Kamis, 26 April 2012

materi Masailul Fiqh Rgulasi halal

Rgulasi halal

SISTEM REGULASI KOMSUMSI PANGAN
DALAM ISLAM
(Slamet Mujiono, M.Hum)

Islam memandang kehidupan sebagai satu kesatuan dan tidak dapat dipilah-pilah, serta memandang kehidupan seseorang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Masing-masing individu saling melengkapi dalam tatanan sosial Islam.
Secara faktual Islam mempunyai prinsip ekonomi yang bersifat comprehensive, tetapi juga bersifat Universal. Comprehensive berarti mencakup seluruh aspek kehidupan baik ritual (Ibadah) maupun sosial (Muamalah). Universal bermakna dapat diterapkan sampai hari akhir. Keuniversalan ini akan tampak jelas, terutama dalam bidang muamalat dimana bidang muamalat bukan hanya luas dan fleksible, bahkan tidak memberikan special treatment bagi muslim dan membedakannya dari non Muslim.
Sifat eternal (abadi) muamalah ini dimungkinkan karena thawahit wa mutaghayyirat (prinsip dan variabel) dalam Islam. Kalau diambil ketentuan-ketentuan dasar ekonomi, hal ini merupakan instrumen untuk melaksanakan prinsip-prinsip dan variabel tersebut.
Mencermati pertumbuhan dan perkembangan sektor ekonomi modern dengan menggunakan sistem ekonomi kapitalis dan sosial, merupakan sistem ekonomi yang memonopoli sumber daya manusia dan alam. Tidak adanya jaminan kesejahtraan manusia karena hanya orang-orang yang memiliki modal yang dapat bersaing.
Disamping itu sistem ekonomi yang ada telah menimbulkan berbagai ketimpangan dalam regulasi ekonomi, terutama hubungan antara konsumen dengan produsen untuk itu Islam mengatur sistem perekonomiannya dengan metode yang unik. Islam Memandang Hubungan konsumen dan produsen merupakan masalah ekonomi yang dilihat bukan dari sudut kapitalis, dan juga tidak memandang sosialis, akan tetapi Islam membenarkan sikap mementingkan diri sendiri tanpa merusak masyarakat.
Hal ini dapat dipahami bahwa Regulasi ekonomi Islam memiliki kebaikan yang ada paada sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis., tetapi bebas dari kelemahan dari kedua sistem tersebut. Dengan pengertian lain dapat dikatakan bahwa konsep Regulasi ekonomi Islam telah meletakan aspek moral maupun material kehidupan sbaagai basis untuk membangun kekuatan ekonomi diatas nilai-nilai Moral.
Hal ini dapat dipahami nilai keunikaan pendekatan Ipada system nilai mewarnai tingkah laku ekonomi atau kehidupan, tercakupnya nilai-nilai dasar yang bersumber dari Tauhid. Atau disebut juga sebagai prinsip aqidah ekonomi Islam, dimana dalam kehidupan regulasi ekonomi dan hubungan konsumen dengan produsen berdimensi vertical dan horizontal.
Konsekuensinya, aqidah ekonomi Islam pada prinsipnya menegaskan bahwa pemilik alam secara mutlak beserta isinya adalah Allah, manusia sebagai khalifah diberikan kemampuan yang bersifat konseptual, sehingga manusia dapat mengolah dan memanfaatkan untuk menciptakan kesejahteraan demi kemakmuran bersama.
Melalui uraian tersebut , ekonomi Islam merupakan ekonomi yang bebas, tetapi kebebasan ini ditujukan lebih banyak dalam bentuk kerjasama, berkaitan dengan ini dalam stuktur regulasi ekonomi Islam, kebebasan ekonomi merupakan kunci utama yang didasarkan atas ajaran-ajaran yang fundamental, sehingga terlihat mekanisme pasar dalam ekonomi Islam dalam arti khusus, dimana dalam hubungan konsumen dan produsen tidak ada pemaksaan untuk mengkomsumsi.
Untuk terbentuknya Regulasi ekonomi yang memberikan perlindungan terhadap konsumen dan produsen ekonomi Islam secara mutlak menggabungakn norma keadilan sosial dan ekonomi, distribusi, pendapatan, sumber daya alam, dan kesejahteraan masyarakat.

B. Regulasi Ekonomi Dalam Islam
Dalam Regulasi Ekonomi Islam perlindungan konsumen berakar pada filsafat bahwa konsumen bukan saja untuk memenuhi kebutuhan lahiriyah, tetapi juga untuk memenuhi batiniyah (Spiritual), bahkan nilai-nilai spiritual dalam Islam merupakan cita-cita terakhir.
Dalam regulasi Ekonomi Islam mengatur hubungan Konsumen dan produsen untuk memegang prisip dalam mengkonsumsi dan memproduksi barang atau jasa yang harus diikuti, yaitu : (1) Prinsip Keadilan, (2) Prinsip Kebersihan (3) Prinsip kesederhanaan, (4) prinsip murah hati, dan (5) Prinsip moralitas. Kelima prinsip ini dapat dijadikan dasar perlindungan konsumen muslim terhadap produk halal.
Aturan perlindungan produk halal dalam Islam ditegaskan dalam Al-Qur an
“Hai sekalian Manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi “ ( Al-Baqoroh : 169) al-Qur an banyak membicarakan makanan dan minuman,, dua sifat yang selalu ditekankan oleh Al-Qur’an dalam mengkonsumsi makanan dan minuman yang boleh (halal) dan baik (Thayyib), ada empat yang menjelaskan dua sifat tersebut al-Baqoroh (2) ayat 169, Al-Maidah (5) ayat 88, Al-Anfal (8) ayat 69, dan An-Nahl (16) ayat 145. Makanan yang baik menurut ahli Tafsir Indonesia M.Quraisy Syihab, adalah makanan yang memenuhi nilai gizi, kesehatan, kebersihan, rasa dan mendapatkannya dengan usaha yang baik.
Disamping mengkonsumsi makanan yang baik, Islam melarang mengkonsumsi makanan yang kotor dan beberapa jenis yang diharamkan, hal ini tertuang dalam al-Qur’an surat al-Baqoroh (2) ayat 173 dan al-Maidah (5) ayat 3. Adapun makanan yang diharamkan oleh Islam diantaranya (1) Bangkai, (2) Darah, (3) daging Babi, ( 4) khamar, (5) binatang yang disembelih dengan tidak menyebut asama Allah, dan (6) Makanan yang buruk (khabaits).
Mengingat Perlindungan konsumen muslim terhadap produk halal terutama pada pangan olahan sangat erat hubungannya dengan Regulasi Ekonomi di Indonesia, maka berdasarkan teori kemaslahatan maka ketentuan halal dalam regulasi ekonomi Islam haruslah diserap dalam regulasi ekonomi di Indonesia. Dengan begitu regulasi Ekonomi di Indonesia terutama pada pangan olahan haruslah memperhatikan nilai-nilai halal dalam rangka perlindungan konsumen Muslim.
Prinsip-prisip Regulasi ekonomi Islam terhadap labelisasi dan sertifikasi halal pada dataran implementasi dalam konteks Regulasi Ekonomi global (modern) mengalami berbagai benturan-benturan, hal ini terjadi dikarenakan pembentukan Negara industri di Indonesia seringkali memberlakukan teori-teori bahkan sistem regulasi ekonomi yang di adopsi dari sistem kapitalis dan sosialis

C. Teori Regulasi Kapitalis
Teori-teori dasar tentang ekonomi baik pada dataran ekonomi mikro dan ekonomi makro selalu mengusung semboyan laizzen faire merupakan semboyan adanya kebebasan untuk megalokasikan sumber ekonomi kepada efeisiensi dengan mencari untung sebesar-beasarnya. Ekonomi akan berorientasi kepada pasar, kebebasan berkonsumsi merupakan bagian dari regulasi ekonomi pasar bebas, konsumen dan produsen terletak pada titik yang rasional, ada 2 pihak yang diletakan pada posisi yang sama dalam konteks regulasi ekonomi modern.
Pada kelompok pertama, kelompok yang menyediakan barang atau jasa termasuk dalam kelompok ini adalah pemodal yang menyediakan dana atau biaya produksi, penghasil atau pembuat barang dan distributor. Kelompok kedua yang sering disebut dengan konsumen atau pemakai baik untuk dijual atau untuk kebutuhan konsumtif.
Sebelumnya hubungan antar konsumen dan produsen sangat erat sekali, setiap produk yang dikonsumsi oleh konsumen selalu dapat diketahui siapa yang membuatnya dan sekaligus mengetahui kualitas produknya. Regulasi Ekonomi setelah memasuki pasar bebas tercipta hubungan konsumen dan produsen ada dua model yaitu
Pertama. Input output model, perusahaan berhak untuk memproduksi barang sesuai dengan selera dan kreativitasnya, posisi konsumen tidak memiliki hak terhadap pengelolahan produk tersebut karena dianggap bukan bagian dari proses produksi dan bukan bagian dari sistem.
Kedua, model Stakeholder memandang perusahaan sebagai sistem yang terkait dengan pihak lain termasuk konsumen, sehingga produksi sangat terkait memperhatikan keinginan dan selera konsumen.
Sebagai hubungan timbal balik konsumen muslim dan Regulasi pangan maka model yang dapat melindungi produk halal adalah Stkehorder, Kepentingan konsumen muslim dalam regulasi ekonomi pada konteks ini dapat mengamankan kepentingannya :
1. Mendapatkan nilai kualitas, nilai tukar dengan produk yang baik termasuk ketetentuan halal.
2. Mendapatkan produk yang aman tidak membahayakan kesehatan.
3. mendapatkan perlakuan yang adil terhadap produk-produk yang tidak memuaskan dan tidak biasa diterima konsumen muslim
Berarti hubungan konsumen dan produsen menuntut regulasi ekonomi adanya peran antisipatif, dengan cara memantau dan mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi terhadap produknya yang dipasarkan dan dipakai oleh konsumen. Pihak manajemen harus membuka pintu dan melibatkan konsumen serta faktor lain dengan konsep ini Konsumen dan Produsen memiliki hubungan yang erat dalam sebuah regulasi ekonomi sehingga hak-hak konsumen dan produsen saling terpenuhi. Konsumen dalam satu sisi menginginkan produk dengan kerteria dan kualitas tertentu (termasuk halal bagi Umat Islam) di sisi lain produsen sebagai penghasil barang, distributor, dan sekaligus penjual membutuhkan konsumen sebagai orang atau badan (lembaga) yang mempergunakan produknya.
Baik Konsumen maupun Produsen sama-sama memiliki hak dan kewajiban, untuk menjaga hubungan konsumen dan produsen serta terlaksananya hak dan kewajiban maka diperlukan etika dalam regulasi ekonomi. Untuk ini diperlukan hukum ekonomi yang dapat melindungi konsumen dan melindungi produsen. Konsep ini kemudian di kenal dengan istilah “Perlindungan Konsumen.”
Mochtar Kusumaatmadja yang disadur AZ Nasution, Perlindungan Konsumen” dapat diartikan :
“ keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa consumer”
Perlindungan konsumen tidak lain memuat norma-norma hukum yang berfungsi mencegah (preventif), atau menindak (refresif) perilaku yang dapat menimbulkan atas kepentingan konsumen dan produsen. Lebih rinci termuat dalam Resolusi PBB tahun 1985
a) Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanan.
b) Promosi dan perlindungan dari kepentingan social ekonomi konsumen
c) Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan mereka kemampuan melakukan pilihan yang sesuai dengan kehendak dan kebutuhan pribadi.
d) Pendidikan konsumen
e) Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk menyalurkan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan menyangkut kepentingan mereka.

Adapun hak-hak konsumen muslim terhadap produk olahan dalam regulasi ekonomi antara lain:
1. sesuai dengan ketentuan hukum islam maka konsumen muslim berhak untuk mendapatkan produk, pangan , dan jasa sesuai dengan syariat Islam.
2. hak untuk mendapatkan produk yang aman
3. Hak untuk mendapatkan penjelasan sebuah produk
4. hak untuk memilih produk yang tersedia atau menolak sebuah produk
5. Hak untuk didengar oleh perusahaan terhadap keluhan konsumen
6. Hak untuk membentuk sebuah organisasi atau kelompok.
7. Hak untuk mendapatkan perlindungan halal dari Negara
8. Hak untuk mendapatkan Pendidikan Konsumen dan pengetahuan terutama terhadap produk halal.
9. Hak Untuk memilih Produk consumer
10. Hak untuk memperoleh ganti rugi,
11. Hak untuk memperoleh lingkungan ynag sehat.

D. Perlindungan Muslim terhadap Komsumsi Halal
Berangkat dari hak-hak konsumen muslim maka kewajiban Produsen dalam Regulasi binis pada saat ini adalah:
1. Menerapkan Cara-cara memproduksi yang benar dan baik, disini produsen harus melakukan kontrol dan pengawasan selama proses produksi mulai dari bahan baku, pengepakan, pengemasan, pemberian label, dan distribusi.
2. Memenuhi standar yang telah ditentukan baik yang ditentukan oleh pemerintah, perjanjian international yang berkaitan dengan mutu. Produsen harus menginformasikan secara jelas bahan-bahan yang dipakai sejauh mana keamanannya, penggunaan bahan tanbahan yang berasal dari bahan halal dan tingkat kadaluarsanya.
3. Pemantauan produk yang beredar.
4. memeperhatikan ketentuan halal dalam Syariat Islam Termasuk dalam proses Produksi.
Salah satu bentuk perlindungan konsumen terhadap produk halal dalam regulasi ekonomi adalah dengan labelisasi dan sertifikasi halal. Dengan adanya Hukum Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1996 dan Undang-undang Pangan no 7 tahun 1996 merupakan jaminan diberlakukannya labelisasi dan sertifikasi halal. Dengan demikian Labelisasi dan sertifikasi halal sebagai wujud perlindungan konsumen muslim memiliki payung hukum yang secara khusus diberlakukan dalam regulasi ekonomi untuk memperhatikan nilai-nila halal.
Dalam Bab IV pasal 30, 31, 32,33, dan 34.Undang-Undang pangan Nomor 7 tahun 1996 merupakan kepastian hukum dalam regulasi ekonomi sekaligus sebagai perlindungan konsumen muslim terhadap labelisasi dan sertifikasi halal.
Bab IV pasal 30 ayat (1) dan (2)
(1) Setiap orang yang memproduksi atau memasukan kedalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, didalam dan atau dikemasan pangan.
(2) Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya keterangan mengenai :
a. Nama Produk.
b. Daftar bahan yang digunakan
c. Berat bersih atau isi bersih
d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan kedalam wilayah Indonesia.
e. Tanggal bulan dan tahun kadaluarsa.
(3) selain Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemerintah dapat menetapkan keterangan lain yang wajib atau dilarang untuk dicantumkan pada label pangan.

Pasal 31 ayat (1), (2) dan (3)
(1) Keterangan pada label, sebagaimana dimaksud dalam pasal 30, ditulis atau dicetak ditampilkan secara tegas dan jelas sehingga dapat mudah dimengerti oleh masyarakat.
(2) Keterangan pada label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka arab, dan huruf latin.
(3) Penggunaan Istilah asing, selain dimaksud pada ayat (2), dapat diciptakan padanannya atau dipergunakan untuk kepentingan pangan luar negeri.

Pasal 32
“Setiap orang dilarang mengganti, melabel kembali, atau menukar tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa pangan yang beredar.

Pasal 33 ayat (1), (2), dan (3)
(1) Setiap label atau iklan tentang pangan yang diperdagangkan harus memuat keterangan pangan dengan benar dan tidak menyesatkan.
(2) Setiap orang dilarang memberikan keterangan atau pernyataan tentang pangan yang diperdagangkan melalui, dalam dan atau dengan label atau iklan apabila keterngan atau pernyataan tersebut tidak benar atau menyesatkan
(3) Pemerintah mengatur dan mengawasi, dan melakukan tindakan yang di perlukan agar iklan tentang pangan yang perdagangkan tidak memuat keterangan yang menyesatkan.

Pasal 34 ayat (1)
“Setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan pesyaratan agama atau kepercayaan tertentu bertanggung jawab atau kebenaran pernyataan berdasarkan persyaratan agama dan kepercayaan tersebut.

Berdasarkan pasal 30, 31,32, 33 dan 34 Konsumen muslim dengan sertifikasi dan labeliasai memiliki perlindungan produk pangan olahan halal dalam Regulasi Ekonomi di Indonesia. Dalam pasal-pasal tersebut setidaknya ada beberapa hak konsumen muslim yang dilindungi terutama dalam memasuki pasar global,.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar