Kamis, 26 April 2012

TRADISI KEAGAMAAN DAN KEBUDAYAAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kebudayaan yang merupakan cetak biru bagi kehidupan atau pedoman bagi kehidupan masyarakat adalah perangkat-perangkat acuan yang berlaku umum dan menyeluruh dalam menhadapi lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan warga masyarakat pendukung kebudayaan tesebut.
Kebudayaan dalam satu masyarakat merupakan sistem nilai tertentu yang di jadikan pedoman hidup oleh masyarakat. Karena di jadikakn acuan dalam bertingkah dan bertingkah laku maka kebudayaan cenderung menjadi tradisi dalam satu masyarakat. Tradisi adalah sesuatu yang sulit berubah karena sudah menyatu dalam kehidupan sehari-sehari. Tradisi merupakan bentuk norma-norma yang terbentuk dari bawah, sehingga sulit untuk di ketahui sumber asalnya. Oleh karena itu, tampaknya tradisi sudah terbentuk sebagai norma yang dibakukan dalam kehidupan masyarakat.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang di maksud tradisi keagamaan dan kebudayaan ?
2.      Bagaimanakah tradisi keagamaan dan sikap keagamaan ?
3.      Bagaimana kebudayaan dalam era globalisasi dan pengaruhnya terhadap jiwa agama ?
4.      Apa yang di maksud motivasi beragama ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    TRADISI KEAGAMAAN DAN KEBUDAYAAN
Secara garis beesarnya trasisi sebagai kerangka acauan norma dalam masyarakat di sebut pranata. Pranata ada yang bercorak rasional, terbuka dan umum, kompetitif dan konflik yang menekankan legalitas seperti pranata politik. Para ahli sosiologi menyebutnya sebagai pranta sekunder. Prana ini dapt dengan mudah diubah struktur dan peranan hubungan antar perananya. Pranta sekunder bersifat fleksibel, mudah berubah sesuai dengan situasi yang di inginkan oleh pendukungnya.
Tetapi para sosiolog lainnya mengudentufikasi adanya pranta primer yaitu kerangka acuan norma yang mendasar dan hakiki dalam kehidupan manusia itu sendiri. Melihat struktur dan peranan serta fungsinya, pranata primer ini lebih mengakar pada masyarakat. Oleh karena itu pranata primer bercorak menekankan pada pentingnya leyakinan dan kebersamaan serta bersifat tertutup atau pribadi, seprti pranata-pranata keluarga.
Mengenai hal ini, tradisi keagamaan termasuk dalam pranata primer karena mengandung unsure-unsur yang berkaitan dengan ke-Tuhan-an atau keyakinan. Tradisi ini sulit berubah karena memiliki nilai-nilai luhur yang berkaitan dengan keyakinan masyarakt.

B.     TRADISI KEAGAMAAN DAN SIKAP KEAGAMAAN
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan di lihat dari bentuknya :
1.      Sisitem Kebudayaan
Berwujud gagasan, pikiran, konsep, nilai-nilai budaya, norma dan pandangan yang bentuknya abstrak serta berada dalam pikiran para pemangku lebudayaan yang bersangkutan.
2.      System Sosial
Berwujus aktivitas dan tingkah laku, perilaku, ucapan-ucapan yang lebih konkrit.

3.      Benda-Benda Budaya
Benda budaya merupakan hasil-hasil tingkah laku dan karya pemangku kebudayaan yang bersangkutan.

Kebudayan merupakan lingkungan yang terbentuk oleh norma-norma dan nilai-nilai, yang di pelihara oleh masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pedoman hidup itu kemudian berkembang dalam berbagai kebutuhan masyarakat..
Tradisi keagamaan dan sikap keagamaan saling memepengaruhi. Sikap keagamaan mendnukung terbentuknya tradisi keagamaan, sedangkan, sedangkan tradisi keagamaan sebagai lingkuangan kehidupan turut memeberi nilai-nilai, norma, pola tingkah laku keagamaan kepada seseorang. Dengan demikian, tradisi keagamaan memberi pengaruh dakam membentuk pengalaman dan kesadaran  agama sehingga terbentuk dalam sikap keagamaan pada diri seseorang yang hidup dalam lingkungan tradisi keagamaan tertentu. Dalam konteks pendidikan, tradisi keagamaan merupakan isi pendidikan yang bakal di wariskan generasi tua ke generasi muda. Sebab pendidikan dapat di lihat dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang individu dan masyarakt.

C.    KEBUDAYAAN DALAM ERA GLOBALISASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP JIWA AGAMA
Kemajuan dan kecanggihan di era globalisasi ini menjadikan manusia hisup di satu kota. Batas Negara sudah tidak penghlang bagi manusia untuk saling berhubungan. Sehingga segala sesuatu yang sebelumnya dianggap sebagai pemilik sautu bangsa tertentu akan terangkat menjadi milik bersama.
Dalam kaitannya dalam jiwa keagamaan, barang kali dampak glbalisasi itu dapat di lihat melalui hubungannya dengan perubahan sikap. Prof. Dr. Mar’at mengemukakan beberapa teori mengenai perubahan sikap ini. Mennurut teori yang di kemukakan oleh Osgood dan Tannen Baum, perubahan sikap akan terjadi jika terjadi persamaan persepsi pada diri seseorang atau masyarakat terhadap sesuatu. Hal ini berarti apabila pengaruh globalisasi dengan segala muatannya di ilai baik oleh individu maupun masyarkat maka mereka akan menerimanya.
Secara fenomenal kebudayaan dalam era globalisasi mengarah kepada nilai-nilai yang besar pengaruhnya tehadap jiwa kwagamaan, khususnya di kalangan generasi muda meskipun pada sisi-sisi tertentu kehidupan tradisi keagamaan tampak meningkatdalam kesemarakannya, namun dalam kehidupan global yang cenderung sekuler barang kali akan ada pengaruhnya terhadap perumbuhan jiwa keagamaan para generasi muda. Paling tidak ada kecenderungan yang tampak :
  1. Muncul sikap toleransi yang tinggi terhadap perbedaan agama. Sikap toleransi biasanya di jumpai di kalangan keolompok uang di sebut moderat.
  2. Muncul sikap fanatic keagamaan sedangkan sikap fanaftik keagamaan identik dengan kelompok fundamental.

Era globalisasi memberikan perubahan besar pada tatanan dunia secara menyeluruh dan tatanan itu di hadapi bersama sebagai suatu perubahan yang wajar. Sebab mau tudak mau siap tidak siap perubahan itu di perkirakan akan terjadi. Di kala itu, manusia di hadapkan pada peradaban umat manusia. di sisi lain manusia di hadapkan kepada malapetaka sebagai dampak perkembangan dan kemajuan modernisasi dan perkembangan teknologi itu sendiri.
Pada garis besarnya teori mengungkapkan bahwa sumber jiwa keagamaan berdasarkan factor intern dan factor ekstern manusia. pendapat pertama menyatakan bahwa manusia adalah homo religius (makhluk beragama) karena manusia sudah memiliki jiwa untuk beragama. Potensi tersebut bersumber dair faktir intern manusia yang termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti nalauri, akal perasaan maupun kehendak. Teori kedua menyatakan bahwa kejiwaaan manusia bersumber dari factor ekstern. Manusia terdorong untuk beragama karena factor di luar dirinya seperti rasa takut, dan rasa ketergantungan ataupun rasa bersalah.
Kedua pendekatan itu tampak berbeda, namun keduanya mengingkari bahwa secara psikologis manusia sukit untuk di pisahkan dari agama. Pengaruh psikologis ini pula yang tercermin dalam sikap dadn tingkah laku keagamaan manusia, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan sosialnya. Dalam kehidupan manusia sebagai individu, pengaruh psikologi itu membentuk keyakinan dalam diriya dan menampakan pola tingkah laku sebagai realisasi dari keyakinan tersebut.sedangkan dalam kehidupan sosial keyakinan dan pola tingkah laku tersebut mendorong manusia untuk melahirkan norma-norma dan pranata keagamaan sebagai pedoman dansarana kehidupan beragama di mas.yarakat.

D.    MOTIVASI BERAGAMA
Motivasi memiliki 4 peran dalam kehidupan manusia yaitu :
  1. Motivasi berberan sebagai pendorong manusia dalam melakukan sesuatu
  2. Motivasi berberan sebagai penentu arah tujuan
  3. Motivasi berperan sebagai penyheleksi perbuatan yang akan di lakukan oleh manusia
  4. Motivasi berberan sebagai penguji sikap manusia dakam nerbuat termasuk perbuatan dakam beragama.

Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifat adikodrati (superanaural) ternyata kan menyertai manusia dalam runag lingkup kehidupan yang luas. Agama meiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagai orang perorang atau hubungannya dalam masrakat. Selain itu agama juga memberi dampak bagi kehidupan sehari-sehari. Dengan demikian secara psokologis agama dapat berfungsi sebagai motif intrinsic (dalam diri) yang berguna di antaranya untuk terapi mental dan ekstrinsik (luar diri) dalam rangka menangkis bahaya negative arus global. Dan motiv yang di dorong leyakinan beragama di nilai memilki kekuatan yang mengagumkan dan sulit di tandingi oleh keyakinan non agama, baik doktrin maupun idioligi yang bersifat profane.

1.      Motif Intrinsik (dalam diri)
Dalam kehidupan sehari-sehari sering kita jumpai ada seseorang yang tak mampu menahan memenuhi kebutuhan dirinya. Dakam kondisi seperti itu akan terjadi pertentangan (konflik) dalam batin. Pertentangan ini akan menimbulkan ketidakseimbangan dala kehidupan rohani yang dalam kesehatan mental di sebut kekusutan rohani atau kekusutan fungsional.
Kesehatan mental adalah suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman, dan tentram. Upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat di lakukan antara lain melalui pnyesusaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan).
Sebagai dasar sumber ajaran islam, dalam Al-Quran banyak di temui ayat-ayat yang berhubungan dengan ketenangan dan kebahagiaan jiwa sebagai hal yang prinsipil dalam kesehatan mental.
Seperti yang terkandung dalam Q.S Al-Qashash ayat 77 : “dan carialah ada apa yang telah di anugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) duniawi dan berbuat baik (kepada orang lain) sebagai Allah telah berbuat kepadamu dan jangan kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungghnya Allah telah mnyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Cukup logis jika setiap ajaran agama mewajibkan pengnutnya untuk melaksanakan ajarannya secara rutin. Bentuk pelaksanaan ibadah agama, paling tidak ikut berpengaruh dalam menakan keluhuran budi yang pada puncaknya akan mneimbulkan rasa sukses pengabdi Tuhan yang setia. Tindak ibadah setidaknya akan memberikan rasa bahwa hidup menjadi lebih bermakna.

  1. Motif Ekstrinsik (luar diri)
Motif ekstrinsik ini di akibatkan oleh pengaruh era globalisasi yang memberikan perubahan besar pada tatanan dunia secara menyeluruh. Dalam kondisi seperti itu, manusia akan mengalami konflik batin secara besar-besaran. Kaerana sebagai damoak dari ketidakseimbangan antara kemempuan iptek yang menghasilkan kebudayaan materi dengan kekosongan rohani.
Namun kegoncangan batin dapat pula mendorong manusia untuk memperturutkan khayalan semuanya. Golongan ini mungkin akan tetap bertahan dan lrut dalam ketertarikannya terhadap kecanggihan teknologi.
Sementara itu nilai-nilai tradisional pun akan mengalami penggeseran. Manusia mengalami proses perubahan sisitem nilai. Bahkan mulai kehilangan pegangan hidup yang bersumber dari tradisi masyarakatnya.
Secara fenomenal, kebdayaan dalam era global mengarah pada nilai-nilai sekuler yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan kejiwaan, khususnya generasi muda. Meskipun dalam sisi-sisi tertentu kehidupan tradisi keagamaan tampak meningkat dalam kemasyarakatannya, dalam kehidupan masyarakat global yang cenderung sekuler barang kali berpengaruh pada pertumbuhan jiwa keagamaan para generasi muda. Untuk itulah di butuhkan tindakan antisipatif terhadap pengeruh-pengeruh ekstrinsik yang mendunia itu, dan agamalah yang mampu menjadi filternya.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Kebudayaan merupakan pedoman bagi masyarakat, maka dalam masyarakat pemeluk agama perangkat-perangakat yang berlaku umum dan menyeluruh sebagai norma-norma kehidupan akan cenderung kemuatan kebragaman.
Dengan demikian, hubungan antara tradisi keagamaan dengan kebudayaan terjalin sebagai hubungan timbale balik. Makin kuat tradisi keagamaan dalam suatu masyarakt akan makin terlihat peran yang dominan pengaruhnya dalam kebudayaan. Sebaliknya makin sekulernya suatu masyarakat maka pengaruh tradisi keagamaan dalam kehidupan masyarakat akan memudar.



DAFTAR PUSTAKA

·   Prof. Dr. H. Jalauddin.2005. Psikologi Agama. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
·   Drs. Bambang Syamsul Arifin, M.Si. Psikologi Agama. Bnadung : Pustaka Setia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar