Kamis, 26 April 2012

Masailul Fiqh prosedur fatwa MUI


prosedur fatwa MUI

PROSEDUR FATWA PADA KOMISI FATWA MUI

MUI berdiri pada tahun 1975 atas inisitif pemerintah tujuannya menegakan dan mengontrol ekpresi publik tentang Islam, di bawah bantuan dan sokongan Departemen Agama sebagai wakil Negara Indonesia). MUI organisasi tingkat nasional dan sub koordinat pada tingkat daerah (kabupaten), tujuannya adalah menseragamkan skala nasional terhadap religius opinion di masyarakat Indonesia.
Metode pembuatan fatwa sebagai dasar pijakan memproduksi fatwa pertama kali di buat pada tahun 1975, metode ini menjadi pijakan komisi fatwa selama 2 periode tahun 1975 – 1980, dan 1980 – 1986. Pada sidang Pleno MUI tanggal 18 Januari terdapat perubahan dalam prosedur penetapan fatwa sebagai otoritas fatwa, yang dilakukan oleh Komisi fatwa dalam bentuk keputusan MUI pusat Jakarta , sejak tahun 1986 otoritas fatwa dibedakan, dimana MUI pusat memberikan fatwa terhadap masalah keagamaan yang bersifat umum dan berkaitan dengan masyarakat Islam Indonesia secara umum. Masalah keagamaan yang relevan dengan wilayah tertentu dapat di selesaikan di wilayah, khusus untuk wilayah propinsi. Sementara masalah agama yang sifatnya lokal dan kedaerahan, harus di konsultasikan dengan MUI pusat dan komisi Fatwa, Daerah dapat memberikan fatwa yang sifatnya kedaerahan.
Pedoman fatwa MUI berdasarkan SK Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia nomor; U-596/MUI/X/1997 tanggal 2 Oktober 1997, merupakan penyempurnaan dari pedoman fatwa tahun 1986, dianggap tidak memadai lagi dan perlu adanya pedoman prosedur fatwa baru yang memadai, transfaran dan sistemik terhadap jawaban masalah yang berkembang pada tahun 2003 diperbaharui kembali, diantaranya kewenangan dan wilayah Fatwa MUI.
Kewenangan dan wilayah fatwa MUI dalam Bab VI berdasarkan prosedur fatwa MUI tahun 2003 antara lain: MUI berwenang menetapkan fatwa mengenai masalah-masalah ke-agamaan secara umum, tertuma masalah hukum fiqh dan masalah aqidah yang menyangkut kebenaran dan kemurnian keimanan umat Islam Indonesia.
Dalam anggaran dasar MUI, tugas utama MUI adalah memberikan fatwa-fatwa dan nasehat-nasehat baik kepada pemerintah maupun kepada kaum muslimin mengenai persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ke agamaan dan persoalan yang dihadapi bangsa. MUI di harapkan dapat menggalang persatuan umat, baik bagi kaum ulama, masyarakat dan Negara, dan juga bertindak sebagai penengah antara kaum ulama dengan pemerintah dan sebagai jubir mewakili kaum muslimin berbicara di berbagai forum umat Islam atau antar Agama.
Proses pembentukan fatwa-fatwa MUI dilakukan oleh komisi fatwa MUI. Sementara itu tugas komisi fatwa adalah mengagendakan sidang komisi untuk merundingkan dan mengeluarkan fatwa mengenai persoalan-persoalan hukum Islam yang dihadapi masyarakat. Pembahasan persoalan hukum Islam yang merupakan desakan masyarakat , maka MUI memberikan fatwa, dan merespon persoalan hukum Islam yang dianggap membutuhkan legitimasi hukum Islam. Pada pembentukan pertama tahun 1975 komisi fatwa berjumlah 7 orang dari wakil ulama dan ormas Islam, jumlah ini terus berubah setiap pergantian kurun waktu kepengurusan komisi fatwa 5 tahun sekali, yang pada tahun 2005-2010 beranggotakan sebanyak 41 orang.
Sidang Komisi Fatwa harus dihadiri anggota komisi fatwa yang telah diangkat pimpinan pusat MUI dan pimpinan MUI propinsi dan memanggil para ahli apabila diperlukan. Sidang komisi fatwa harus diselenggarakan apabila ada permintaan atau kebutuhan yang oleh MUI dianggap dan perlu dikeluarkan Fatwa. Kebutuhan yang dianggap perlu dikeluarkan fatwa dapat saja datang dari masyarakat, pemerintah, lembaga sosial, atau respon MUI terhadap masalah tertentu.
Untuk mengeluarkan fatwa dapat dilakukan satu kali sidang atau dapat berkali-kali, tergantung tingkat kuantitas permasalahan di masyarakat. Permasalahan yang banyak meminta perhatian biasanya sangat sulit untuk dilakukan penetapan fatwa dan perlu di lakukan beberapa kali siding fatwa contonya yang terjadi pada fatwa rokok, fatwa ahmadiyah, fatwa teroris, fatwa pluralarisme. Dalam satu kali sidang dapat saja dikeluarkan beberapa fatwa seperti fatwa fasektomi, tubektomi, dan sumbangan kornea mata.
Pedoman prosedur fatwa adalah sebagai berikut:
1. Dasar penetapan umum fatwa
a. Aktivitas penetapan Fatwa dilakukan secara kolektif oleh lembaga Komisi fatwa MUI.
b. Penetapan fatwa bersifat responsif, proaktif, dan antisipatif.
2. Dasar-dasar (dalil) Fatwa.
a. Al-Qur’an
b. Sunnah
c. Ijma.
d. Qiyas.
e. Dan dalil-dalil lain yang mu’tabar
3. Masalah yang sudah jelas hukumnya akan difatwakan sesuai dengan apa adanya.
4. Masalah-masalah yang khilafiah dikalangan Mazhab Fiqh.
a. Di usahakan melalui metode al-jam’u wa al-talfiq, yaitu usaha titik temu
b. Apabila tidak dapat diselesaikan dengan metode talfiq maka perbedaan dapat diusahakan dengan penyelesaian muqaranah, atau perbandingan dasar pendapat (comperative legal opinion). Penetapan fatwa didasarkan pada v hasil tarjih yang di anggap lebih kuat melalui kaedah-kaedah dan Ushul Fiqh sebagai parameter tarjih.
5. Masalah yang tidak dapat diselesaikan melalui prosedur di atas penetapan fatwa didasarkan kepada hasil ijtihad. Fatwa hasil ijtihad haruslah berasal dari corak ijtihad jama’iy (kolektif) dengan perluasan dalil metode bayani, ta’lili (qiyasi, istihsan, ilhaqqi), Istilahi dan sadd al-dzari’ah.
6. Prinsip utama fatwa harus memperhatikan kemaslahatan umum (mashalih’ammah) dan maqashid al-syari’ah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar