potensi.
Tugas ini
berdasarkan asumsi bahwa manusia memiliki sejumlah potensi atau kemampuan
sedangkan pendidikan merupakan proses untuk menumbuhkan dan mengembangkan
potensi tersebut .
2. Pedidikan
sebagai pewaris budaya.
Tugas pendidikan Islam
ini sebagai upaya mewariskan nilai-nilai budaya Islami. Hal ini karena
kebudayaan Islam akan mati bila nilai-nilai dan norma-normanya tidak berfungsi
dan belum sempat diwariskan pada generasi berikutnya.Dalam Islam sumber nilai
budaya dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
1. Nilai uluhiyyah .
yaitu nilai yang dititahkan Alah SWT melalui para nabi dan rasul yang
diabadikan dalam bentuk wahyu.Inti dari nilai ini adalah iman dan
taqwa.Nilai-nilai ini sifatnya mutlak bagi kehidupan manusia . Pelaku pendidikan
memiliki tugas untuk mengintrprestasikan nilai ini agar dapat diaplikasikan
dalam kehidupan .
2. Nilai Insaniyah.
Yaitu nilai yang tumbuh atas kesepakatan manusia serta hidup dan berkembang
dari perubahan manusia. Terhadap nilai ini pendidik bertugas tidak hanya
menginterpretasikan nilai ini tetapi juga mengontrol agar mendekati nilai ideal
(uluhiyyah) sehingga terjadi keselarasan dan keharmonisan batin dalam
menjalankan nilai itu.
3. Interaksi antara Pengembangan Potensi dan Pewaris budaya.
Manusia secara potensial
mempunyai potensi dasar yang harus diaktualkan dan dilengkapi dengan peradaban
dan kebudayaan Islam. Demikian juga aplikasi peradaban dan kebudayaan harus
relevan dengan kebutuhan perkembangan potensi dasar manusia.
C. FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM.
Fungsi pendidikan Islam
adalah menyediakan segala fasilitas baik struktural maupun institusional yang
dapat memungkinkan tugas-tugas pendidikan Islam tercapai dan berjalan dengan
lancar.
Menurut Kurshid ahmad fungsi pendidikan Islam adalah :
1.
Alat untuk
memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan,
nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide-ide masyarakat dan bangsa.
2.
Alat untk
mengadakan perubahan , inovasi dan perkembangan yang secara garis besarnya
melalui pengetahuan dan skill yang baru ditemukan dan melatih tenaga-tenaga
manusia yang produktif untuk menemukan perimbangan perubahan sosial.
BAB III
KONSEP MANUSIA DAN
PENDIDIKAN.
A. Konsep Manusia.
1. Hakikat
manusia menurut Islam
Manusia
adalah makhluk (ciptaan) Tuhan, hakikat wujudnya bahwa manadalah mahkluk yang
perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan.
Dalam teori
pendidikan lama, yang dikembangkan didunia barat, dikatakan bahwa
perkembangannya seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan (nativisme) sebagai
lawannya berkembang pula teori yang mengajarkan bahwa perkembangan seseorang
hanya ditentukan oleh lingkungannya (empirisme), sebagai sintesisnya
dikembangkan teori ketiga yang mengatakan bahwa perkembangan seseorang
ditentukan oleh pembawaan dan lingkungannya (konvergensi)
Manusia
adalah makhluk utuh yang terdiri atas jasmani, akal, dan rohani sebagai potensi
pokok, manusia yang mempunyai aspek jasmani, disebutkan dalam surah al Qashash
ayat : 77 :
“Carilah kehidupan akhirat dengan apa yang dikaruniakan
Allah kepadamu tidak boleh melupakan urusan dunia “
Manusia
dalam pandangan Islam mempunyai aspek jasmani yang tidak dapat dipisahkan dari
aspek rohani tatkala manusia masih hidup didunia.
Manusia
mempunyai aspek akal. Kata yang digunakan al Qur’an untuk menunjukkan kepada
akal tidak hanya satu macam. Harun Nasution menerangkan ada tujuh kata yang
digunakan :
1. Kata
Nazara, dalam surat al Ghasiyyah ayat 17 :
“Maka apakah
mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan”
2. Kata
Tadabbara, dalam surat Muhammad ayat 24 :
“Maka apakah mereka tidak
memperhatikan al Qur’an ataukah hati mereka terkunci?”
3. Kata
Tafakkara, dalam surat an Nahl ayat 68 :
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah
: “buatlah sarang-sarang dibukit-bukit, dipohon-pohon kayu, dan ditempattempat
yang dibikin manusia”.
4. Kata
Faqiha, dalam surat at Taubah 122 :
“Tidak
sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (kemedan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya”
5. Kata
Tadzakkara, dalam surat an Nahl ayat 17 :
“Maka apakah
(Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan apa-apa?
Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran”.
6. Kata
Fahima, dalam surat al Anbiya ayat 78 :
“Dan
ingatlah kisah daud dan Sulaiman, diwaktu keduanya memberikan keputusan
mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan
kaumnya. Dan adalah kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu”.
7. Kata
‘Aqala, dalam surat al Anfaal ayat 22 :
“Sesungguhnya
binatang(makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang
pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa-pun.
Manusia mempunyai aspek rohani
seperti yang dijelaskan dalam surat al Hijr ayat 29 :
“Maka Aku
telah menyempurnakan kejadiannya dan meniupkan kedalamnya roh-Ku, maka sujudlah
kalian kepada-Nya”.
2. Manusia
Sempurna Menurut Islam
A. Jasmani Yang sehat Serta Kuat dan Berketerampilan
Islam menghendaki agar orang Islam
itu sehat mentalnya karena inti ajaran Islam (iman). Kesehatan mental berkaitan
erat dengan kesehatan jasmani, karena kesehatan jasmani itu sering berkaitan
dengan pembelaan Islam.
Jasmani yang sehat serta kuat
berkaitan dengan ciri lain yang dikehendaki ada pada Muslim yang sempurna,
yaitu menguasai salah satu ketrampilan yang diperlukan dalam mencari rezeki
untuk kehidupan.
Para pendidik Muslim sejak zaman
permulaan - perkembangan Islam telah mengetahui betapa pentingnya pendidikan
keterampilan berupa pengetahuan praktis dan latihan kejuruan. Mereka
menganggapnya fardhu kifayah, sebagaimana diterangkan dalam surat Hud ayat 37 :
“Dan buatlah bahtera itu dibawah
pengawasan dan petunjuk wahyu kami, dan jangan kau bicarakan dengan aku tentang
orang-orang yang zalim itu karena meeka itu akan ditenggelamkan”.
B. Cerdas
Serta Pandai
Islam menginginkan pemeluknya cerdas
serta pandai yang ditandai oleh adanya kemampuan dalam menyelesaikan masalah
dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai di tandai oleh banyak memiliki
pengetahuan dan informasi. Kecerdasan dan kepandaian itu dapat dilihat melalui
indikator-indikator sebagai berikut :
a) Memiliki
sains yang banyak dan berkualitas tinggi.
b) Mampu
memahami dan menghasilkan filsafat.
c) Rohani
yang berkualitas tinggi.
Kekuatan rohani (tegasnya kalbu) lebih jauh daripada
kekuatan akal. Karena kekuatan jasmani terbatas pada objek-objek berwujud
materi yang dapat ditangkap oleh indera.
Islam sangat mengistemewakan aspek kalbu. Kalbu dapat
menembus alam ghaib, bahkan menembus Tuhan. Kalbu inilah yang merupakan potensi
manusia yang mampu beriman secara sungguh-sungguh. Bahkan iman itu, menurut al
Qur’an tempatnya didalam kalbu.
Ilmu dalam perspektif Islam bukan hanya mempelajari
masalah keagamaan (akhirat) saja, tapi juga pengetahuan umum juga termasuk.
Orang Islam dibekali untuk dunia akhirat, sehingga ada keseimbangan. Dan ilmu
umum pun termasuk pada cabang (furu’) ilmu agama.
Dan umat Islam sempat merasakan puncak keemasannya,
dimana disaat bangsa Eropa mengidap penyakit hitam, umat islam sudah menemukan
sabun, di saat jalan-jalan di Eropa kumuh, gelap, tidak teratur, umat islam
sudah punya jalan-jalan yang indah, penerangan, bahkan sistem irigasi yang
sudah maju.
- Konsep pendidikan.
1. Pendidikan menurut perspektif Islam.
Pendidikan merupakan unsur elementer yang tidak dapat
dilepaskan dari aspek teologis. Komitmen Islam secara teologis terhadap
pendidikan dapat dilacak pada al-Qur’an surat al-Alaq (96):1-14. Ayat-ayat
dalam surat ini menjelaskan tentang signifikansi pengetahuan yang benar yang
harus diketahui dan disebarkan umat Islam secara khusus dan umat manusia
umumnya.
Abdullah Yusuf Ali menjelaskan, ungkapan “pengajaran”
dan “pembacaan” yang ada pada ayat-ayat itu mengimplikasikan, pemerintah
mengajar dan membaca (meneliti dan sebagainya-Red) tidak terbatas pada
penyampaian risalah Allah yang harus dilakukan Rasul, tetapi juga bersifat
universal, menukik pada tugas untuk menyebarkan kebenaran oleh semua orang yang
membaca dan memahami ajaran Al Quran.
Nilai-nilai dan komitmen Islam itu akan makin tampak
bila dikaitkan dengan Hadits A’isyah tentang permulaan turunnya wahyu (lihat
al-Bukhari, 18-24), di mana Tuhan menyuruh “membaca” kepada Muhammad. Pertama
kali Nabi menolak karena dia tidak bisa membaca. Namun, Tuhan menjelaskan,
“membaca” adalah kewajiban manusia; mencari dan mengamalkan pengetahuan adalah
sifat intrinsik yang harus ada pada manusia. Hadits ini juga menggambarkan
dengan jelas mengenai proses penyampaian pengetahuan dalam Islam, yaitu
sifatnya yang sangat menekankan pada penciptaan suasana dialogis dan aktif.
Pada sisi ini batasan pendidikan Islam yang ditawarkan
Naquib al-Attas menjadi relevan untuk diangkat. Disebutkan, pendidikan Islam
pada prinsipnya merupakan proses pengenalan dan pengakuan yang ditanamkan
secara bertahap dan berkesinambungan dalam diri manusia mengenai obyek-obyek
yang benar sehingga hal itu akan membimbing manusia ke arah pengenalan dan
pengakuan terhadap eksistensi Tuhan dalam kehidupan. Selanjutnya, dengan
pengetahuan itu, manusia diarahkan untuk mengembangkan kehidupan lebih baik.
Berdasarkan paparan itu dapat dikatakan, pendidikan
Islam dari perspektif teologis merupakan konsep yang allama ma lam ya’lam
(Tuhan mengajarkan segala hal yang tidak diketahui manusia). Hal itu mengandung
pengertian, Allah selalu mengajarkan suatu pengetahuan baru setiap saat kepada
manusia. Karena itu, manusia dituntut untuk belajar tentang apa saja sepanjang
hidupnya, dan hendaknya selalu berdialog dengan perkembangan zaman. Lebih jauh,
ayat itu menjelaskan, nilai semua pengetahuan menurut Al Quran adalah sama
pentingnya. Islam tidak mengenal pembedaan dikotomis antara ilmu pengetahuan
“agama” dan ilmu pengetahuan “sekuler”. Selama pengetahuan bernilai baik,
selama itu pula ia bernilai religius.
Selain itu, konsep ilmu dalam Islam-sebagai salah satu
unsur pendidikan-hendaknya mengacu kepada lingkungan dan kebutuhan masyarakat.
Karena itu harus bersifat applicable. Hal ini dapat dilacak dari beragamnya
pengetahuan yang diberikan Allah kepada para nabi dan umat mereka, misalnya,
Nuh (as) mendapatkan pengetahuan tentang pembuatan bahtera (surat Hud, 11:37),
Daud diberi pengetahuan tentang pembuatan baju besi (surat al-Anbiya’, 21:80),
umat Nabi Shaleh memiliki keahlian memahat gunung untuk dijadikan tempat tinggal
(surat al-Hijr, 15:82). Meski ragamnya berbeda, semua memiliki nilai yang sama,
yaitu karakternya bersifat teologis-transformatif. Semuanya diarahkan untuk
mengenal Tuhan dengan segala sifat-sifat-Nya sehingga manusia selalu merasa di
dekat-Nya, dan mampu mengubah dunia sesuai kebutuhan manusia sekaligus
melestarikannya. Dengan demikian, pengenalan pengetahuan itu pada saat yang
sama merupakan penanaman dan pembentukan serta pengembangan nilai-nilai yang
mencerahkan; mengantarkan manusia kepada kehidupan yang taqwa, dan dapat
menjauhkan dari kehidupan yang transgressive dan ekstrem.
Di sini ketaqwaan perlu dipahami sebagai konsep yang
menunjukkan kepribadian manusia untuk terintegrasi secara penuh dan utuh, yaitu
semacam stabilitas yang terbentuk setelah semua unsur-unsur yang positif masuk
ke dalam diri seseorang. Dengan kata lain, taqwa merupakan kualitas kedirian
manusia yang mampu mengendalikan manusia dari kecenderungan-kecenderungan yang
berlawanan dengan nilai-nilai kebaikan universal dan perennial. Dengan
ketaqwaan itu, manusia selalu berupaya berjalan di atas jalan yang dikehendaki
Tuhan, tunduk secara total kepada perintah-Nya yang diekspresikan dalam bentuk
menyebarkan kesejahteraan dan kedamaian bagi sesama dan lingkungan.
Ilmu
Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Menurut Langgulung pendidikan Islam tercakup
dalam delapan pengertian, yaitu At-Tarbiyyah Ad-Din (Pendidikan
keagamaan), At-Ta’lim fil Islamy (pengajaran keislaman), Tarbiyyah Al-Muslimin
(Pendidikan orang-orang islam), At-tarbiyyah fil Islam (Pendidikan dalam
islam), At-Tarbiyyah ‘inda Muslimin (pendidikan dikalangan Orang-orang Islam),
dan At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah (Pendidikan Islami).
B.
Pendidikan Menurut Perspektif Nasional
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya
pedagogis untuk menstranfer sejumlah nilai yang dianut oleh masyarakat suatu
bangsa kepada sejumlah subjek didik melalui proses pembelajaran. Sistem nilai
tersebut tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar
pandangan hidup bangsa itu. Rumusan pandangan hidup tersebut kemudian
dituangkan dalam Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan. Dalam
Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan itu pandangan filosofis suatu bangsa
di antaranya tercermin dalam sistem pendidikan yang dijalankan.
Bagi bangsa Indonesia, pandangan filosofis mengenai
pendidikan dapat dilihat pada tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 paragraf keempat. Secara umum tujuan
pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian secara
terperinci dipertegas lagi dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Bertolak dari tujuan pendidikan nasional tersebut,
dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan merupakan tujuan akhir yang harus
diterjemahkan lebih konkret melalui sebuah proses. Proses dimaksud adalah usaha
yang terpola, terencana, dan tersistematisasi melalui proses pendidikan.
Keinginan luhur bangsa Indonesia itu lahir dari tatanan nilai yang dianut dan
terakumulasi dari dalam kesadaran dirinya sebagai bangsa dan kesadaran terhadap
dunia di sekitarnya.
Dilihat dari tridomain pendidikan (domain kognitif,
afektif, psikomotorik), tatanan nilai yang tertuang dalam pembukaan UUD’45
khususnya yang tertuang dalam UU No 2/1989 dan UU No. 20/2003 lebih banyak
didominasi oleh domain afektif atau cendrung kepada pembentukan sikap. Hal ini
menunjukkan bahwa tatanan nilai (kepribadian yang luhur) berfungsi sebagai
pengayom domain lainnya. Artinya, kecerdasan dan keterampilan harus berasaskan
nilai-nilai luhur yang dianut bangsa. Di antara sekian banyak nilai-nilai luhur
tersebut, beriman, berakhlakul karimah, dan beramal saleh adalah bagian dari
nilai lihur itu.
Namun demikian, urgensitas nilai yang demikian
mendapat posisi strategis dalam konsep pendidikan nasional pada kenyataannya
tidak berperan secara riil dalam kepribadian peserta didik di Indonesia.
Kesenjangan ini diduga akibat dari beberapa faktor seperti (1) buku teks atau
buku pelajaran (bahan ajar) yang digunakan kurang mengarah pada integrasi
keilmuan antara sains dan agama, (2) penerapan strategi belajar-mengajar yang
belum maksimal dan belum relevan dengan tuntutan kurikulum karena keterbatasan
kemampuan pendidik, dan (3) lingkungan belajar (hidden curricullum) belum
kondusif bagi berlangsungnya suatu peoses pembelajaran.
Konsekuensi dari ketiga faktor tersebut adalah
internalisasi nilai (domain afektif) belum mampu menghujam ke dalam diri
(kepribadian) subjek didik secara utuh. Selama ini proses pembelajaran di
madrasah belum mampu mengintegrasikan antara berbagai konsep atau teori
keilmuan sains dan dimensi nilai agama seperti nilai etika, nilai teologis, dan
lain-lain. Demikian juga proses pembelajaran sains belum mampu mengintegrasikan
domain afektif ke dalam domain kognitif dan psikomotorik. Hal ini terjadi tidak
hanya dalam bidang studi sains tetapi juga dalam semua bidang studi lain pada
umumnya.
Kenyataan di lapangan pendidikan, aspek ideal itu
(integrasi keilmuan) belum dominan terlihat, sehingga sistem pendidikan
nasional terkesan menganut sistem bebas nilai. Pendidikan nasional cenderung
berwajah sekularistik, seolah-olah tidak ada kaitan antara konsep keilmuan
tertentu dengan nilai-nilai yang sejatinya dimunculkan dalam setiap disiplin
ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar