Kamis, 26 April 2012

METODE FIQH KONTEMPORER

METODE FIQH KONTEMPORER

metode memecahkan masalah fiqh baru
dengan metode fatwa
oleh :Slamet Mujiono,Mhum

A. DIMENSI PEMBAHARUAN RELASI FIQH DAN USHUL FIQH

Kerangka tulisan ini muncul dari banyaknya kritik terhadap konstruksi usul fiqh klasik yang di anggab tidak relevan lagi, Pendekatan Akh Minhaji bahwa fiqh dan ushul fiqh dengan teori kontinyunitas, relasi dan dialetika mungkin dapat dijadikan dasar untuk menjawab kritik tersebut. Bahwa penggunaan kata tidak relevan terhadap kontroksi ushul fiqh klasik di lihat dari sisi kasuistis tampa melihat dari kontinyunitas ilmu ushul fiqh merupakan bangunan yang di rintis menjadi suatu teori metodologi hukum islam. Hanya saja harus di fahami sebagai kontinyunitas yang tidak tercabut dari akar sejarahnya, ushul fiqh pada masa kontemporer sedang melakukan relasi dialetika antara teori-teori ushul fiqh dengan obyek yang sifatnya baru, sebagai alat reproduksi hukum islam dapat saja terjadi benturan material teori dan obyek masalah maka opsi yang terbentuk ushul fiqh melakukan proses updet teori, yang terjadi senyawa menemukan bentuk pengembangan, inovasi, dan kreativitas teori sehingga mampu memecahakan permasalahan yang di ajukannya, proses inovasi dan kreativitas ushul fiqh inilah merupakan kerja Rekonstruksi ushul fiqh.
Dalam paradigma usul fiqh klasik menurut Hasbi As-Shiddiqiey terdapat lima prinsip yang memungkinkan Hukum Islam bisa berkembang mengikuti masa: 1) Prinsip Ijma’; 2) Prinsip Qiyas; 3) Prinsip Maslahah Mursalah; 4) Prinsip memelihara Urf’; dan 5) berubahnya hukum dengan berubahnya masa. Kelima prinsip ini dengan jelas memperlihatkan betapa pleksibelnya hukum Islam
kerangka teorinya Wael B. Hallaq dalam sejarah perkembanagan metode fiqh (ushul fiqh) Amin Abdullah menguraikan paradigma metodik usul fiqh kedalam pradigma fiqh literalistik, utilitarianistik dan liberalistiak-penomenologik. kemudian sumbangan asy-Syatibi direvitalisasikan oleh para pembaharu usul fiqh di dunia modern, seperti Muhammad Abduh (w. 1905), Rasyid Ridho (w.1935), Abdul Wahab Khallaf (w.1956), Allal al-Fasi (w.1973) dan Hasan Turabi. menawarkan teori baru kecuali merevitalisasi prinsip maslahah yang ditawarkan asy-Syatibi melalui teori maqashid-nya itu Weil B. Hallaq mengkategorikan para pembaharu di bidang ushul dalam kelompok ini sebagai para pembaharu penganut utilitarianisme.

B. KONTRUKSI USHUL FIQH SEBAGAI BANGUNAN FATWA

bagaimana rekrontruksi Ushul Fiqh dalam rangka terbentuknya fatwa ulama, MUI, NU dan Muhammadiyah. terbentuknya Fatwa oleh MUI, NU dan Muhammadiyah terhadap konstruksi ushul fiqh apakah masih mempertahankan tradisi Ushul Fiqh yang di bangun oleh Ulama-Ulama clasik dan apakah telah terjadi mempertahankan tradisi metodologis ushul fiqh meskipun telah terjadi perubahan kurun waktu, materi masalah dan pendekatan metodologis. Konsep Rekonstruksi fatwa sekaligus akan memberikan bangunan baru Ushul Fiqh yang lebih kreatif, inovatif dan ilmiah. Rekostruksi merupakan hubungan timbal balik dari model Ushul Fiqh Klasik, Pendapat Ulama Fiqh, Masalah bernuasa kontemporer, pendekatan metodologis yang konfrehensif yang terjadi terus-menerus.
Rekonstruksi Ushul Fiqh kontemporer tidak terjadi bias dengan mengabaikan ushul fiqh klasik yang merupakan dasar-dasar metodologis yang kontinyus telah berjalan lama dan menghasilkan produk hukum islam lebih dari 14 Abab, secara dinamis Rekonstruksi Ushul Fiqh yang di bangun oleh ulama Kontemporer merupakan kelanjutan atau pengembangan dari Ushul Fiqh klasik. Rangkaian Normatif dan nilai-nilai Ushul Fiqh melalui Ijtihad kreatif inovatif akan menghasilkan norma yang rekonstrutif Ushul Fiqh kontemporer.
Menurut Amir Syaraifudin dalam wacana fiqh fatwa-fatwa kontemporer merupakan seperangkat aturan berdasarkan wahyu Allah rasul tentang tingka-laku manusia mukallaf dan di ikuti oleh semua orang yang beragama islam. Konsep ini menunjukan bahwa fatwa sama halnya dengan fiqh. Fatwa saat ini memasuki wilaya baru yang sebagian ulama mengelompokan kepada fiqh kontemporer, Amir syarifudin membagi 2 wilaya fiqh kontemporer yaitu (1) Fiqh yang telah di ijtihadi oleh ulama-ulama terdahulu namun pada saat ini memiliki nuansa perubahan misalnya sholat di atas pesawat yang belum di atur oleh ulama terdahulu, (2) Sesuatu masalah yang baru.
Yusuf al-Qardhawi, fatwa kontemporer atau fiqh kontemporer dalam pembentukannya memiliki dua bentuk konstruksi metodologi. Pertama dengan jalan Ijtihad intiqo’I atau bermazhab, kedua dengan jalan Ijtihadiyah Insya’i.
Ijtihad Intiqo’I ialah memilih satu pendapat dari beberapa pendapat terkuat yang terdapat pada warisan fiqh Islam yang penuh dengan fatwa dan keputusan hukum. Sedangkan Ijtihad Insya’I (kreatif) ialah mengambil konklusi hukum baru dari sesuatu persoalan baik belum perna di kemukakan oleh ulama maupun persoalan lama yang baru dengan jalan mencarai pendapat baru yang lebih kuat, atau dengan jalan ijtihadiyah kreatif.
Ilhaq merupakan sala satu sumber fiqh kontemporer, diamana yang di ilhaqy materi hokum ulama atau metodologi (ushul fiqh) yang di gunakan ulama untuk menetapkan hokum. Ilhaq materi sama halnya dengan qias hanya ilhaq furuiyahnya sebatas kesamaan ellat materi saja. Sedagkan Ilhaq metodologi yaitu metode-metode yang miktabar yang di gunakan oleh ulama dalam menetapkan hokum kita jadikan pijakan untuk menetapkan hukumk baru
Ijtihadiyah kreatif untuk masalah-masalah kontemporer Amir Mu’allim membagi kepada tiga wilaya Ijtihad kontemporer yaitu: Bayani, Qiyasy dan istilahy. Secara umum isu-isu kontemporer di kembangkan untuk menggali fiqh baru dengan melibatkan ushul fiqh sebagai metodologi Ijtihadnya. Ilmu Ushul Fiqh dapat di bedakan menjadi dua bagian besar, yaitu metode literal (tariqoh lafziyah), dan metode argomentasi.
Dalam wacana fiqh kontemporer konstruksi fiqh klasik yang di bangun oleh ulama-ulama Syafi’iya, dan hanafiyah masih menghilhami hingga saat ini dalam rangka ijtihadiyah.

Dari penjelasan di atas di atas pembentukan fiqh atau fatwa-fatwa hukum yang merupakan konstruksi Ushul fiqh yang telah di sepakati memiliki konstruksi antara lain.

a. Segi Adilah Dalil
1) Dalil Naqli merupakan dalil yang di utamakan untuk sandaran ijtihad yaitu Al-Qur’an dan Hadist
2) Dalil Aqliyah. Merupakan dalil yang digunakan ketika dalil naqli tidak memadai untuk menjawab persoalan-persoalan hukum di antaranya;
(a). Ijma
(b) Qias
(c) Iktisan
(d) Ikhtisab
(e) Maslaha
(f) Urf
b. Segi Pemahaman Dalil
untuk dalil-dalil Al-qur’an yang tidak memiliki makna yang mutlaq memahami arti dan makna yang terkadung dalam nash maka alat yang di gunakan adalah kaeda ushuliyah atau kaeda pemahaman nash antara lain:
Kaeda-kaeda mengambil makna nas

1. Ungkpan nash
2. Isyarat nash
3. Dalalah nash
4. Kehendak nash

Kaeda Mafhum Mukholafah

1. Mafhum dengan sifat
2. Mafhum dengan Maxim
3. Mafhum dengan Syarat
4. Mafhum dengan Bilangan
5. Mafhum dengan gelar

Dolalah yang jelas
1. Zhahir
2. An-Nash
3. Muffasar
4. Muhakam

Dolalah yang tidak jelas
1 .al-Khafi
2. Al-Muskil
3. Al-Mujmal
4.Al-Mutasyabih

Al-Musytarok dan Dolalahnya

1.Al-Am
2. dalil Taksis

b. Segi Pendekatan
Pendekatan dalam istibat hukum merupakan alat untuk membantu dan menuntut bagi mujtahid mencapai sasaran ijtihad yang konfrehensid dengan memiliki pemahaman yang signifikan maka terjadinya kesalahan dalam praktek ijtihad dapat di hindari, pendekatan juga menuntuk mujtahid menemukan fiqh sesuai dengan sosiologi masyarakat. Pendekatan yang di gunakan dalam ijtihad antara lain; Pengetahuan bahasa Arab dengan segala seginya termasuk nahu shorof, balagho, mantik. Pemahaman ilmu hadist dan ilmu rijal, pemahaman ilmu tafsir, pemahaman sejarah tasryi islami dan ilmu lainnya. Ilmu penegtahuan, teknologi dan hermenetik
c. Segi Kaedah Fiqh
Kajian yang menekankan kerangka hukum yang bersifat umum yang di rumuskan berdasar adanya dalil atau kesamaan illat atau kesuain illat dari beberapa karastistik persoalan, persamaan illat dan karateristik inilah yang kemudian di terapkan kepada furuiyah . kumpulan kaedah-kaedah fiqh ini menjadi prisif dasar yang dapat di terafkan pada banyak persolan lapangan fiqh baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar