BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kebudayaan yang merupakan cetak biru bagi kehidupan atau
pedoman bagi kehidupan masyarakat adalah perangkat-perangkat acuan yang berlaku
umum dan menyeluruh dalam menhadapi lingkungan untuk pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan warga masyarakat pendukung kebudayaan tesebut.
Kebudayaan dalam satu masyarakat merupakan sistem nilai
tertentu yang di jadikan pedoman hidup oleh masyarakat. Karena di jadikakn
acuan dalam bertingkah dan bertingkah laku maka kebudayaan cenderung menjadi
tradisi dalam satu masyarakat. Tradisi adalah sesuatu yang sulit berubah karena
sudah menyatu dalam kehidupan sehari-sehari. Tradisi merupakan bentuk
norma-norma yang terbentuk dari bawah, sehingga sulit untuk di ketahui sumber
asalnya. Oleh karena itu, tampaknya tradisi
sudah terbentuk sebagai norma yang dibakukan dalam kehidupan masyarakat.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah
yang di maksud tradisi keagamaan dan kebudayaan ?
2.
Bagaimanakah
tradisi keagamaan dan sikap keagamaan ?
3.
Bagaimana kebudayaan
dalam era globalisasi dan pengaruhnya terhadap jiwa agama ?
4.
Apa yang
di maksud motivasi beragama ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. TRADISI
KEAGAMAAN DAN KEBUDAYAAN
Secara garis beesarnya trasisi sebagai kerangka acauan
norma dalam masyarakat di sebut pranata. Pranata ada yang bercorak rasional,
terbuka dan umum, kompetitif dan konflik yang menekankan legalitas seperti
pranata politik. Para ahli sosiologi
menyebutnya sebagai pranta sekunder. Prana ini dapt dengan mudah diubah
struktur dan peranan hubungan antar perananya. Pranta sekunder bersifat
fleksibel, mudah berubah sesuai dengan situasi yang di inginkan oleh
pendukungnya.
Tetapi para sosiolog lainnya mengudentufikasi adanya
pranta primer yaitu kerangka acuan norma yang mendasar dan hakiki dalam
kehidupan manusia itu sendiri. Melihat struktur dan peranan serta fungsinya,
pranata primer ini lebih mengakar pada masyarakat. Oleh karena itu pranata
primer bercorak menekankan pada pentingnya leyakinan dan kebersamaan serta
bersifat tertutup atau pribadi, seprti pranata-pranata keluarga.
Mengenai hal ini, tradisi keagamaan termasuk dalam
pranata primer karena mengandung unsure-unsur yang berkaitan dengan ke-Tuhan-an
atau keyakinan. Tradisi ini sulit berubah karena memiliki nilai-nilai luhur
yang berkaitan dengan keyakinan masyarakt.
B. TRADISI
KEAGAMAAN DAN SIKAP KEAGAMAAN
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan di lihat dari
bentuknya :
1.
Sisitem
Kebudayaan
Berwujud gagasan, pikiran, konsep,
nilai-nilai budaya, norma dan pandangan yang bentuknya abstrak serta berada
dalam pikiran para pemangku lebudayaan yang bersangkutan.
2.
System
Sosial
Berwujus aktivitas dan tingkah laku,
perilaku, ucapan-ucapan yang lebih konkrit.
3.
Benda-Benda
Budaya
Benda budaya merupakan hasil-hasil
tingkah laku dan karya pemangku kebudayaan yang bersangkutan.
Kebudayan merupakan lingkungan yang terbentuk oleh
norma-norma dan nilai-nilai, yang di pelihara oleh masyarakat pendukungnya.
Nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pedoman hidup itu kemudian berkembang
dalam berbagai kebutuhan masyarakat..
Tradisi keagamaan dan sikap keagamaan saling
memepengaruhi. Sikap keagamaan mendnukung terbentuknya tradisi keagamaan,
sedangkan, sedangkan tradisi keagamaan sebagai lingkuangan kehidupan turut
memeberi nilai-nilai, norma, pola tingkah laku keagamaan kepada seseorang.
Dengan demikian, tradisi keagamaan memberi pengaruh dakam membentuk pengalaman
dan kesadaran agama sehingga terbentuk
dalam sikap keagamaan pada diri seseorang yang hidup dalam lingkungan tradisi
keagamaan tertentu. Dalam konteks pendidikan, tradisi keagamaan merupakan isi pendidikan
yang bakal di wariskan generasi tua ke generasi muda. Sebab pendidikan dapat di
lihat dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang individu dan masyarakt.
C. KEBUDAYAAN
DALAM ERA GLOBALISASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP JIWA AGAMA
Kemajuan dan kecanggihan di era globalisasi ini
menjadikan manusia hisup di satu kota.
Batas Negara sudah tidak penghlang bagi manusia untuk saling berhubungan.
Sehingga segala sesuatu yang sebelumnya dianggap sebagai pemilik sautu bangsa
tertentu akan terangkat menjadi milik bersama.
Dalam kaitannya dalam jiwa keagamaan, barang kali dampak
glbalisasi itu dapat di lihat melalui hubungannya dengan perubahan
sikap. Prof. Dr. Mar’at mengemukakan beberapa teori mengenai perubahan sikap
ini. Mennurut teori yang di kemukakan oleh Osgood dan Tannen Baum, perubahan sikap
akan terjadi jika terjadi persamaan persepsi pada diri seseorang atau
masyarakat terhadap sesuatu. Hal ini berarti apabila pengaruh globalisasi
dengan segala muatannya di ilai baik oleh individu maupun masyarkat maka mereka akan
menerimanya.
Secara fenomenal kebudayaan dalam era globalisasi mengarah
kepada nilai-nilai yang besar pengaruhnya tehadap jiwa kwagamaan, khususnya di
kalangan generasi muda meskipun pada sisi-sisi tertentu kehidupan tradisi
keagamaan tampak meningkatdalam kesemarakannya,
namun dalam kehidupan global yang cenderung sekuler barang kali akan ada
pengaruhnya terhadap perumbuhan
jiwa keagamaan para generasi muda. Paling tidak ada kecenderungan yang tampak :
- Muncul sikap toleransi yang tinggi terhadap perbedaan agama. Sikap toleransi biasanya di jumpai di kalangan keolompok uang di sebut moderat.
- Muncul sikap fanatic keagamaan sedangkan sikap fanaftik keagamaan identik dengan kelompok fundamental.
Era globalisasi memberikan perubahan
besar pada tatanan dunia secara menyeluruh dan tatanan itu di hadapi bersama
sebagai suatu perubahan yang wajar. Sebab mau tudak mau siap tidak siap perubahan itu
di perkirakan akan terjadi. Di kala itu, manusia di hadapkan pada peradaban
umat manusia. di sisi lain manusia di hadapkan kepada malapetaka sebagai dampak
perkembangan dan kemajuan modernisasi dan perkembangan teknologi itu sendiri.
Pada garis besarnya teori mengungkapkan bahwa sumber
jiwa keagamaan berdasarkan factor intern dan factor ekstern manusia. pendapat
pertama menyatakan bahwa manusia adalah homo religius (makhluk beragama) karena
manusia sudah memiliki jiwa untuk beragama. Potensi tersebut bersumber dair
faktir intern manusia yang termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti
nalauri, akal perasaan maupun kehendak. Teori kedua menyatakan bahwa kejiwaaan
manusia bersumber dari factor ekstern. Manusia terdorong untuk beragama karena
factor di luar dirinya seperti rasa takut, dan rasa ketergantungan ataupun rasa
bersalah.
Kedua pendekatan itu tampak
berbeda, namun keduanya mengingkari bahwa secara psikologis manusia sukit untuk
di pisahkan
dari agama. Pengaruh psikologis ini pula yang tercermin dalam sikap dadn
tingkah laku keagamaan manusia, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan sosialnya.
Dalam kehidupan manusia sebagai individu,
pengaruh psikologi itu membentuk keyakinan dalam diriya dan menampakan pola
tingkah laku sebagai realisasi dari keyakinan tersebut.sedangkan dalam
kehidupan sosial keyakinan dan pola tingkah laku tersebut mendorong manusia
untuk melahirkan norma-norma dan pranata keagamaan sebagai pedoman dansarana
kehidupan beragama di mas.yarakat.
D. MOTIVASI
BERAGAMA
Motivasi memiliki 4 peran dalam kehidupan manusia yaitu
:
- Motivasi berberan sebagai pendorong manusia dalam melakukan sesuatu
- Motivasi berberan sebagai penentu arah tujuan
- Motivasi berperan sebagai penyheleksi perbuatan yang akan di lakukan oleh manusia
- Motivasi berberan sebagai penguji sikap manusia dakam nerbuat termasuk perbuatan dakam beragama.
Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu
yang bersifat adikodrati (superanaural) ternyata kan menyertai manusia dalam runag lingkup
kehidupan yang luas. Agama meiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagai orang perorang atau
hubungannya dalam masrakat. Selain itu agama juga memberi dampak bagi kehidupan
sehari-sehari. Dengan demikian secara psokologis agama dapat berfungsi sebagai
motif intrinsic (dalam diri) yang berguna di antaranya untuk terapi mental dan
ekstrinsik (luar diri) dalam rangka menangkis bahaya negative arus global. Dan
motiv yang di dorong leyakinan beragama di nilai memilki kekuatan yang
mengagumkan dan sulit di tandingi oleh keyakinan non agama, baik doktrin maupun
idioligi yang bersifat profane.
1.
Motif Intrinsik (dalam diri)
Dalam kehidupan sehari-sehari sering
kita jumpai ada seseorang yang tak mampu menahan memenuhi kebutuhan dirinya.
Dakam kondisi seperti itu akan terjadi pertentangan (konflik) dalam batin.
Pertentangan ini akan menimbulkan ketidakseimbangan dala kehidupan rohani yang
dalam kesehatan mental di sebut kekusutan rohani atau kekusutan fungsional.
Kesehatan mental adalah suatu kondisi
batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman, dan tentram. Upaya
untuk menemukan ketenangan batin dapat di lakukan antara lain melalui pnyesusaian
diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan).
Sebagai dasar sumber ajaran islam,
dalam Al-Quran banyak di temui ayat-ayat yang berhubungan dengan ketenangan dan
kebahagiaan jiwa sebagai hal yang prinsipil dalam kesehatan mental.
Seperti yang terkandung dalam Q.S
Al-Qashash ayat 77 : “dan carialah ada
apa yang telah di anugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) duniawi dan berbuat
baik (kepada orang lain) sebagai Allah telah berbuat kepadamu dan jangan kamu
berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungghnya Allah telah mnyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan”.
Cukup logis jika setiap ajaran agama
mewajibkan pengnutnya untuk melaksanakan ajarannya secara rutin. Bentuk
pelaksanaan ibadah agama, paling tidak ikut berpengaruh dalam menakan keluhuran
budi yang pada puncaknya akan mneimbulkan rasa sukses pengabdi Tuhan yang
setia. Tindak ibadah setidaknya akan memberikan rasa bahwa hidup menjadi lebih
bermakna.
- Motif Ekstrinsik (luar diri)
Motif ekstrinsik ini di akibatkan
oleh pengaruh era globalisasi yang memberikan perubahan besar pada tatanan dunia
secara menyeluruh. Dalam kondisi seperti itu, manusia akan mengalami konflik
batin secara besar-besaran. Kaerana sebagai damoak dari ketidakseimbangan
antara kemempuan iptek yang menghasilkan kebudayaan materi dengan kekosongan
rohani.
Namun kegoncangan batin dapat pula
mendorong manusia untuk memperturutkan khayalan semuanya. Golongan ini mungkin
akan tetap bertahan dan lrut dalam ketertarikannya terhadap kecanggihan
teknologi.
Sementara itu nilai-nilai tradisional
pun akan mengalami penggeseran. Manusia mengalami proses perubahan
sisitem nilai. Bahkan mulai kehilangan pegangan hidup yang bersumber dari
tradisi masyarakatnya.
Secara fenomenal, kebdayaan dalam era
global mengarah pada nilai-nilai sekuler yang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan kejiwaan, khususnya generasi muda. Meskipun dalam sisi-sisi
tertentu kehidupan tradisi keagamaan tampak
meningkat dalam kemasyarakatannya, dalam kehidupan masyarakat global yang
cenderung sekuler barang kali berpengaruh pada pertumbuhan jiwa keagamaan para
generasi muda. Untuk itulah di butuhkan tindakan antisipatif terhadap
pengeruh-pengeruh ekstrinsik yang mendunia itu, dan agamalah yang mampu menjadi
filternya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kebudayaan merupakan pedoman bagi masyarakat, maka dalam
masyarakat pemeluk agama perangkat-perangakat yang berlaku umum dan menyeluruh
sebagai norma-norma kehidupan akan cenderung kemuatan kebragaman.
Dengan demikian, hubungan antara tradisi keagamaan
dengan kebudayaan terjalin sebagai hubungan timbale balik. Makin kuat tradisi
keagamaan dalam suatu masyarakt akan makin terlihat peran yang dominan
pengaruhnya dalam kebudayaan. Sebaliknya makin sekulernya suatu masyarakat maka
pengaruh tradisi keagamaan dalam kehidupan masyarakat akan memudar.
DAFTAR PUSTAKA
·
Prof. Dr.
H. Jalauddin.2005. Psikologi Agama. Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada
·
Drs.
Bambang Syamsul Arifin, M.Si. Psikologi Agama. Bnadung : Pustaka Setia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar